Setelah mengantarkan Florine ke apartemen, Robi memilih untuk segera pergi dari sana karena ia harus kembali ke rumahnya. Meskipun tujuan utamanya kembali ke Indonesia adalah untuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh ibunya, tetap saja, Florine adalah rumah pertama yang ia datangi.
Robi pun sampai di rumahnya, setelah memarkirkan motornya di halaman, ia pun segera masuk ke dalam. Namun, alih-alih disambut dengan kehangatan dan ketenangan, ia malah disambut dengan suara keras yang berasal dari ruang tengah. Ia sedikit terkejut ketika melihat kedua orangtuanya, tengah terlibat dalam pertengkaran yang memanas.
"Apa gue bilang, gak mungkin kalo mereka gak ribut." gumam Robi.
Benar, Robi sudah mengira ini akan terjadi. Mengingat kesalahan ibunya yang tak mungkin bisa di maafkan oleh sang ayah. Robi pun masuk ke dalam, pemandangan di depannya saat ini adalah yang biasa ia lihat dari dulu, dirinya memang terkejut, namun dengan cepat mengembalikan lagi ekspresi wajahnya.
Dapat ia lihat, sang ayah dengan wajah merah padam dan mata yang menyala, menyalahkan Ibu atas tindakan yang dianggapnya mengkhianati keluarga. Sementara itu, Ibu dengan mata berkaca-kaca mencoba menjelaskan alasan di balik tindakannya yang kontroversial itu. Robi, yang berdiri di ambang pintu, merasa terperangah oleh intensitas pertengkaran tersebut.
"Kenapa kamu kayak gini Gea? Sekurang itu uang kamu? Sampe kamu rela hianatin keluarga kamu sendiri?" ujar Arka pada mantan istrinya.
Arka, yang selama ini telah menjadi sosok penyayang dan bijaksana, terkejut dan marah besar ketika mengetahui tindakan Gea yang menjual rumah dan saham warisan Robi tanpa memberi tahunya ataupun Robi. Emosinya meluap ketika ia berhadapan dengan mantan istrinya.
"Aku cuman mau lindungin Robi, mas. Aku gak ada maksud buat hianatin siapapun." jawab Gea yang sudah berkaca-kaca.
"Melindungi? Dengan menjual segalanya sama musuh kita? kamu gila Gea!" balas Arka yang sudah sangat emosi kepadanya.
Sedangkan Gea hanya terdiam, ia hanya mendengarkan apa yang mantan suaminya katakan. Kenapa mantan suaminya sangat peka terhadap sesuatu, padahal ia sudah beracting menangis, tapi mantan suaminya itu tak mempercayainya sama sekali.
Saat situasi semakin memanas dan ayahnya yang mengancam akan melakukan tindakan kasar kepada sang ibu, Robi merasa tak bisa lagi berdiam diri. Dengan langkah mantap, ia memasuki ruang tengah dan dengan suara yang gemetar namun penuh keberanian, ia berkata,
"Ma, Pa, boleh aku masuk?" tanyanya pada kedua orangtuanya.
Mereka berdua mengiyakan, setelah mendapatkan izin dari kedua orangtuanya, Robi pun masuk ke dalam dan duduk di sofa yang ada disana.
"Maaf, tapi aku gak bisa diem aja liatnya. Maafin aku, Pa, tapi kekerasan bukan jalan keluar." ujar Robi saat telah mendudukkan bokongnya.
"Ini urusan orang dewasa, kamu gak ngerti apa-apa Robi!" jawab sang ayah dengan marah.
"Aku udah dewasa pa, papa lupa? Sekarang aku juga bantuin papa di perusahaan, karena papa bilang aku udah dewasa." balas Robi dengan santai.
"Dan juga, kita harus bicara dengan tenang. Marah cuman bikin semuanya lebih buruk." sambungnya.
"Robi bener, mas. Kita harus omongin ini baik-baik." timpal Gea.
"Baik, ayo kita duduk dan bicarakan ini dengan tenang." ucap Arka menyetujui usulan dari Robi.
Kedua orangtuanya terdiam, terkejut oleh keberanian dan ketegasan Robi. Dengan hati yang bergetar, Robi menyampaikan bahwa meskipun tindakan Ibu menjual saham perusahaan dan rumah warisan kakek kepada musuh keluarga adalah kesalahan besar, tindakan kekerasan tidak akan membawa kebaikan bagi siapapun. Ia meminta kedua orangtuanya untuk saling mendengarkan, mencoba memahami alasan di balik tindakan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLORINE
Teen Fiction"Jika menghilang bisa mengembalikan memorimu tentangku, maka biarkan aku melakukannya" ~Alicya Florine~