Revina dan Alan seketika terkejut. Dengan masih diselimuti awan kekesalan, pria itu melangkah cepat menghampiri mereka. Revina menganga, pria itu ternyata Irsyad. Irsyad baru kembali dari Malang hari ini. Hal pertama yang ingin ia lakukan hanyalah menemui kekasihnya. Ia sengaja tak mengabari Revina dulu, sebab ingin memberikan kejutan. Begitu tahu Revina ada di lab pusat, Irsyad tak pikir dua kali untuk langsung menyusul. Namun, kini ia sendiri yang serasa mendapatkan kejutan, disuguhi pemandangan kekasihnya tengah dipeluk pria lain.
Irsyad menarik Revina cepat, menjauhkannya dari dekat Alan.
“Ir, kamu udah balik? Kok gak bilang kalo mau balik hari ini?” tanya Revina.
“Kenapa? Apa kamu berharap aku lebih lama lagi gak balik ke sini? Biar kamu bisa terus deket sama dia!” kesal Irsyad.
“Ya ampun, Ir. Kamu udah salah paham. Aku gak ngapa-ngapain sama Pak Alan. Yang kamu lihat tadi, bukan apa-apa. Dia cuma nolongin aku karena aku hampir jatuh kepleset, lantainya licin,” jelas Revina.
“Oh ya? Bener begitu? Tapi kenapa harus dia? Aku yakin, dia itu sengaja modus sama kamu.”
“Astaga, Ir. Udah deh. Kamu tuh—
Belum sempat Revina melanjutkan, Alan yang sedari tadi hanya diam menyaksikan, kini mulai ikut bersuara.
“Hey, Irsyad. Gimana rasanya?” tukas Alan.
“Apa maksud Anda?” sahut Irsyad yang masih emosi.
“Saya tanya gimana rasanya. Kamu baru kembali setelah LDR sama kekasih kamu, langsung disuguhi pemandangan seperti ini—kekasih kamu bersama pria lain. Gimana? Itu sama seperti perasaan saya dulu, waktu baru kembali dari Tiongkok dan lihat kalian berdua.”
Sejenak keduanya terdiam. Irsyad yang tak mau terlihat kalah di depan Alan, menyahut sebisanya.
“Gak perlu bawa-bawa nasib Anda dulu, Pak. Kita gak sama. Anda dulu pergi cukup lama dan lupain Revina yang nunggu Anda di sini. Sementara saya cuma pergi sebentar dan masih selalu inget buat kabarin kekasih saya,” ungkap Irsyad melakukan pembelaan diri.
“Dari mana kamu tau kalo saya lupain Revina? Gak usah terlalu sok pintar ambil kesimpulan sendiri!” Alan pun ikut emosi.
“Pak Alan! Irsyad! Cukup. Ngapain sih kalian ributin masa lalu lagi?” sergah Revina.
“Karena ini masih jadi masalah di antara kita bertiga, Sayang.”
“Rev, kalo Irsyad kesayangan kamu ini bener-bener cinta sama kamu, harusnya dia percaya sama kamu dan gak berpikir dangkal soal kedekatan kita.”
“Justru karena saya sayang sama Revina, saya gak mau biarin dia diganggu lagi sama mantan kekasihnya!”
“Apa saya ganggu dia? Kamu gak bisa seenaknya menghakimi kedekatan kami. Saya ingatkan lagi ke kamu, Revina mahasiswi saya, saya masih dosen pembimbingnya.”
“Dosen yang gak profesional macem Anda ini memang patut selalu dicurigai. Lagian Anda ini gak ada kerjaan selain terus gangguin kekasih orang? Urusin aja hubungan dan kekasih Anda sekarang ini!”
“Stop, deh! Kalian jangan berdebat lagi!” Revina masih berusaha.
“Kekasih mana yang kamu maksud? Hubungan apa? Saya bahkan mesti terima kamu hancurin hubungan saya sama Revina dulu.”
“Maksud Anda? Bukannya Bapak juga udah punya pengganti Revina sekarang?”
“Oh, mungkin Clara yang kamu maksud. Saya pikir Revina udah cerita sama kamu kalo saya udah putus sama Clara.”
“Apa, Pak?” Irsyad terkejut. Ia pun beralih menatap Revina, mencoba mencari kejelasan.
Revina yang merasa Irsyad mempertanyakan sikapnya yang tak memberitahu Irsyad perihal kandasnya hubungan Alan dengan Clara, langsung memberikan alasannya.
“Ir, aku gak kasih tau kamu soal mereka karena aku rasa itu memang gak penting buat kita, kan.”
“Tentu ini jadi penting buat aku, Sayang. Dia putus sama pacar barunya dan sekarang makin terus deketin kamu.”
“Kalo memang Revina yang jadi alasan buat saya putus sama Clara, kamu mau gimana?” tantang Alan pada Irsyad.
“Pak Alan?” seru Revina.
“Irsyad, kalo saya tantang kamu bersaing secara jantan buat dapetin Revina lagi, apa kamu keberatan?”
“PAK, DIA KEKASIH SAYA!”
“Dia bukan cuma kekasih kamu. Dia mahasiswi saya dan cinta pertama saya,” tegas Alan.
Irsyad hampir melayangkan satu pukulan di wajah Alan. Dengan cepat Revina mencegahnya.
“IR, STOP! Plis, jangan. Ini masih di lab pusat kampus. Aku gak mau kamu cari ribut di sini.”
“Rev, kenapa kamu terus belain dia?” sungut Irsyad.
“Aku gak belain siapa pun di sini. Aku cuma gak mau kalian bikin keributan dan libatin aku. Ir, kamu juga ngapain peduli sama perkataannya? Terserah aja dia mau bilang apa pun, mau pake segala cara juga, aku gak akan mungkin balikan sama dia. Aku akan tetep jaga hubungan kita karena aku udah janji gak mau ngecewain kamu, Ir. Dan dia ... buat aku dia itu hanya masa lalu.” Tepat di kalimat terakhirnya, Revina menoleh ke Alan.
Menatap Revina dalam-dalam, “Gak ada yang ngelarang masa lalu buat jadi masa depan, Rev. Jodoh gak ada yang tau.”
“Cukup, Pak. Saya terlalu lelah berdebat sama Bapak. Ir, kamu bisa anter aku pulang sekarang? Aku capek.”
Tak mau suasana hati Revina makin memburuk, Irsyad mencoba meredam emosinya dan menuruti kemauan Revina.
“Oke, ayo kita pulang, Sayang.” Irsyad merangkul Revina, mereka berdua keluar dari gedung lab tanpa pamit pada Alan.
Sementara Alan membeku menyaksikan kepergian Revina. Memikirkan perselisihan panasnya barusan dengan Irsyad. Berharap Revina tak benar-benar bisa menutup hati untuknya—menutup kesempatan untuk mereka kembali bersama.
•••
Tak ada banyak pembicaraan lagi antara Revina dan Irsyad selama perjalanan pulang. Irsyad pun tak berniat membuat pikiran kekasihnya makin kacau walau dalam benaknya sendiri tersimpan berjuta ketakutan sebab mantan kekasih Revina sudah terang-terangan menunjukkan keinginannya untuk memiliki Revina kembali, bahkan sampai menantang Irsyad bersaing.
Barulah ketika mobil Irsyad sampai di depan rumah Revina, Irsyad tak bisa menahan kekhawatirannya. Begitu mereka turun dari mobil, Irsyad merengkuh tubuh Revina erat.
“Ir—
“Aku rindu kamu, Sayang. Dan aku gak mau kehilangan kamu. Aku bener-bener takut.”
“Kalo kamu bisa percaya dan yakin sama aku, aku gak akan pernah pergi dari kamu, Ir.”
“Iya, Sayang. Aku cuma pengin, apa pun yang terjadi, tolong kamu cerita sama aku. Terlebih kalo dia cari masalah lagi.”
Revina mengangguk pelan dalam pelukan Irsyad. “Plis, Ir. Mulai sekarang, jangan sering-sering bahas soal dia lagi, ya. Bikin bad mood aja.”
“Oke, Sayang.” Irsyad melepas pelukannya.
“Kamu mau mampir sebentar? Ketemu bunda dulu.”
“Boleh, aku juga kangen sama bunda kamu. Oh ya, kamu dapet salam dari calon mertua, em ... papa-mamaku. Mereka pengin banget ketemu sama kamu. Aku akan segera kenalin kamu sama mereka.”
“Mereka kamu ajak ke kost kamu?”
“Gak, kok. Mereka aku minta tinggal di hotel dulu. Kalo ikut ke kost aku, takutnya kurang nyaman.”
“Hm, iya juga, sih. Aku jadi deg-degan deh mau ketemu mereka.”
“Loh, kenapa?”
“Takut kalo aku gak sesuai sama ekspektasi mereka.”
“Jangan terlalu overthink, Sayang. Aku udah cerita banyak hal tentang kamu ke mereka dan mereka bilang pengin banget bisa segera kenal kamu secara langsung. Itu berarti, mereka juga suka kamu, dong. Apalagi ntar kalo udah ketemu bunda kamu juga. Kalo perlu langsung tentuin tanggal aja deh, ya.”
“Tanggal buat papa-mama kamu ketemuan sama bunda?”
“Bukan, maksudnya tanggal ijab dan resepsi kita, Sayang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomanceRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...