"Jangan-jangan apa? Tuh, pasti ngaco lagi deh."
"Jangan-jangan Kak Alan habis jalan sama Kak Revi yaa," ucap Prita sembari berlari menjauh.
"Eh, mana ada! Dasar anak kecil! Sembarangan aja. Awas ya kamu, Ta!" Alan hanya mengumpat, ia masih terlalu malas dan lelah hingga tak ingin tenaganya makin terkuras untuk mengejar Prita.
Alan mendadak jadi teringat kembali dengan Revina. Sial... Kalau saja tadi Prita tak menyebut nama gadis itu, mungkin Alan tak kan galau lagi seperti itu. Pikiran Alan kembali memutar memori kejadian di toilet, ketika dirinya dan Revina bersama, begitu dekat.
Alan kembali memikirkan akan sentuhan Revina waktu itu. Sontak Alan memegang dadanya, tempat di mana Revina menyentuhnya. Entah, apa Alan kini sedang benar-benar merindukan mantan kekasihnya itu?
Lamunan Alan semakin larut, ia makin terjebak dalam masa lalunya, kembali mengingat kebersamaannya dengan Revina sebelum mereka sepakat untuk menjalani LDR karena kepergiannya ke luar negeri.
"Revina," ucap Alan tanpa sadar.
"Kak, yang di sini cuma ada Prita, Kak Revi gak di sini. Ciee... Kakak lagi kangen Kak Revi, ya?"
Alan seketika tersadar dari lamunannya, "Prita? Kamu..." Alan menunjukkan wajah kesalnya.
"Eh eh sabar, Kak! Selow, santai dong! Jadi beneran lagi kangen?"
"Gak lah. Gak mungkin. Gak usah ngaco mulu deh!"
"Ya kalo gak, kenapa Kakak sewot?"
"Kamu tuh ngeselin banget, ya!"
"Udah lah Kak, aku dari tadi liatin Kakak ngelamun gak jelas. Pake nyebut nama Kak Revi segala lagi. Kak, kalo emang Kakak masih cinta, perjuangin dong! Aku dukung seratus bahkan seribu persen deh. Kak Alan tuh cocoknya cuma sama Kak Revi!"
"Ngomong apa sih kamu? Udah ah, kak Alan mau ke kamar. Jangan gangguin kakak! Kalo mau makan malem, masak sendiri atau delivery sendiri, terserah kamu."
"Ihh Kak Alan sensi banget sih jadi orang! Dasar bucin!"
Alan berlalu ke kamarnya. Ia sungguh tak mengerti, Prita merusak mood-nya kali ini. Tapi kenapa? Apa mungkin perkataan Prita itu benar? Cinta itu masih ada. Cintanya pada Revina. Bagaimana mungkin. Kalaupun itu mungkin, itu pasti tak kan mudah karena Revina kini tak sendiri lagi.
•••
Revina masih menimbang-nimbang. Ia bingung harus maju atau mundur. Ya atau tidak. Ia sudah menyusun kata-kata se-sopan mungkin. Hanya tinggal menekan kata 'send' saja, maka maksudnya pasti bisa tersampaikan. Entah kenapa rasanya begitu sulit.
Padahal Revina hanya ingin membuat janji dengan Alan untuk konsultasi skripsinya besok. Namun, ia begitu ragu. Haruskah ia mengirim pesan pada Alan? Apa itu langkah yang benar? Sebenarnya Revina masih merasa kesal bila teringat perdebatannya dengan Alan, di mana Alan selalu menyalahkannya, menuduhnya sebagai satu-satunya penyebab berakhirnya hubungan mereka.
Sedetik kemudian, pikirannya berubah. Revina pikir, jika memang sudah tak ada apa-apa antara ia dengan Alan, mengapa ia harus salah tingkah seperti itu? Toh, ini menyangkut urusan resminya dengan Alan. Ia hanya ingin membuat janji konsultasi, bukannya mengajak bertemu untuk reuni dan nostalgia kenangan mereka.
Kata 'send' pun ditekannya. Terkirimlah pesannya untuk Alan.
>> Revina
[ Selamat malam Pak, maaf mengganggu waktunya. Saya Revina, mahasiswa bimbingan Pak Alan.
Jadi tujuan saya menghubungi Bapak karena saya ingin membuat janji konsultasi skripsi dengan Pak Alan. Saya sudah perbaiki bab awal sama seperti arahan Bapak waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomanceRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...