Emosi Terbakar Cemburu

91 2 0
                                    

Alan begitu senang bisa menghabiskan waktu bersama Revina walau gadis kesayangannya itu terlihat tidak ikhlas. Ketika tangan mereka sudah penuh dengan kantong-kantong berisi belanjaan, mereka berniat untuk pulang. Seperti biasa, Alan tak mungkin melewatkan kesempatan untuk mengantar Revina pulang.

“Daripada naik ojek, mending pulang bareng saya, Rev.”

“Kalo saya bilang gak mau, Bapak juga tetep maksa?”

“Iya, dong. Masa' kita habis jalan bareng, tapi saya biarin kamu pulang sendiri.”

“Gak sendiri, Pak. Sama tukang ojek.”

“Saya lebih keren daripada tukang ojeknya, kan? Mending sama saya, dong, Rev.”

“Ya ampun, Pak Alan. Kalo gak anterin saya pulang sekali aja, memang Bapak bisa kenapa, sih? Gak ada efek samping juga, kan?”

“Siapa bilang gak ada, Rev? Kalo saya gak anter kamu pulang tuh nyawa saya serasa hilang satu.”

“Memang Anda punya berapa nyawa?”

“Berapa pun yang kamu mau.”

Revina kembali fokus dengan ponselnya, melanjutkan aktivitas mencari ojek online.

“Silakan aja kamu pesen ojek. Nanti saya juga bisa suruh drivernya pergi tanpa anter kamu. Kamu kan tau, saya udah pro dalam hal itu,” lanjut Alan.

“IHH BAPAK! Ngeselin banget, sih!”

“Ya udah, yuk pulang sama saya. Gak usah pake ribet, Jodohku.”

Kali ini Alan berhasil lagi. Revina sekarang ini sepertinya lebih mudah menyerah. Bisa-bisa, lama-lama ia benar-benar takluk pada sang mantan. No way! Bagaimana nasib Irsyad?

***

Revina sampai di rumah ketika hari menjelang sore. Walau merasa lelah, itu terbayarkan dengan banyaknya kudapan dan souvernir yang ia borong tadi. Bunda Revina pun antusias meng-unboxing kantong-kantong yang dibawa Revina.

Malam harinya, Irsyad menelepon Revina. Namun, sepertinya kali ini obrolan mereka tak bisa semanis biasanya. Pasalnya, Irsyad sengaja menelepon lebih awal untuk mempertanyakan kejelasan akan suatu perkara. Perkara itu cukup membuat kekasih Revina emosi. Ya, Irsyad mengetahui kalau Revina bersama Alan di bazar tadi.

“Karena aku gak bisa nemenin kamu, terus kamu malah pergi sama mantan kamu, Rev?”

“Ir, dari mana kamu bisa tau?”

“Apa pentingnya aku tau dari mana? Yang jelas itu bener, kan?”

Irsyad mengetahui hal itu dari salah satu teman kampusnya. Teman Irsyad kebetulan melihat postingan yang diunggah Alan di media sosialnya. Dalam unggahan tersebut, terlihat potret Alan dan Revina tengah bersama di bazar, bahkan Alan tampak merangkul Revina. Memang dasar Alan! Mengapa juga ia harus mengunggah moment itu di akun medsosnya?

“Aku tadi gak sengaja ketemu dia di sana, Ir.”

“Sengaja atau gak, akhirnya kalian tetep pergi bareng, kan? Gimana rasanya jalan-jalan sama mantan? Seru, kah?”

“Kamu jangan salah paham dulu. Aku juga gak ngapa-ngapain sama dia. Dianya yang terus ikutin aku. Lagian di sana juga banyak orang kan, Ir.”

“Aku gak ngerti mesti kayak gimana, Rev. Aku mau marah sama kamu, kecewa, cemburu, tapi semuanya tetep tergantung kamu. Kalo kamu mulai ada rasa lagi sama ... oh, atau rasa yang dulu memang belum hilang sepenuhnya, aku bisa apa?”

“Irsyad, kamu tau kan, aku udah janji sama kamu, gak akan buat kamu kecewa. Aku sayang sama kamu, Ir. Percayalah, gak akan pernah ada apa-apa lagi antara aku sama Pak Alan.”

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang