"Gimana dok keadaan teman saya?" tanya Rama saat mendapati dokter telah keluar dari ruangan tempat Robi.
"Kamu wali dari pasien?" bukannya menjawab pertanyaan Rama, sang dokter malah kembali bertanya padanya.
"Saya sahabatnya, orangtuanya masih di perjalanan menuju ke sini." jawab Rama dengan cepat.
Beruntunglah dirinya yang menunda keberangkatan ke Bandung sore nanti, saat ia menerima telepon dari nomor Aiden tadi, dirinya langsung meluncur ke rumah sakit yang sudah diberitahu oleh petugas polisi tadi. Adapun untuk Vano, kebetulan hari ini dia sedang ada kelas pagi. Jadi tak bisa ikut bersama Rama ke rumah sakit, tapi itu sudah lebih baik daripada tak ada sama sekali yang datang.
"Baik, jika mereka sudah datang, tolong beritahu langsung datang ke ruangan saya." ucap sang dokter pada Rama.
"Iya dok, tapi temen saya gimana keadaan nya?" balas Rama.
"Pasien kritis," jawab dokter dengan singkat.
Setelah mengatakan hal tersebut, dokter pun berpamitan untuk kembali ke ruangannya. Adapun Rama, ia masih berdiri di tempat dengan perasaan khawatir pada kedua temannya. Mengingat kedua teman, Rama tiba-tiba sadar bahwa ia melupakan Aiden, dimana pria itu pikirnya.
Rama pun segera mendatangi meja resepsionis untuk menanyakan dimana ruangan tempat Aiden di rawat, setelah mendapatkan jawaban nya, ia pun segera mencari ruangan tersebut.
Rama mencari dari ruangan ke ruangan, akhirnya ia pun menemukan Aiden yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Dengan cepat Rama pun masuk dan mendekati ranjang Aiden, saat Aiden melihat Rama, ia langsung memeluk sahabat nya itu.
Menyalurkan rasa cemas yang ia lalui beberapa waktu lalu, ia merasa sedikit tenang saat melihat Rama datang. Begitupun dengan Rama, dirinya merasakan hal yang sama seperti Aiden. Ia juga begitu khawatir kepada dia orang temannya, begitu melihat Aiden yang tak mengalami luka separah Robi, Rama tak berhenti bersyukur bahwa Tuhan masih menyelamatkan sahabat nya.
"Robi gimana?" tanya Aiden pada Rama.
Rama hanya terdiam menatap sahabat nya yang berbalut perban luka, ternyata persahabatan mereka sudah sampai di tahap sekarang. Lebih mempedulikan orang lain daripada diri sendiri, meskipun hanya luka ringan, tapi luka milik Aiden cukup banyak.
"Ram!" panggil Aiden saat mendapati Rama yang melamun dan tak menjawab pertanyaan nya.
"Ape?" jawab Rama kesal.
"Gue nanya tadi, bukannya dijawab, malah ngelamun." ujar Aiden menatap heran pada temannya.
"Dia kritis, bokap nyokap nya lagi otw kesini." timpal Rama menjelaskan kondisi Robi pada temannya.
Terlihat raut wajah terkejut dari Aiden, meskipun dirinya tahu bahwa luka Robi memang cukup serius, tapi ia tetao terkejut saat mendengar kondisi sahabat nya.
"Orangtua lo juga lagi otw kesini sama Echi," sambung Rama yang hanya diangguki oleh Aiden.
Beberapa menit berlalu, Aiden dan juga Rama duduk di ruang tunggu kamar Robi. Awalnya Rama menolak ajakan Aiden untuk melihat kondisi Robi disaat Aiden saja sedang terluka, namun sahabat nya itu cukup keras kepala dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Meskipun enggan, ia tetap menuruti keinginan Aiden untuk melihat kondisi Robi.
"Seandainya gue yang nyetir tadi, pasti gak bakalan kek gini jadinya." ucap Aiden saat melihat kondisi Robi.
"Gak usah nyalahin diri sendiri, ini takdir Tuhan." timpal Rama.
"Emang salah gue ram, gue tau kalo pikiran dia lagi gak tenang, yang akhirnya gak bisa fokus nyetir tadi." ujar Aiden lagi dengan menatap Robi yang setia memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLORINE
Teen Fiction"Jika menghilang bisa mengembalikan memorimu tentangku, maka biarkan aku melakukannya" ~Alicya Florine~