Calon Mertua (?)

94 0 0
                                    

“Ayo, Rev! Jarang-jarang kamu bisa dapet penawaran spesial kayak gini, kan.”

“Astaga, Bapak. Ini sama sekali gak ada spesial-spesialnya buat saya, loh. Permisi Bapak Alan, terima kasih atas waktunya,” ujar Revina seraya mempercepat langkahnya, menjauh dari ruangan Alan.

“Loh, Rev! Kok pergi, sih?”

Suara Alan mungkin sudah tak terdengar lagi di kuping Revina. Alan yang melihat kepergian Revina, sedetik kemudian justru melebarkan senyum dan geleng-geleng kepala.

“Makin hari dia makin gemesin. Gapapa lah kalo sekarang harus sering-sering berdebat, ribut-ribut kecil dulu. Sebentar lagi kita juga saling sayang kayak dulu kok, Rev. Kita lihat aja nanti!”

Itulah Alan dengan keyakinannya. Ia masih percaya, Revinanya akan kembali.

***

Tibalah hari spesial bagi Revina, lebih khususnya bagi Irsyad. Peresmian kelulusan Irsyad dari kampus, hari ini ia akan diwisuda. Sudah pasti Revina tak mau melewatkan moment bahagia ini.

Seusai acara peresmian di gedung besar—gedung yang biasa dipakai untuk menggelar acara-acara penting kampus, para wisudawan dikawal oleh para adik tingkat menuju ke gedung kampus. Melaksanakan perayaan berikutnya di sana. Wisudawan bisa menyapa para adik tingkat, beberapa dosen, maupun teman-teman mereka yang masih harus berjuang untuk mencapai titik yang sama-yang sudah menanti untuk memberi ucapan selamat. Juga melakukan kebiasaan yang tak boleh terlewat—berfoto-foto.

Irsyad menerima banyak ucapan selamat plus buket bunga dari kawan-kawannya. Setelah bercanda tawa bersama mereka, Irsyad menghampiri Revina yang sudah menanti di sisi lain pelataran gedung dari tadi bahkan sudah sempat melambaikan tangannya, menyapa Irsyad.

Sampai di hadapan Revina, tanpa basa-basi Irsyad langsung meraih tubuh Revina dan mendekapnya erat. Satu kalimat pun terucap lembut.

“Aku sayang kamu, Rev.”

“Selamat, ya, Ir. Cie udah wisuda, Bapak Sarjana!”

“Semoga kamu cepet nyusul, Sayang.”

Irsyad pun melepaskan pelukannya.

“Aku seneng kamu di sini,” lanjut Irsyad.

“Iya, dong. Harus seneng, lah. Aku bela-belain ke kampus buat kamu aja, loh. Hari ini aku sama sekali gak ada kelas atau bimbingan.” Revina memperlihatkan wajah manjanya.

“Hmm, iyaa. Sayangku memang perhatian banget, deh. Maacih yah.” Irsyad mencubit pelan pipi Revina.

“He-he. Btw, kamu kelihatan keren deh pake toga sama baju wisuda gini. Pengin foto bareng jadinya.”

“Sayang, tanpa kamu minta pun aku mau banget, loh. Yuk yuk!”

Tanpa pikir lagi, Irsyad menyiapkan ponselnya. Mereka berdua berfoto bersama, mengambil banyak selfie. Beragam ekspresi mereka tunjukkan. Canda tawa meliputi mereka. Untuk mengambil pose yang lain, Irsyad meminta bantuan salah satu kawannya untuk mengambil foto mereka.

“Udah cukup kali, yah?” gumam Irsyad.

“Banyak banget kita ambil fotonya, Ir. Gak takut memori ponsel penuh tuh. He-he.”

“Ponselku mah bisa muat banyak, Rev. Eh, bunda kamu beneran gak jadi dateng, ya?”

“Iya. Kayak yang aku bilang di chat tadi, bunda lagi sibuk, bantuin bikin catering di tempat budhe. Padahal bunda pengin banget ketemu kamu, ngucapin selamat secara langsung. Tapi, yah gimana lagi. Bunda titip salam buat kamu sama mama-papa kamu.”

“Okelah, gapapa Sayang. Ntar aku aja yang temuin bunda kamu kalo udah ada waktu.”

“Terus mama-papa kamu sekarang di mana? Mereka dateng, kan?”

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang