Patah

144 5 0
                                    

"Kenapa kamu diem, Rev?" tanya Alan sekali lagi.

"Ya ... Saya biasa aja lah, Pak. Lagi pula itu juga bukan urusan saya, kan!"

"Kamu yakin?"

"Bapak ini kenapa, sih? Emang Bapak ngarepnya saya ngerasa gimana?"

Sekarang gantian Alan yang jadi speechless. Ia pikir Revina tahu benar apa yang diharapkannya sekarang. Tapi mengapa Revina harus bertanya lagi? Ya, Revina hanya ingin memperjelas maksud di balik pertanyaan Alan padanya. Motifnya melontarkan pertanyaan itu apa? Apa ada alasan khusus yang menyangkut hatinya saat ini?

"Oke, Rev, kalo kamu biasa aja ya baguslah. Saya cuma gak mau ada salah paham di sini. Intinya saya sama Clara gak ada hubungan apa-apa," ucap Alan seakan ingin menegaskan sekali lagi pada Revina.

"Jadi urusan kita udah selesai kan, Pak? Kalo gitu saya permisi," sahut Revina sambil melenggang pergi meninggalkan Alan di tempatnya.

Alan masih stuck di tempatnya sambil merutuki kebodohannya. Dia terus bergumam dalam pikirannya.

"Eh, kenapa sih aku harus tanya begitu ke Revina tadi? Kamu ngarepnya apa, Lan? Revina cemburu liat kamu sama Clara? Bener juga kata Revina tadi, ini bukan urusannya lagi. Aku bukan siapa-siapa buat dia sekarang, just dosen pembimbing. Jangan lupa, Lan, dia udah punya Irsyad!!" gerutu Alan dalam pikirannya.

Alan masih terus mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa antara dirinya dengan Revina sekarang semua sudah berbeda. Kisah indah mereka sudah berakhir. Cinta Revina pun sudah menjadi milik orang lain.

Tiba-tiba Alan teringat pada Clara. Gadis itu pasti sudah menunggunya sejak tadi. Alan pun tak ingin berlama-lama mematung seperti orang hilang akal di tempatnya sekarang. Ia langsung bergegas kembali ke ruangannya.

"Alan... Akhirnya kamu balik lagi. Aku nunggu kamu lama banget dari tadi," ucap Clara begitu melihat Alan memasuki ruangan.

"Sorry deh, Clar!"

"Kamu dari mana aja sih, Lan?"

"Kan aku dah bilang tadi kalo ada urusan."

"Hmm, ya udah, deh. Eh, Lan, aku udah lama gak jalan-jalan di Indonesia. Kamu harus nemenin aku pokoknya!"

"Gimana, ya? Ini kan masih jam kerja aku, Clar."

"Ya aku bakal tunggu kamu sampe selesai, baru abis itu kita jalan-jalan."

"Terserah deh, kalo mau nunggu, ya udah. Kamu mau nungguin aku di sini? Lagian kenapa kamu pake ke kampus aku segala, sih? Kan kita bisa ketemuan aja di tempat lain."

"Udah aku bilang kan, Lan, aku tuh kangen banget sama kamu. Aku gak sabar mau ketemu kamu. Makanya aku ke sini. Ya gapapa dong, sekalian aku mau liat-liat kampus kamu juga."

"Kamu tuh ya ...." Alan sangat ingin mengumpat sekarang. Akibat kehadiran Clara di kampus, ia jadi takut Revina salah paham. Alan tak mau Revina mengira selama dirinya menjalani LDR dengan Revina di Tiongkok, dirinya ada hubungan dengan Clara dan tak setia pada Revina.

"Jadi kamu gak suka aku dateng ke sini?"

"Ehm, bukan gitu, Clar, cuma kan kamu gak perlu ribet cari aku di sini segala."

"Gak ribet, kok. Buat kamu mah apa pun bisa aku lakuin."

Alan memilih diam, ia duduk di kursinya sambil membuka lembaran-lembaran kertas jawaban kuis mahasiswanya. Karena tak ingin suasana jadi canggung, Clara kembali bicara dengan mencari topik lain.

"Lan, kamu menang banyak di sini yaa, pasti mahasiswi kamu cantik-cantik. Dan gak mungkin kalo mereka gak tertarik sama seorang Alan."

"Menang banyak gimana? Yang ada malah ribet kalo dikejar-kejar 'fans' gitu, kan?"

"Idih sombongnya! Jadi bener, ya? Pak Alan ini jadi idola mahasiswi di sini? Tapi kan, mereka cantik-cantik, Lan, apa gak ada yang buat kamu tertarik satu pun? Tadi juga mahasiswi kamu yang nganterin aku ke ruangan kamu itu cantik, kan?"

"Ya... Revina memang cantik!" tanpa sadar Alan spontan mengucapkannya.

"Tuh kan, cowok mah tetep lah sama aja. Langsung aja melek kalo liat yang cantik-cantik. Pasti dulu jaman kamu kuliah gebetan kamu banyak, deh."

Alan baru saja sadar dengan ucapannya tadi.

"Eh, maksud aku semua cewek itu cantik, kan? Gak mungkin kan kalo aku bilang mereka tampan. Aku tuh bukan tipe cowok macam itu, aku nih orangnya setia. Kalo udah satu ya selamanya satu aja."

"Hm, terus siapa dia? Satu yang kamu maksud itu pasti ada orangnya, kan?"

"Kamu mau tau?"

"Penasaran, sih."

"Kamu kenal orangnya, kok."

"Hah? Siapa?"

"Cewek yang baru kamu kenal barusan."

"Cewek yang baru aku kenal kan Revina--mahasiswi kamu tadi... Tunggu deh, maksudnya... Seriusan Revina itu ...?"

"Dia mantan aku. Aku memang gak pernah cerita ke kamu soal Revina waktu kita di Tiongkok. Aku pernah bilang kan kalo aku cuma mau fokus sama pendidikan S-2 aku di sana. Sebenernya waktu itu aku harus LDR-an sama Revina. Tapi setelah aku balik ke sini, semuanya ternyata udah berubah. Dan aku harus sebut dia mantan sekarang."

"Alan... Aku bener-bener gak nyangka. Jadi sekarang kamu jadi dosen mantan kamu sendiri."

"No, bukan cuma dosen, tapi juga dosen pembimbing, aku yang harus ngedampingin dia ngerjain skripsinya."

Clara terdiam. Ia merasa bodoh jika berharap lebih pada Alan selama ini. Ia pikir kedekatannya dengan Alan selama di Tiongkok suatu saat akan mengantarkan mereka pada hubungan yang lebih spesial. Hubungan yang sangat Clara idamkan sebelum ia tahu kenyataan ini. Kenyataan bahwa kini Alan harus kembali dekat dengan kekasih masa lalunya. Dan tak menutup kemungkinan mereka bisa kembali bersama mengingat Alan itu tipe orang yang setia, yang jika sudah satu maka tetap akan satu untuk selamanya.

Seperti ada yang hancur dalam diri Clara. Harapannya, hatinya, cintanya. Hanya dalam sekian detik, angannya selama bertahun-tahun harus pupus karena satu nama yang baru dikenalnya--Revina.

"Clar, kamu kenapa? Sorry ya, aku malah jadi curhat."

"Eh, gapapa kok, Lan, aku cuma lagi mikirin kisah cinta kamu yang rumit itu aja. Hehe..." Clara berusaha bersikap biasa saja.

"Kirain kenapa, abisnya tiba-tiba kamu diem."

"Eh, Lan, terus gimana kamu sekarang? Uhm, maksudnya perasaan kamu ke Revina..."

"Entahlah, Clar. Hubungan aku sama dia berakhir gitu aja. Terlalu cepet semuanya terjadi sampe aku gak ngerti mesti gimana. Mungkin memang aku harus bisa lupain dia. Karena Revina juga udah punya pengganti."

"Maksudnya Revina udah punya pacar??" tanya Clara dengan antusias.

Alan mengangguk.

Sementara sisa-sisa puing harapan Clara kembali terkumpul seakan membangkitkan dirinya. Ia pun sedikit tersenyum simpul dan bergumam dalam hati.

"Ini artinya aku masih punya kesempatan!"

Mengetahui bahwa kini Revina sudah memiliki kekasih pengganti, Clara pikir Alan dan Revina sudah tak ada harapan lagi untuk kembali bersama. Clara merasa lebih mudah kalau ia ingin memasuki hati Alan, serasa tak ada lagi penghalang. Namun, bagaimana dengan ruang di hati Alan sendiri? Tak bersama lagi, belum tentu tak lagi di hati, bukan?

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang