Bendera kuning mengibar di sepanjang perjalanan menuju rumah duka keluarga Ardian Wijaya yang tak lain adalah ayah dari Florine, karena kebaikan dan keramahan keluarga tersebut membuat sebagian orang yang tinggal di komplek perumahan Florine pun merasa kehilangan. Meskipun mereka jarang berinteraksi dengan Ardian, karena tempat dinas yang berbeda negara dengan mereka, namun ketika Ardian kembali ke tanah air ia selalu menyempatkan dirinya untuk sekedar berkumpul dengan para tetangga.
"Ayah, ibu." ucap seorang gadis yang baru saja tiba dengan jalan yang sedikit terpincang.
"Ayah, ibu maaf aku telat ya dateng nya." ucapnya ketika sampai di dekat jenazah kedua orangtuanya.
Florine menangis sekencang mungkin, ia memeluk 2 tubuh yang terkujur kaku itu dengan erat. Ia masih merasa bahwa ini adalah mimpi terburuk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Dek tenangin diri kamu, kasian ayah sama ibu kalo kamu kayak gini." ucap Gio sang kaka sulung, menarik pelan tubuh Florine.
"A-aku gabisa abang, aku udah berusaha nguatin diri Aku waktu perjalanan kesini." jawab Florine dengan tersedu-sedu.
"Ta-tapi te-tep aja pas liat ayah sama ibu, a-aku nangis abang." lanjutnya memeluk sang kaka dengan erat.
Gio hanya menatap iba adiknya itu, ia memeluk erat Florine tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Karna jujur saja, dirinya pun berusaha menahan tangisnya agar kuat dan bisa menjadi sandaran kedua adiknya yang kini tentu saja sudah menjadi tanggungjawab nya untuk menjaga mereka berdua.
"Bang turut berduka cita ya," ucap Robi pada Zayn ketika melihat Zayn yang tertunduk lesu, terlebih ketika melihat Florine sangat terpukul atas kepergian kedua orangtuanya.
"Makasih ya," balas Zayn berusaha tersenyum.
"Gausah maksain buat senyum, lo ga senyum juga ga akan gue cap sombong kok." ucap Robi berusaha menghibur Zayn.
"Yang lain belom selesai ya?" tanya Zayn menanyakan teman-temannya.
"Mereka tadi lagi menuju kesini bang, mereka minta izin buat pulang awalan juga katanya." jawab Robi mengingat pesan yang dikirim Rama beberapa menit lalu.
Setelah beberapa para pelayat pergi, kini waktunya jenazah dibawa ke rumah duka sebelum proses kremasi nya. Florine sudah berkali-kali pingsan sejak diberitahu bahwa orangtuanya meninggal.
"Nanti suruh yang lain langsung kerumah duka aja bi, biar ga bolak balik kasian." ucap Gio pada Robi ketika hendak menaiki mobilnya.
"Iya bang," ucapnya mengangguk pelan.
Robi pun ikut naik ke mobil bersama Zayn, Gio dan juga Florine, tak lupa ia mengetikkan sebuah pesan di grup agar dibaca oleh semua temannya.
KATOKAMA {KAdang TObat KAdang MAksiat}
Mahadewa mengubah nama grup
Putra mahesa :kalian langsung ke rumah duka kata bang Gio.
Mahadewa :kita lagi otw.
Putra mahesa :oke.
Robi pun memasukan kembali ponselnya kedalam saku jaketnya, kemudian menggenggam tangan Florine yang dingin, dirinya merasa iba pada kekasihnya itu ingin sekali memaksanya lagi untuk beristirahat, namun ia juga tak tega jika membiarkan kekasihnya menangis tersedu-sedu di RS seperti tadi.
"It's oke sayang," ucapnya mengusap punggung tangan gadisnya.
"Ayah.., ibu.., ternyata ini kejutan yang kalian maksud ya." gumam gadis tersebut yang dapat terdengar oleh ketiga pria yang bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLORINE
Ficção Adolescente"Jika menghilang bisa mengembalikan memorimu tentangku, maka biarkan aku melakukannya" ~Alicya Florine~