Bangun tidur di keesokan pagi, Revina masih saja terbayang dengan kejadian yang menimpanya kemarin. Trauma itu masih membekas meski ia belum sampai kehilangan kehormatannya. Gadis itu belum berani keluar rumah. Ia bahkan bolos untuk satu mata kuliah perbaikan hari ini.
Daripada tak melakukan apa pun, Revina memilih untuk menyicil skripsinya. Ketika ia masih fokus dengan laptopnya, bunda Revina tiba-tiba masuk ke kamarnya.
“Nak.” Bunda Revina datang dengan membawa beberapa buah yang sudah dipotong kecil-kecil yang tersaji rapi di sebuah piring, juga segelas susu dingin. “Tadi kamu makan dikit banget, kan. Nih, bunda bawain susu sama buah. Harus dimakan, ya.”
“Makasih, Bun.”
“Vina gak ke kampus hari ini?”
Revina menggeleng. “Gapapa kan, Bun, kalo aku gak ikut satu kelas hari ini? Aku ... masih takut keluar rumah.”
Bunda Revina lantas merangkul putrinya, mengusap lembut punggungnya.
“Ya udah, gapapa. Kamu gak perlu maksain kalo memang masih belum bisa. Biar kamu lebih tenang dulu di rumah, ya. Tapi, besok-besok, anak bunda gak boleh takut lagi. Harus berani, kamu harus yakin, semuanya akan baik-baik aja. Yang kemarin gak perlu diinget-inget lagi. Dilupain aja pokoknya, ya.”
Revina mengangguk.
“Anak bunda lagi lanjutin skripsi, ya?”
“Iya, Bun.”
“O iya, gimana, bisa ajak Alan ke rumah kapan?”
Ternyata, Rosela masih antusias untuk mengundang Alan ke rumah. Revina bahkan sebelumnya sudah tak teringat dengan hal itu.
“Aku belum bilang sama dia, Bun.”
“Hm, kalo bisa hari ini juga gapapa, Vin. Coba undang dia. Mungkin nanti bisa kita ajak sekalian makan malem bareng gitu. Nanti, bunda masakin yang enak. Atau, kamu kan juga bisa sekalian konsultasi skripsi, kalo dia gak keberatan kasih bimbingan di sini. Gimana, Vin?”
Untuk kalimat terakhir bundanya tadi, Revina agak setuju. Kebetulan ia memang sedang ada yang ingin ditanyakan terkait skripsinya. Namun, untuk meminta bimbingan, tadinya ia masih berpikir-pikir lagi sebab ia masih belum sanggup jika diminta bertemu di kampus.
“Boleh deh, Bun. Kebetulan aku juga pengin bimbingan tapi masih mager ke kampus. Nanti coba aku hubungin Pak Alan deh, Bun.”
“Oke. Kabarin bunda kalo dianya bisa dateng, ya.”
Bunda Revina meninggalkan kamar putrinya. Sementara Revina mulai mengambil ponselnya untuk menghubungi Alan.
>> Revina
[ Siang, Pak. Pak Alan lagi sibuk, kah? ]
Setelah membaca pesan dari Revina, bukannya membalas pesan tersebut, Alan malah langsung menelepon Revina.
“Halo, Rev. Gimana kabar kamu?”
“Saya ... baik, Pak.”
“Syukurlah. Saya gak lagi sibuk, kok. Kenapa, Rev?”
“Em, sebenernya saya pengin tanyain sesuatu ke Bapak. Soal skripsi.”
“Oh. Kalo mau bimbingan, boleh, kok. Saya kebetulan masih di kampus, nih. Seinget saya, kamu hari ini ada kelas perbaikan sama Prof Andri, kan?”
“Em, saya ... saya hari ini gak ke kampus, Pak. Saya bolos kelas Prof Andri. Saya masih di rumah.”
Alan yang peka pun mengerti. Mungkin Revina memang masih butuh waktu untuk menenangkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
RomansaRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...