55. Kejar-kejaran

231 29 3
                                    


___________________

Dengan perasaan gugup berbalut ketakutan, kedua kakinya perlahan melangkah mendekati pintu. Sambil menelan saliva tangan Ratih memegangi handle pintu, lalu mulutnya bergumam hendak berharap perlindungan diri.

Semoga Tiara nggak marah. Kalaupun marah tolong lindungi hamba ya, Allah!

Sayang harapan serta doanya itu tak berpihak kepadanya, sebab kini Ratih mendapati ekspresi kemarahan Tiara usai membuka pintu kamar.

Matanya menatap takut-takut ke arah Tiara yang kini tengah menyorot tajam dengan dua tanduk di atas kepala, seakan siap menyeruduk dirinya kapan saja.

"Ha—ha—hai Tia!" sapa Ratih dengan suara terbata-bata diikuti lambaian tangan kaku.

"Keluar kamu, saya mau bicara!" pinta Tiara tanpa membalas sapaannya itu.

Lantas Tiara berjalan lebih dulu ke arah ruang tamu, yang kemudian disusul oleh Ratih dengan berjalan pelan sambil menunduk di belakangnya.

Tiba di ruang tamu, Tiara memutar balik tubuhnya mengarah pada Ratih. Gerakannya itu sontak membuat Ratih terkejut dan selangkah mundur ke belakang.

"Jelasin sama saya, kenapa kamu ngulangin kesalahan lagi!" Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan menatap tegas.

"Ke—kesalahan yang mana?" tanya Ratih sambil memasang raut wajah bingung.

"Nggak usah pura-pura! Jawab aja!"

"Saya nggak tahu. Beneran deh, suwer!" Jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf V diperlihatkan Ratih dihadapan Tiara.

Melihat sikap Ratih yang tak kunjung menjawab jujur, membuat Tiara menghela napas lalu menilik tajam. "Jujur atau saya bongkar rahasia kamu ke Mama!"

Netra mata Ratih sontak mendelik kemudian menggelengkan kepala cepat-cepat. "Eh, jangan...jangan!"

"Cepat jawab jujur!" pinta Tiara lagi usai berhasil mengintimidasi Ratih.

"I—iya sa—saya mengaku salah." Ratih menunduk, "kemarin saya yang balas pesan kamu dan ngasih tahu soal Zio sama Pak Mayor," sambungnya mengaku jujur.

"Kenapa kamu berani-berani membalas pesannya?" tanya Tiara kesal.

"I—itu karena saya mau Pak Mayor tahu soal kamu diganggu Zio!" sahutnya terus terang sembari melirik kearah Tiara.

"Buat apa, Ratih?" Terlihat raut kemarahan di wajahnya.

"Biar kamu aman dijaga Pak Mayor," sahut Ratih dengan niat baiknya yang justru dinilai salah oleh Tiara.

Keningnya pun mengerinyit kala mendengar penuturan Ratih. "Saya bisa jaga diri saya sendiri dan saya juga nggak pernah minta kamu buat ngomong begitu sama Mas Mayor!"

"Iya saya tahu kamu emang nggak akan pernah mau dan nggak akan pernah minta, tapi nggak mungkin kalau kamu bisa jaga diri kamu dari Zio!" Ratih menjeda sejenak kalimatnya, "Apa kamu mau terus-terusan dikuntit dia? Apa kamu nggak capek bertahun-tahun kaya begitu?"

"Jelas saya nggak mau dan saya juga capek. Tapi bukan berarti kamu harus ngomong sama Mas Mayor tentang permasalahan saya sama dia!" balas Tiara dengan kalimat menegur diakhir.

That SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang