57. Diajak makan

231 24 3
                                    


_______________

Pak Johan beserta ajudannya tiba di Istana Bogor. Sebagian dari mereka berjaga di luar dan sebagiannya lagi ikut masuk ke dalam istana bersama Pak Johan.

Di depan pintu istana, Pak Johan disambut oleh Bapak Presiden dan para menteri. Terlihat mereka saling berjabat tangan dan melemparkan senyum keramahan. Lalu berjalan bersama-sama ke dalam salah satu ruangan.

Pandangan mata mereka menyoroti tiap bangunan arsitektur yang masih tampak klasik dan tidak pernah berubah dari tahun ke tahun. Terdapat banyaknya lukisan dan patung-patung yang menghiasi sudut dinding.

Pak Johan menatap salah satu lukisan dinding besar di sana, lantas berdecak kagum. "Cantik sekali lukisan ini!" serunya dengan pandangan mata yang tak lepas dari lukisan tersebut.

"Lukisan ini karya dari Konstantin Egorovick Makowsky, seniman Rusia. Lukisan langka milik Presiden pertama kita, dan lukisan ini banyak dicari karena memiliki nilai seni yang tinggi," ucap Pak Presiden ketujuh itu saat memberitahu Pak Johan.

"Pantas saja terlihat bagus. Saya pun langsung tertarik begitu melihatnya!" sahut Pak Johan tersenyum dan tak henti-henti berdecak kagum.

"Mari kita mengobrol santai di ruangan," ajak Pak Presiden kemudian sebelum melanjutkan langkah kakinya bersama yang lain.

Pak Johan mengangguk dan ikut berjalan beriringan bersama-sama menuju ruangan yang disiapkan oleh Pak Presiden.

"Silahkan duduk!" Pak Presiden mempersilahkan para tamunya untuk duduk.

Ruangan itu terlihat amat sangat luas dengan atap yang menjulang tinggi, sehingga ruangan terasa dingin dan tak perlu lagi menyalakan pendingin ruangan. Di setiap sudut terpasang bendera merah putih yang dikaitkan pada tiang besi berukuran sedang.

"Bapak masih menginap di sini?" tanya Pak Johan usai duduk.

"Ya, saya kalau malam istirahat di sini bersama keluarga, tepatnya di Paviliun depan gedung Istana," jawab Pak Presiden memberitahu sambil tersenyum ramah.

Para pejabat dan tokoh penting itu terlihat asyik berbincang dan sesekali mereka saling melemparkan gurauan kecil, sehingga suasana ruangan terasa lebih hangat.

Begitu pun Mayor Juna yang ikut tersenyum, ketika mendengar perbincangan hangat mereka. Setiap pertemuannya dengan orang-orang hebat, membuatnya termotivasi untuk bisa menjadi lebih baik dari hari ini dan itu mendorong rasa semangatnya.

Puas berkeliling menggunakan motor, pada akhirnya Tiara mengajak Ratih dan Echa berkunjung ke sekolah yayasan, tempat dimana dirinya sempat mengajar di sana.

"Ayo, Echa kita ketemu sama teman-teman Tante!" ajak Tiara sambil mengulurkan tangan.

Echa mengangguk semangat seraya meraih uluran tangan Tiara. Namun, saat hendak berjalan tiba-tiba saja Ratih menghentikan langkah kaki keduanya.

"Yah!" seru Ratih begitu menatap layar ponselnya dengan raut wajah kaget berbalut masam.

Tiara dan Echa pun memutar balik tubuh dan menatap Ratih yang masih berdiri di samping motor. "Kenapa?" tanya Tiara kemudian.

"Kayanya saya nggak bisa ikut main sekarang!" jawabnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

"Kenapa?" Tiara dan Echa berjalan menghampiri.

That SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang