"Robi kok gak ngabarin aku ya," ucap Florine menatap layar ponselnya.
Ia menunggu sejak dirinya bangun sampai saat ini, namun tak kunjung mendapatkan satu pesan pun dari sang kekasih. Padahal Zayn bilang, ia sudah memberi tahu Robi bahwa dirinya sudah bangun.
"Mungkin lagi sibuk dek, dia kan ngurusin kerjaan papanya juga." timpal Gio yang mencoba menenangkan sang adik.
Kedua kakak Florine kebingungan harus mengatakan apa lagi pada sang adik tentang Robi, mereka ingin memberitahu adiknya tentang Robi, tapi keduanya khawatir tentang kesehatan Florine.
Di sisi lain, Rama dan juga Silvia yang sedang berada di rumah sakit tempat Robi dirawat. Keduanya telah mendapat kabar bahwa Florine telah bangun dari komanya, namun Rama hanya terdiam menampilkan wajah bingung.
"Napa lo ram? Muka lo kusut bener." ujar Silvia yang melihat wajah murung dari Rama.
"Gue takut si Flo nanyain si Robi, lo tau sendiri kan gimana keadaan Robi sekarang." balas Rama.
Silvia menganggukkan kepalanya, ia menyetujui ucapan Rama barusan. Dirinya juga belum tahu akan menjawab apa jika Florine bertanya tentang Robi, yang pasti untuk saat ini ia tak akan memberitahu Florine tentang keadaan Robi, karena itu akan sangat berpengaruh pada kesehatan Florine.
***
Saat Florine terbangun dari koma, ia merasakan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi, dia bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup lagi, namun di sisi lain, kekosongan yang dirasakannya semakin memperbesar rasa hampa dalam hatinya. Robi, kekasihnya, adalah sosok yang selalu hadir dalam pikiran Florine saat dia terbangun dari koma.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan pun berlalu tanpa kehadiran Robi. Florine merasa semakin terpuruk dan murung. Setiap detik yang berlalu tanpa kabar dari kekasihnya membuatnya semakin stres dan cemas. Bahkan ketika dia akhirnya dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit, kekosongan yang dirasakannya semakin dalam.
Florine mencoba mencari jawaban atas kebisuan Robi. Apakah ada sesuatu yang dia lakukan? Ataukah Robi telah meninggalkannya begitu saja? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikiran Florine, membuatnya sulit untuk merasakan kedamaian dan kebahagiaan.
Setelah berminggu-minggu berada di rumah sakit, dan akhirnya ia keluar juga. Florine merasa bosan saat di rumah, setelah berhari-hari menghabiskan waktu dalam keheningan yang menyedihkan. Untuk mengusir rasa sepi dan kekosongan, dia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek perumahannya. Langkah ringannya menyusuri jalan-jalan kecil yang dikelilingi pepohonan hijau dan bunga-bunga warna-warni.
Sinar matahari yang hangat menyentuh wajahnya, membawa sedikit kehangatan dalam hati yang gelap akibat kekosongan yang dirasakannya. Dia menghirup udara segar dengan penuh syukur, merasakan setiap hembusan angin sebagai pelipur lara bagi hatinya yang terluka.
Florine melihat anak-anak bermain riang di taman, tertawa ceria tanpa beban. Pemandangan itu mengembalikan sedikit senyum di wajahnya yang sedih. Dia merasa terhubung dengan kebahagiaan sederhana yang terpancar dari keceriaan anak-anak itu.
"Makasih udah kasih aku kesempatan buat ngeliat dunia lagi Tuhan," gumam Florine yang memperhatikan setiap apapun yang terlihat oleh matanya.
Saat dia melangkahkan kakinya melewati jalan-jalan yang familiar, dia menyadari betapa indahnya kehidupan yang sering terlewatkan dalam kesibukan sehari-hari. Suara burung bernyanyi, dedaunan berdesir, dan aroma bunga-bunga yang harum menjadi pengingat bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal kecil di sekitar kita.
Florine melanjutkan langkahnya dengan hati yang sedikit lebih ringan. Berjalan-jalan di sekitar komplek perumahannya memberinya kesempatan untuk merenung, menyegarkan pikirannya, dan menemukan kedamaian dalam kesendirian yang dia alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLORINE
Teen Fiction"Jika menghilang bisa mengembalikan memorimu tentangku, maka biarkan aku melakukannya" ~Alicya Florine~