Mereka tiba di rumah Alan. Tak ada yang bisa Revina lakukan selain ikut masuk ke rumah Alan. Setelah meletakkan kopernya, Alan meminta Prita membuatkan minum untuk Revina.
“Ta, tolong bikinin minum dulu buat Revi, ya. Kakak mau bersih-bersih dulu di kamar.”
“Oke, siap, Kak.”
Revina pun tentu langsung menolaknya. “Eh, gak usah, Ta. Gak perlu repot-repot. Aku cuma pengin langsung pulang.”
“Gapapa, Kak. Aku buatin dulu, ya. Sambil Kakak nungguin Kak Alan dulu.” Prita berlalu ke dapur.
Sebelum pergi ke kamarnya, Alan mendekat ke arah Revina yang masih mematung. Kedua tangannya lantas memegang pundak Revina.
“Tunggu saya mandi dulu, ya. Nanti saya pasti anter kamu pulang, kok. Mau nunggu di sini aja atau nunggu di kamar saya sekalian? Kalo mau ikut saya ke—
“Gak, Pak. Di sini aja,” tukas Revina.
“Okelah. Terserah kamu, deh. Tunggu dulu, ya, Sayang.” Alan mengusap kepala Revina lalu berlalu ke kamarnya.
Revina mau tak mau duduk di sofa ruang tamu. Beberapa menit kemudian, Prita datang dari dapur membawa minuman dan camilan untuk Revina. Setelah menaruhnya di meja, Prita ikut duduk di samping Revina.
“Kak Revi, diminum dulu, Kak. Sama dimakan juga camilannya, ya. Kak Alan itu kalo mandi suka lama.”
“Makasih, Prita.”
Revina mulai meneguk segelas sirup buatan Prita.
“Sekali lagi aku minta maaf, ya, Kak. Udah culik Kakak pagi-pagi. Tapi, beneran deh, Kak. Aku disuruh Kak Alan.”
“Ya kamu mau-mauan aja disuruh sama dia, Ta.”
“Habisnya ... Kak Revi tau sendiri, kan, Kak Alan itu gimana. Apalagi sekarang aku masih numpang di rumahnya. Kalo gak turutin dia, yang ada ntar aku malah disiksa sama dia lagi.”
“Apa? Emang beneran kamu sering disiksa sama dia?” kaget Revina.
“Ya bercanda lah, Kak. Yang ada aku yang sering siksa dia, he-he. Aku mau turutin dia karena aku-nya sayang, sih. Mau gimana lagi?”
“Astaga, Ta. Kukira beneran dia tukang nyiksa.”
“Dari tampangnya juga gak cocok sama sekali, kan, Kak?”
“Terkadang tampang itu juga bisa mengelabui.”
“Iya juga, sih. Ha-ha. Oh ya, Kak Revi kan pergi pagi-pagi banget dari rumah. Kakak udah sempet sarapan tadi?”
“Em, belum sih, Ta. Tadi sebenernya bunda juga sempet ngelarang keluar karena belum sarapan, tapi aku bilang ke bunda bisa sarapan di luar aja. Akhirnya diizinin, deh.”
“Aduh. Maaf banget, ya, Kak. Kalo gitu nanti sekalian sarapan bareng aku aja. Kebetulan aku juga belum sarapan kok, Kak.”
“Eh, udahlah gapapa, Ta. Aku bisa beli sarapan di luar, kok, nanti. Hm, btw, boleh numpang ke toilet sebentar?”
“Eh, bolehlah, Kak. Pake toilet yang di deket arah ke dapur aja biar deket. Kakak pasti tau tempatnya, kan? Dulu kan sering main ke sini. Atau mau kuanter?”
“Em, sendiri aja gapapa, Ta. Aku masih inget letaknya, kok. Permisi dulu, ya.”
Revina menuju ke toilet. Setelah mencuci tangan dan membasuh mukanya, ia hendak kembali ke ruang tamu. Namun, sebuah kejadian tak terduga, ketika ia melewati sekitaran kamar Alan, ia dikejutkan dengan Alan yang tiba-tiba keluar kamar. Yang membuat Revina makin terkejut ialah penampakan Alan yang baru selesai mandi saat ini. Rambutnya yang masih basah, serta hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Alan pun tengah berteriak memanggil Prita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
عاطفيةRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...