Revina kini ketakutan. Para pria itu semakin mendekat ke arahnya.
“Kalian mau apa?”
“Malem-malem sendirian aja, Cantik? Sini, mending temenin kami.”
Para pria tidak sopan itu mulai mencolek-colek Revina. Revina masih terus berusaha menghindar. Ia tahu, posisinya sekarang ini tidak aman. Pria-pria itu memang ingin mengganggunya.
“Kalian jangan macem-macem!” ancam Revina sembari terus mundur.
“Kenapa? Teriak aja. Gak bakal ada yang denger kamu di sini.”
“Stop! Jangan pegang-pegang! Pergi! Tolong,” teriak Revina.
Gadis itu benar-benar tersudut saat ini. Ia sungguh terjebak. Teriakannya pun tak menghasilkan pertolongan sama sekali. Ia mulai terisak. Apa ia harus pasrah kehilangan kehormatannya?
“Jangan! Lepas!”
Para pria tersebut terus memaksa Revina dengan kekuatannya. Teriakan Revina makin kencang, bahkan tangisnya semakin menjadi. Ia masih berusaha melindungi dirinya sendiri.
Di tengah pergulatannya dengan para preman itu, ponsel Revina kembali berdering. Masih sama, nama Alan yang terlihat di layar. Tanpa pikir panjang, Revina menjawab panggilan Alan, berharap Alan bisa menolongnya sekarang.
“Halo, Rev.”
“Pak, tolong saya,” ucap Revina dengan suara bergetar.
“Rev? Kamu kenapa? Kamu di mana sekarang?” Alan seketika ikut panik.
Revina tak menjawab. Ia masih disibukkan dengan pria-pria kurang ajar itu.
“Kamu mau ke mana, Cantik? Udah, gak usah jual mahal.”
“Stop! Jangan! Pergi kalian!”
Alan masih bisa mendengar suara-suara itu lewat telepon. Makin paniklah ia.
“Revina, tolong jawab dulu, kamu di mana sekarang? Rev? Revina, plis, kasih tau saya!”
Alan masih menanti jawaban Revina. Hanya isakan Revina yang terdengar makin kencang. Di sela-sela ketakutannya, sejenak Revina baru teringat dengan telepon Alan. Ia berharap Alan masih bisa tersambung dengannya. Benar saja, panggilannya belum terputus.
“Pak Alan.”
“Revina, kamu di mana?”
“Sekitar Jalan Flamboyan, arah mau ke rumah saya.”
“Bertahanlah. Saya otw ke sana sekarang. Jangan tutup teleponnya, ya!”
Alan melaju secepat kilat mengendarai mobilnya menuju lokasi di mana Revina berada sekarang. Kekhawatirannya sudah di puncak saat ini. Ia berharap tak terlambat datang dan tak terjadi hal buruk pada Revina.
Sembari menunggu kedatangan Alan, Revina masih mencoba melindungi dirinya sekuat tenaga. Mengerahkan segala kekuatannya untuk mendorong dan sesekali memukul para pria itu agar tak mudah menyentuhnya. Ia masih sayang dengan harga dirinya.
“Kekuatan kamu itu gak sebanding sama kekuatan kami. Menyerahlah, Cantik.”
“Pergi, kalian! Jangan macem-macem! Tolong!”
Revina hampir kehilangan kekuatannya. Ia sudah terlalu lelah berteriak dan melawan.
“Pak Alan, datanglah. Aku takut, Pak,” gumam Revina dalam hati.
Sebuah mobil berhenti di sana. Akhirnya, Alan tiba. Ia melihat beberapa pria sedang berusaha menodai mahasiswinya. Dengan raut penuh emosi dan kemurkaan, Alan menghampiri mereka lalu langsung melayangkan beberapa pukulan tinju pada pria-pria kurang ajar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomanceRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...