Modus Pagi-Pagi

67 1 0
                                    

“Udah sampe, nih, Nyonya.”

“He-he, makasih Pak Sopir yang baik hati.”

“Ha? Apaan?”

“Bercanda, Kak. Pagi-pagi gak usah baperan gitu, dong.”

Mereka turun dari mobil dan berjalan ke arah areal kampus bersama. Suasana kampus masih belum begitu ramai, mengingat ini masih sangat pagi.

“Kak, nanti pulangnya bareng lagi, kan?”

“Prita-Prita, kamu ini, baru juga nyampe kampus beberapa detik lalu, udah mikirin pulang aja.”

“Gak gitu, Kak. Aku cuma mau memastikan.”

“Hm. Kali ini, bolehlah. Itupun kalo kamu mau nunggu kakak selesai ngajar. Tapi, besok-besok, gak lagi, ya, Ta.”

“Lah, kok?”

“Ta, ini kan kamu baru pertama masuk dan masih kegiatan PMB. Besok-besok, di saat kamu udah mulai kuliah dan ada jadwal kelas, kakak gak mungkin bisa pulang bareng kamu terus. Jadwal kita udah pasti beda, Ta. Kakak gak bisa harus nungguin kamu kelar atau sebaliknya bikin kamu mesti nungguin kakak kelar. Kalo buat berangkat ke kampus, kakak masih bisalah anter kamu terus biar kamu gak terlambat. Kalo buat pulang, kan waktunya lebih santai. Kamu bisalah, naik ojek, taksi atau apa. Nanti uang jajan kamu kakak lebihin, kok. Atau bisa juga bareng sama temen-temen kamu nanti. Atau ... minta anterin sama gebetan kamu aja juga gapapa.”

“Hm, okelah, Kak. Gapapa. Yang penting beneran dikasih lebih uang jajannya. Khusus buat yang terakhir tadi, gebetan kan mesti dicari dulu, Kak.”

“Masa' beneran belum ada selain Kak Irsyad itu?” ledek Alan.

“Heh, mesti digarisbawahi, ya. Kak Irsyad itu sama sekali gak masuk daftar gebetan aku, Kak. Itu hanya untuk kepentingan misi. Kalo gebetan yang sebenernya, memang belum ada, Kak.”

“Ya udah, kali aja ntar PMB ada yang nyantol satu. Kan, kamu bisa sekalian survei, kriteria idaman kamu itu yang kayak apa.”

“Ya ampun, bisa jadi ajang modus juga, ya. Jangan-jangan, dulu Kakak pertama kali kenal Kak Revi hasil dari modusin waktu OSPEK, ya?”

“Tau aja. Tapi, gak sepenuhnya bener, sih. Kakak kenal Revi udah dari sebelum dia masuk kampus. Waktu dia masih SMA. Jadiannya memang baru waktu awal-awal dia kuliah. Dan, waktu itu kakak udah tingkat akhir, udah mau lulus. Tapi, saat Revina masih OSPEK, angkatan kakak masih bertugas mendampingi.”

“Mendampingi sambil modus, ya kan, Kak. Buktinya habis itu langsung jadian. Btw, Kak Alan belum pernah cerita ke aku, gimana perkenalan pertama antara Kakak sama Kak Revi, loh.”

“Kepo! Ngapain juga kakak kasih tau kamu?”

“Ya siapa tau aja ada hal yang bisa dipetik sebagai pembelajaran buat aku ke depannya.”

Alan baru saja ingin bernostalgia, kembali membayangkan pertemuan pertamanya dengan Revina. Di mana kala itu Revina masih berseragam putih abu-abu. Namun, bayangan Alan pecah begitu saja karena suara Prita yang mengusiknya sambil menepuk-nepuk bahunya. Sepertinya Prita jadi antusias karena melihat sesuatu.

“Kak ... Kakak, lihat, deh! Kak ....”

“Ishh apaan, sih, Ta?”

“Arah jam sembilan, coba tengok, Kak.”

Begitu Alan melihat ke arah pandang Prita tadi, ia terperangah. Dilihatnya sosok yang baru saja mau dibayangkannya dalam dunia nostalgia. Di sana, tampak Revina yang selalu cantik di mata Alan. Dengan blouse, kardigan dan celana panjang khasnya ketika kuliah. Rambutnya yang tergerai sesekali bergerak tertiup angin. Revina tengah berdiri bersandar di salah satu sisi dinding sambil menatap lurus ke depan.

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang