Calon Menantu Idaman

148 3 0
                                    

Kondisi Revina sudah membaik. Dokter pun sudah memperbolehkan Revina pulang. Raut ceria pun muncul di wajah Revina karena akhirnya ia bisa terbebas dari kebosanan yang selama ini dirasakannya saat di rumah sakit.

Dasar Revina, ia tak mempedulikan saran dan kekhawatiran bundanya. Bunda Revina sudah memintanya beristirahat di rumah selama satu atau dua hari ke depan, tapi Revina tetap tak peduli. Malam harinya ia baru pulang dari rumah sakit, esoknya ia langsung ingin kembali berangkat ke kampus.

Pagi ini bahkan bunda Revina masih mencoba meyakinkan putri satu-satunya itu agar berubah pikiran.

"Vin, kamu yakin mau ke kampus hari ini?"

"Iya lah, Bun. Kalo aku gak ke kampus, nanti aku ketinggalan banyak mata kuliah, terus aku kan juga masih harus selesaiin skripsi aku, Bun."

"Ya tapi kan bisa tunggu satu atau dua hari lagi, Vin."

"Kalo nunda-nunda terus, kapan aku lulusnya, Bun? Emang Bunda mau kalo anak Bunda ini masih terus di kampus sampe tua?"

"Gak begitu juga, Vina. Bunda tuh cuma khawatir sama kamu. Nanti kalo ada apa-apa lagi gimana? Kan dokter juga saranin buat kamu istirahat dulu."

"Tapi aku bener-bener udah ngerasa sehat kok, Bun. Aku gak akan kenapa-napa. Bunda gak usah terlalu khawatirin aku begitu, aku kan udah gede, bukan anak kecil lagi."

"Kamu nih emang bandel ya kalo dibilangin! Wajar kan kalo bunda khawatir sama anak bunda sendiri?"

"Iya wajar, sih. Tapi Bunda kayaknya berlebihan, deh. Ya udah, aku berangkat dulu, ya, Bun!"

"Loh, berangkat sekarang? Sama siapa?"

"Sendiri aja lah, Bun. Nanti aku bisa naik angkot atau naik taksi."

"Gak! Gak boleh! Kalo gitu minta Irsyad jemput kamu aja sekarang!"

"Gak usah lah, Bunda. Aku bisa kok berangkat sendiri. Irsyad kan juga punya kesibukan sendiri."

"Masa' timbang nganter kamu ke kampus aja gak bisa, sih? Emang dia juga gak mau ke kampus?"

"Jadwal jam kuliah aku sama Irsyad kan beda-beda, Bun."

"Hm, tetep aja harusnya dia bisa nganter kamu. Kalo kamu gak mau nelpon dia, biar bunda aja yang hubungin Irsyad."

"Bunda, ihh!!"

Bunda Revina pun menelepon Irsyad. Tak begitu jelas perbincangan bundanya dengan Irsyad yang bisa Revina dengar. Setelah itu, bunda Revina menampakkan senyum lebar.

"Vina, kamu tunggu sebentar, ya! Sebentar lagi pangeran kamu itu dateng buat jemput kamu, kok."

"Bunda ih... Jadi ganggu Irsyad, kan?"

"Gak, kok. Dia bilang tadi masih di rumah, kok. Sebentar lagi otw ke sini katanya. Irsyad itu lelaki yang baik, dia gak mungkin biarin kamu ke kampus sendirian. Coba aja dia nolak jemput kamu, emang mau dipecat jadi calon mantu?"

"Tapi kan Irsyad jadi pacar aku bukan buat jadi sopir, Bun."

"Ya apa salahnya anter jemput pacar sendiri, kan? Laki-laki emang harus gitu, Vina."

"Hmm, terserah Bunda, deh."

Setelah kurang lebih lima belas menit berlalu, terdengar bunyi mobil berhenti di depan rumah Revina.

"Nah tuh, pangeran kamu dateng, kan?"

Revina dan bundanya segera menyambut Irsyad di depan.

"Rev, Tante... Maaf ya aku baru dateng. Aku pikir hari ini kamu gak ke kampus, Rev, makanya aku gak dateng dari tadi."

"Iya, Irsyad. Vina emang bandel. Tadi bunda udah bilangin dia suruh istirahat dulu, tapi dia tetep ngotot mau ke kampus."

"Revina emang keras kepala, Tante. Rev, kamu yakin udah kuat ke kampus?"

"Udah, Ir. Aku tuh udah gapapa. Kamu liat sendiri kan, aku udah bisa berdiri tegak begini."

"Oke iya deh. Jadi, kita berangkat sekarang?"

"Ya udah ayok!"

"Tante, aku pamit dulu ya sama Revina."

"Iya. Hati-hati di jalan, ya! Makasih Nak Irsyad udah mau jemput Vina."

"Iya Tante, itu udah kewajiban aku, kok. Permisi, Tante."

"Vina... Kalo ada apa-apa di kampus langsung kabarin bunda, ya!!" teriak bunda Revina pada Revina yang sudah agak jauh.

"Iyaa Bunda..."

---

Irsyad dan Revina sudah sampai di kampus.

"Oke, makasih ya, Ir."

"Iya, Sayang."

"Kamu gak ikut turun?"

"Gak, Sayang. Aku mau langsung balik lagi ke rumah, mau nyiapin finishing skripsi. Nanti sore aku baru balik ke kampus buat janji bimbingan sama dosen."

"Maaf ya. Harusnya tadi bunda aku gak telepon kamu. Kamu jadi harus ke kampus cuma buat anter aku doang."

"Hish, apa sih, Rev? Emang kenapa? Udah seharusnya aku anter kamu. Hm, nanti kalo udah selesai, chat aku aja, biar aku jemput lagi."

"Gak ah. Gak perlu, Ir. Aku gak mau ganggu kamu lagi."

"Astaga, gapapa, Sayang. Aku malah khawatir kalo kamu pulang sendiri. Jadi nanti kabarin aku, ya!"

Revina pun mengangguk.

"Sipp. Oke deh, kamu yang semangat, ya. Semangat belajarnya, ehm--sama skripsinya juga. Kalo mau ketemu dosen songong itu, siapin mental dulu. Kalo dia bikin kamu naik darah lagi, langsung hubungin aku!"

"Hehe, apaan sih, Ir? Ya udah, aku masuk dulu, ya!"

"Oke, Sayang, love you!"

Irsyad pun melajukan mobilnya kembali ke rumah. Sementara Revina masuk ke kelasnya. Kebetulan setelah mata kuliah pertamanya hari ini, Revina ada kelas MKP di mana dosennya adalah Alan.

Menjelang kelas Alan tiba, Revina jadi kembali memikirkan kejadian di rumah sakit waktu itu, saat Alan menyaksikan kebersamaan antara dirinya dengan Irsyad. Lamunannya terbuyarkan ketika ia mendengar suara seseorang yang baru masuk ke kelas.

"Selamat pagi, semuanya!"

"Pagi, Pak!!"

"Baik, kita lanjutkan materi kita minggu lalu."

Alan tak sengaja bertemu pandang dengan Revina.

"Revina kok udah ada di kampus? Apa dia udah beneran sembuh? Syukurlah," gumam Alan dalam hati.

Tak sadar sebuah senyuman pun mengembang di bibir Alan.

Namun, seketika senyuman itu menghilang dan berganti kembali dengan raut datar wajahnya ketika Alan tiba-tiba mengingat kejadiannya di rumah sakit terakhir kali.

Mata kuliah Teknologi Pangan Fungsional berbobot 2 sks itu pun akhirnya berlalu. Setelah Alan selesai memberi tugas rumah untuk dikumpulkan minggu depan dan menutup sesi perkuliahannya, para mahasiswa satu per satu berhamburan keluar kelas.

Revina pun menghampiri Alan yang masih membereskan bukunya di meja depan.

"Pak Alan..."

"Eh, Rev, kamu udah sembuh?"

"Udah, Pak. Ehm--saya mau ngumpulin tugas review jurnal dari Bapak," ucap Revina sambil menyodorkan satu jilid kertas hasil pekerjaannya.

"Di ruangan saya aja." Alan tak langsung menerima tugas Revina.

Mungkin ada yang perlu Alan bahas dengan Revina. Ia agak kurang nyaman karena di kelas itu masih ada beberapa mahasiswa.

"Sekarang, Pak?"

"Ya terserah kamu. Kalo kamu mau ngumpulin sekarang ya ikut saya sekarang!"

"Hah? Ba-baik Pak."

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang