***
Robi memarkirkan mobilnya di depan rumah pohon yang ia desain untuk Florine, entah kenapa ketika fikirannya sedang kacau, ia lebih memilih untuk datang kesana.
Robi duduk di kursi yang tersedia disana, tak lupa ia juga membawa rokoknya. Robi pun menyalakan rokoknya, kemudian membuang asap rokok itu perlahan, seolah ia membuang semua beban fikiran melalui asap rokok tersebut.
"Hhh," ia tersenyum pahit.
"Lo tolol tau ga bi! Goblok lo jadi cowo!" umpatnya pada diri sendiri.
Robi dengan marah memukuli pohon yang di jadikan sebagai pondasi utama rumah pohon itu, ia meluapkan emosinya pada pohon. Tanpa sadar bahwa ia telah melukai buku-buku jarinya.
"Aaargh!" Robi berteriak kencang setelah puas meluapkan emosinya.
"Kenapa harus dia? Kenapa Tuhan?" ia berteriak kembali kemudian menangis.
Robi merasa frustasi ketika mengetahui bahwa kekasihnya itu memiliki penyakit kronis, ia bahkan tahu berapa lama usia Florine yang tersisa. Bagaimana bisa ia tak menyadari nya, selama ini Florine sering merasa nyeri di area perutnya, namun ia tak menyadari hal itu.
Ia menangis, ia merasa terluka kembali. Florine adalah penyemangat hidupnya, tapi apa sekarang? Tuhan bahkan tak mengizinkan nya untuk bersama dengan kekasihnya, setelah mengambil nenek dan kakek yang ia cintai.
Robi menunduk setelah puas menangis, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana jika Florine bernasib seperti neneknya. Ketika Robi sedang membayangkan hidup tanpa Florine, saat itu juga tiba-tiba ponselnya berdering.
Robi melirik ponselnya yang bergetar, tertera nama sang kekasih disana, Robi pun menghapus air matanya dan berusaha senetral mungkin agar Florine tak tahu bahwa dirinya habis menangis.
"Hallo sayang kenapa?" ucapnya ketika pangggilan terhubung.
"Sayang aku lagi di cafe favorit kamu, bentar lagi aku mau pulang sama yang lain, kamu mau nitip sesuatu ga?" tanya Florine dengan semangat.
Robi tersenyum ketika mendengar nada bicara Florine yang sepertinya dia sangat bahagia.
"Boleh," jawab Robi singkat.
"Mau apa?" tanya Florine yang terdengar sangat berisik di sekitarnya.
"Aku mau bread coffee almond, sama green tea nya aja sayang." jawab Robi lembut.
"Oke, nanti aku anterin ke markas ya, sekalian yang lain juga mau kesana katanya." balas Florine dari sebrang.
"Iya," ucap Robi singkat.
"Aku tutup ya telepon nya, bye muah." kata Florine menutup panggilan tersebut tanpa persetujuan Robi.
Robi hanya tersenyum melihat layar ponsel yang kembali menggelap, kemudian ia kembali menaruh ponsel di sampingnya.
"Kebayang kalo dia beneran ninggalin gue," gumam Robi yang kembali menitikkan air matanya.
Just info, Robi sejak kecil diasuh oleh nenek dan kakeknya. Karena kedua orangtua nya yang sibuk, alhasil kakek dan neneknya membawa Robi tinggal di rumah mereka. Robi sangat menyayangi keduanya, begitupun sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLORINE
Teen Fiction"Jika menghilang bisa mengembalikan memorimu tentangku, maka biarkan aku melakukannya" ~Alicya Florine~