Revina masih berada di ruang rawat Alan hingga esok harinya. Pagi ini, Revina mengurus semua kebutuhan Alan dengan baik. Meski di sana ada perawat, Alan merasa lebih nyaman kalau Revina yang membantunya. Revina pun tak merasa keberatan. Ia masih menganggap, selama Alan sakit, pria itu menjadi tanggung jawabnya.
Gadis itu baru menyuapi sang dosen dengan semangkuk bubur, sampai bundanya pun datang.
“Vina.”
“Loh, Bunda? Kok, ke sini sepagi ini? Bunda naik apa tadi?” tanya sang putri.
“Bunda naik taksi. Kan, bunda kemarin udah janji mau ke sini lagi pagi-pagi. Bunda juga masih khawatir sama kamu. Makanya habis sarapan, bunda langsung ke sini. Nih, bunda juga bawain sarapan buat kamu.”
“Makasih, Bun. Bunda gak perlu khawatir sama aku, orang aku gapapa. Yang sakit, kan, Pak Alan.”
“Nak, Nak Alan udah siuman, ya. Gimana keadaannya sekarang? Lukanya masih sakit, kah?”
“Iya, Tante. Saya siuman semalam. Sekarang udah lebih baik, kok. Walau belum bisa terlalu banyak gerak. Tante Rosela apa kabar?”
“Baik, Nak. Berarti kamu masih harus banyak istirahat. Em, Nak Alan, tante mau ucapin terima kasih banyak. Lagi-lagi, kamu jadi malaikat penolong buat anak tante. Tante hampir putus asa kemarin karena gak kunjung dapet kabar dari Vina sampe larut malem. Ternyata, Nak Alan justru rela ngorbanin keselamatan Nak Alan demi nolongin Vina.”
“Sama-sama, Tante. Tante gak perlu bilang terima kasih. Saya juga gak bisa kalo lihat Revina kenapa-napa. Lain kali, saya gak akan biarin itu terjadi lagi. Sebisa mungkin, saya akan nemenin Revina ke manapun dia mau pergi.”
“Gimana Bapak mau nemenin saya ke mana-mana? Orang Bapak masih sakit begini,” tukas Revina.
“Ya maksudnya kalo saya udah pulih, Rev. Kamu ini.”
“Vina, kamu ini. Ya udah, biar dilanjut sarapannya Nak Alan. Suapin dulu sampe habis, setelah itu baru kamu yang sarapan,” pinta bundanya.
Setelah Alan selesai sarapan, Revina mulai memakan sarapan dari bundanya. Sementara bundanya malah asyik mengajak Alan bicara. Entah membahas kronologis penculikan Revina kemarin, hingga melebar ke bahasan-bahasan lainnya.
Rosela pamit pulang lebih dulu, sebab ia harus mengerjakan pesanan catering. Revina masih memilih tetap berada di sana menjaga Alan.
Tak berapa lama kemudian, Prita pun berkunjung. Ia juga begitu mencemaskan kakak sepupunya.
“Kak Alan, udah bangun?”
“Hmm.”
“Aku cemas mikirin Kakak, loh. O ya, nih, udah aku bawain baju ganti buat Kakak. Baik, kan, aku.”
“Makasih, Ta.”
“Eh, Kak Revi masih di sini? Kakak dari semalem belum pulang?”
“Belum. Nanti aja, agak siangan pulangnya,” sahut Revina.
“Bunda Kak Revi tadi udah ke sini?”
“Udah. Tadi sekalian bawain sarapan buat aku. Tapi, sekarang udah pulang lagi. Katanya ada pesenan catering.”
“Oh. Kirain Kakak juga mau ikut pulang sekalian sama bunda Kakak tadi. Gapapa kalo Kak Revi mau pulang dulu, kasihan Kakak juga perlu istirahat, kan. Semalem pasti gak nyaman tidur di sini. Kan, udah ada aku, Kak. Gapapa, aku yang gantiin jagain Kak Alan dulu.”
“Prita, kamu ini dateng-dateng malah ngusir Revina! Kalo dia masih mau di sini, jangan dipaksa pulang, dong,” sergah Alan.
“Eh, bukan gitu, Kak. Maksud aku tuh, biar Kak Revi-nya bisa istirahat dulu. Emang dasar Kak Alan aja yang gak mau ditinggal Kak Revi. Biar bisa modus, berduaan mulu, huh!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomanceRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...