Spam

55 0 0
                                    

Sepulang dari pekerjaannya di industri, Irsyad mampir ke rumah Revina sesuai janjinya kala menelepon Revina siang tadi. Tak ingin datang dengan tangan kosong, ia membawakan sekotak kue yang baru dibelinya di toko.

Kedatangan Irsyad, seperti biasa, selalu disambut hangat oleh bunda Revina. Irsyad pun tak perlu tegang sebab ayah Revina masih di luar kota. Bunda Revina langsung mempersilakan Irsyad masuk, menyuguhinya dengan teh hangat dan beberapa stoples camilan. Mereka bertiga pun mulai berbincang.

“Nak Irsyad, pake repot-repot segala bawain kue begini.”

“Gapapa, Tante. Tadi di jalan kebetulan lewat toko kue, jadi sekalian aja aku beli buat Revina sama Tante.”

“Kamu udah lama gak main ke sini, ya. Pasti sibuk kerja, ya?”

“Ehh, iya Tante. Tapi, mulai sekarang aku akan lebih sempetin sering-sering main ke sini kalo ada waktu luang, Tan.”

“Iya. Biar Revina juga gak kesepian, gak terlalu murung karena kangen sama kamu.”

“Bilang aja Bunda yang kangen Irsyad,” sergah Revina.

“Lah, emang bunda kangen. Tapi, emang kamu gak kangen juga sama Irsyad? Kalian pasti udah jarang bisa sering ketemuan, kan?”

“Walau gak ketemu mah, Irsyad tetep masih sering kabar-kabar lewat telepon, kok, Bun. Jadi, aku sih gak begitu kangen.”

“Iya, Tante. Aku masih berusaha biar komunikasi sama Revina tetep lancar meski di tengah kesibukan masing-masing.”

“Anak bunda juga akhir-akhir ini sok sibuk banget, Nak Irsyad. Suka bolak-balik kampus.”

“Ya kan Bunda tau kalo aku masih ada kelas perbaikan. Aku juga sekalian skripsian di kampus kok, Bun.”

“Ya... asalkan kamu gak sering-sering aja ketemu sama tuh orang.”

Revina tahu, yang dimaksud bundanya adalah Alan.

“Rev, skripsi kamu aman, kan?” tanya Irsyad.

“Aman, kok, Ir.”

“Yang penting, si dosen pembimbing kamu itu gak cari gara-gara aja.”

“Orangnya juga masih di Bandung, kok. Ada tugas seminar dari kampus katanya.”

“Ya bagus dong, Vin. Biar kalian gak perlu sering-sering ketemu lagi.”

“Perginya juga cuma tiga hari kok, Bun.”

“Hm. Bunda pikir lama perginya. Biar sekalian kamu ganti dosen pembimbing.”

“Astaga, Bunda.”

“Oh, ya. Nak Irsyad gimana kerjaannya? Lancar? Udah mulai betah pasti, ya?”

“Iya, Tan. Sejauh ini, semuanya lancar. Udah mulai terbiasa juga. Aman terkendali pokoknya. Nanti setelah aku dapet gaji pertama, aku pasti beliin sesuatu buat Tante. Sama ajak Revina jalan-jalan.”

“Semoga selalu lancar, ya. Eh iya, bunda tadi udah masak buat makan malam, tinggal dipanasin lagi. Udah hampir waktu makan malam. Nak Irsyad belum makan juga, kan? Sekalian makan bareng di sini aja, ya!”

Irsyad tentu saja tak mungkin menolak ajakan bunda Revina untuk makan malam bersama.

“Boleh, Tante. Kebetulan aku juga udah kangen banget makan masakan Tante.”

Mereka duduk bertiga di meja makan. Bunda Revina mulai menawarkan beberapa lauk yang ada kepada Irsyad. Di meja makan, sudah tersaji beragam hidangan. Dari mulai sayur capcay, ayam krispy, sambal goreng ati, serta sambal ulek lengkap dengan lalapannya.

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang