“Heh, lo kenapa? Serius, ini gue nanya, loh.”
Sepertinya Irsyad mulai panik. Bagaimanapun, Prita kini berada di mobilnya dan tengah bersamanya. Bila sampai terjadi hal yang tidak-tidak, bisa-bisa ia dijadikan tersangka utama.
“Hello, lo seenggaknya bisa jawab gue, kan. Gue gak mau dituduh celakain anak orang.”
“Kak... sumpah sakit banget, nih.”
“Yah, gue kan gak ngerti juga lo sakit itu gara-gara apa.”
“Kayaknya maag aku kambuh, deh. Soalnya bagian lambung aku kek sakit banget.”
“Ah elah. Beneran, kan. Lo itu mustahil kalo gak nyusahin orang. Terus gue mesti gimana? Gue bawa lo ke rumah sakit?”
“Gak usah deh, Kak. Mungkin minum obat maag aja nanti juga baikan, kok.”
“Lo ada obatnya?”
Prita menggeleng.
“Haduhh. Ya udah, tunggu. Gue cariin bentar di apotek deket sini.”
Mobil Irsyad melaju ke sebuah apotek terdekat yang kebetulan Irsyad tahu di mana letaknya. Ia pun meminta Prita menunggu di mobil sebentar dan langsung bergegas masuk apotek untuk mencari obat maag.
Di dalam mobil, Prita masih berusaha menahan rasa sakitnya.
“Aduh, kenapa pake acara sakit begini, sih? Niatnya mau PDKT, malah jadi ribet urusannya,” cicit Prita.
Ternyata, untuk bagian Prita sakit perut kali ini bukanlah sekadar pura-pura atau bagian dari rencananya. Prita benar-benar sakit. Hal ini pun sama sekali tak diduga olehnya.
Tak sampai lima belas menit, Irsyad kembali dari apotek. Ia menyerahkan bungkusan berisi obat maag pada Prita di mobil.
“Nih, kata apotekernya, ini obat maag yang paling manjur dan banyak orang yang cocok. Lo coba aja.”
“Aku juga biasa minum yang ini kok, Kak.”
“Nah, bagus dong. Gue gak salah beli. Berabe lagi kalo ntar dituding bikin anak orang keracunan obat.”
Prita pun segera meminum obat dari Irsyad. Irsyad tak lupa membawakan air mineral untuk Prita.
“Makasih, Kak. Maaf ngerepotin,” ucap Prita selepas meminum obatnya.
“Kapan sih, lo pernah gak ngerepotin gue? Gue mah udah siap mental kalo ketemu lo.”
Kata terima kasih dan maaf dari Prita tetaplah tak membuat Irsyad luluh dan simpatik. Masih saja menyimpan kesal seperti biasa.
“Lo udah makan?” tanya Irsyad kemudian.
Prita sempat tak percaya Irsyad bisa menanyainya seperti itu. Apa kini Irsyad jadi mulai perhatian? Bila benar, kemajuan yang bagus bagi rencananya.
“Heh? Lo kebiasaan banget, kalo ditanya mesti ngelamun dulu. Nunggu mulut gue sampe berbusa, ngulang-ngulang pertanyaan, baru lo mau jawab?”
“Eh, belum, Kak.”
“Nah, itulah begonya. Udah tau punya maag, masalah makan sendiri masih gak perhatian. Parah sih, lo.”
Ya, sepertinya Prita terlalu berharap lebih. Seorang Irsyad tak mungkin bisa luluh secepat itu. Mungkin hanya Revina satu-satunya pawang ahli yang bisa membuatnya luluh.
“Kita makan dulu. Gue gak mau tiba-tiba lo sekarat lagi. Makin pusing ntar gue.”
Irsyad mengajak Prita mampir ke sebuah restoran. Setidaknya Prita sedikit melihat sisi baik Irsyad. Benar-benar lelaki yang bertanggung jawab. Sesebal-sebalnya pada Prita, ia masih mau mengajak Prita makan meski harus diselingi dengan nada-nada pedas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomanceRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...