Bimbingan dan Memori Mantan

124 1 0
                                    

"Masuk!!" ucap Alan dari dalam.

Pintu pun dibuka dari luar, Revina masuk ke ruangan Alan seperti biasa dengan ketegangannya.

"Silakan. Bisa kita mulai sekarang?"

Revina mengangguk sambil menyerahkan print out skripsinya yang baru sampai bab dua pada Alan, tanpa berkata sepatah kata pun.

Alan mulai meneliti setiap kata di bab dua Revina dengan ekspresi yang sulit diartikan, seperti biasa.

"Hm, kamu yakin ini ada sumbernya semua, kan?"

"Iya, Pak."

"Semua sitasi yang kamu cantumkan di sini nanti harus sinkron sama daftar pustaka kamu, ya!"

"Baik, Pak."

"Jangan lupa lampirkan semua jurnal yang kamu pake buat sumber data. Kamu belum print out semua jurnalnya? Saya pikir kamu mau tunjukkan ke saya sekalian hari ini."

"Eh iya, maaf, Pak. Saya pikir mau print out lampirannya di akhir aja. Tapi kalo Bapak mau liat buat periksa sitasi saya, saya ada soft file seluruh jurnalnya di USB flash disk saya kok, Pak. Kebetulan saya bawa."

Revina menunjukkan flash disk-nya pada Alan.

"Sini, biar saya liat dulu."

Alan menerima flash disk Revina, ia menghubungkan flash disk itu ke laptopnya. "Banyak juga foldernya, nama foldernya apa, Rev?" lanjut Alan.

"Oh, itu Pak... Folder yang 'JURNAL SKRIPSI', ada kan, Pak? Kalo gak ketemu, sini biar saya yang cari."

"Gak perlu. Kamu pikir saya gak bisa cari sendiri apa?"

Revina pun terdiam.

Saat Alan akan mencari folder jurnal Revina, ada satu folder yang menarik perhatiannya.

"Ini folder yang 'MEMORI MANTAN' isinya apa? Foto-foto kita dulu?" celetuk Alan bak tanpa dosa.

Revina terkejut setengah mati.

"Bego banget sih kamu, Rev! Main kasih aja tuh flash disk ke dia. Lupa di sana isinya apa aja," rutuk Revina dalam hati.

Revina merasa begitu bodoh, ia pikir seharusnya ia memisahkan folder untuk urusan skripsinya di flash disk yang lain.

"Maaf, Pak," jawab Revina malu-malu.

"Oke, jurnalnya udah ketemu. Saya periksa dulu. Kamu yakin ini udah lengkap, kan?"

"Yakin, Pak."

Sepertinya Alan butuh waktu cukup lama untuk memeriksa sitasi di bab dua skripsi Revina. Revina bahkan sudah tak sabaran ingin segera mengakhiri bimbingan ini.

"Maaf Pak Alan--"

"Kenapa? Hm?"

"Kalo Bapak butuh waktu lama buat periksa sitasi saya, saya bisa kasih waktu ke Bapak, kok. Bapak bisa bawa draft skripsi saya dulu sekaligus copy file jurnalnya ke laptop Bapak. Besok saya bisa temuin Bapak lagi."

"Kenapa jadi kamu yang ngatur? Di sini siapa dosennya?"

"E-eh bukan gitu maksud saya, Pak."

"Kamu buru-buru banget pengin selesai bimbingan! Kenapa? Mau ada kelas?"

"Se-sebenernya ada urusan lain sih, Pak."

"Urusan apa?"

"Ehm... Hari ini Irsyad sidang. Jadi saya--"

"Kamu gak semangat gini waktu saya yang sidang dulu..."

"..."

"Saya tetep mau periksa sekarang dan kamu harus tetep di sini karena bimbingan kita belum selesai. Kamu bisa pikir sendiri kan, mana yang seharusnya jadi prioritas kamu, saya atau dia!"

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang