Irsyad mampir sebentar ke rumah Revina, sekaligus untuk bertemu dengan Rosela—bunda Revina dan memberikan oleh-oleh yang dibawanya dari Malang. Sesuai janjinya, tak hanya untuk bunda Revina, Irsyad tentu juga memberi oleh-oleh spesial untuk Revina. Mengetahui Irsyad sudah kembali, bunda Revina terlihat lega. Pikirnya, setelah ini putrinya pasti tak akan kesepian lagi.
Mereka bertiga berbincang sebentar, membicarakan kegiatan Irsyad selama berada di Malang. Sesekali mereka saling melempar canda. Irsyad tak lupa menyampaikan niatnya untuk mengatur pertemuan antara papa-mamanya dengan Revina dan bundanya. Niatan tersebut didukung penuh dan disambut baik oleh bunda Revina. Dengan begitu juga, bunda Revina jadi merasa makin yakin kalau Irsyad memang serius dengan putrinya.
Sangat disayangkan, di moment pertemuan antara dua keluarga nantinya ayah Revina tak bisa bergabung. Pak Tama—ayah Revina bekerja di salah satu perusahaan swasta di luar kota. Karena tak memungkinkan untuk pulang-pergi, beliau memutuskan untuk tinggal saja di luar kota agar lebih dekat dengan tempat kerjanya. Keputusan ini juga sudah atas persetujuan Revina dan bundanya. Jadilah, selama tiga tahun belakangan ini, ayah Revina hanya bisa pulang ke rumah sebulan sekali. Bisa dibilang, Ibu Rosela dan Pak Tama sudah khatam menghadapi yang namanya LDR dan hubungan mereka masih bisa terjaga hingga saat ini. Itulah mengapa, bunda Revina begitu emosi ketika mengetahui putrinya sering bersedih, merasa dilupakan dan dikecewakan hanya karena LDR.
Irsyad berpamitan begitu waktu menunjukkan hampir pukul tujuh malam. Sebenarnya bunda Revina sudah menawarkan agar Irsyad mau sekalian diajak makan malam bersama, tetapi kali ini Irsyad menolak. Irsyad beralasan harus menemani kedua orang tuanya dahulu karena ini hari pertama Irsyad mengajak mereka ke sini.
Setelah Irsyad pulang, Revina dan bundanya makan malam berdua. Ketika makan, Revina terlihat tak berselera dan malah lebih sering melamun. Bundanya tentu tak bisa tahan untuk tak bertanya.
“Vin, kenapa? Kok makannya kayak gak semangat gitu? Kamu gak lagi diet, kan?” tanya bunda Revina.
“Eh, gak lah, Bun. Sejak kapan aku suka diet-diet begitu?”
“Atau kurang enak ya, masakan bunda? Perasaan bunda masak kayak biasanya, kok. Gak ada bedanya. Ini juga menu kesukaan kamu, kan.”
“Gak ada masalah sama makanannya kok, Bun. Ini enak.”
“Terus masalahnya di mana? Kamu ngelamunin apa? Pacar kamu udah balik ke sini, harusnya kamu seneng, dong. Kamu gak lagi berantem sama Irsyad, kan? Bunda lihat tadi kalian juga baik-baik aja.”
“Emang baik-baik aja, Bun. Aku gak berantem sama dia.”
“Nah, lalu apa? Bunda masih gak ngerti, kamu ada masalah apa. Mikirin apa?”
Sejujurnya Revina hanya tengah teringat dengan insiden keributan tadi. Memikirkan apakah perseteruan antara Irsyad dan Alan akan terus berlanjut. Jujur ini cukup mengganggu pikirannya. Namun, tak mungkin juga ia mencurahkan perihal ini pada bundanya. Bisa-bisa nanti bundanya ikut mengamuk.
“Vina, jangan diem aja, dong. Bunda kan jadi makin khawatir. Ceritalah ke bunda kalo kamu lagi punya masalah.”
“Gak, Bunda. Gak usah cemas, ya. Aku gapapa, kok. Tadi tiba-tiba kepikiran sama skripsi aja. Soalnya tadi baru beresin penelitian, Bun. Habis ini mesti ngolah datanya.”
“Hmm, gitu. Beneran, kan? Atau si Alan—dosen kamu itu yang bikin susah kamu, cari masalah lagi sama kamu?”
“Beneran. Kan aku udah bilang tadi, lagi kepikiran sama skripsi, bukan sama dosen pembimbingnya, Bun.”
Lagi. Kebohongan lagi, alibi lagi, alasan lagi. Setidaknya itu yang bisa Revina perbuat untuk meredam tanya dan penasaran sang bunda sekaligus mencegah reaksi yang tak diinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Kenangan Mas Dosen
Любовные романыRevina Shania Rosaline mendapat kejutan besar di masa-masa akhir semester perkuliahannya. Setelah merana menghadapi LDR tanpa kepastian, sang kekasih--Alan Raskal Affandra yang dulu juga seniornya di kampus tiba-tiba kembali dari studinya di Tiongko...