Dia yang Menemani

82 2 1
                                    

Revina dan Alan harus berpisah di depan gang rumah Revina, seperti biasa. Entah, sadar atau tidak, mereka seperti jadi terbiasa. Bahkan, akhir-akhir ini, Revina lebih sering diantar pulang oleh Alan. Ada apa dengan mereka? Memang, bagus kalau masih bisa berhubungan baik meski sudah tak menjalin asmara lagi—sudah berstatus mantan. Namun, benarkah ini sekadar sebatas hubungan baik? Orang lain yang menyaksikan kisah mereka pun akan berani berkata kalau mereka kini semakin dekat. Mungkin, ini memang yang Alan inginkan, tetapi bagaimana dengan Revina? Apa gadis itu jadi menginginkan hal ini juga?

***

Weekend ini, Revina ingin pergi keluar. Ia mengetahui kalau di dekat alun-alun kota sedang ada pembukaan bazar besar-besaran. Banyak yang menjajakan berbagai kuliner dan kudapan tradisional. Serta penjual berbagai souvernir yang menarik. Revina tertarik untuk mengunjungi bazar tersebut.

Tadinya, Revina ingin mengajak Irsyad pergi bersama. Namun, sayangnya Irsyad terpaksa harus menolaknya sebab ia punya urusan pekerjaan yang lebih penting.

“Maaf Sayang, aku tuh sebenernya pengin banget nemenin kamu. Tapi, kali ini aku gak bisa. Aku masih ada kerjaan dari industri.”

“Weekend pun kamu masih harus kerja, Ir?”

“Iya. Aku juga gak nyangka bakal ada kerjaan dadakan begini. Gak bisa juga kalo gak kukerjain.”

“Hm, ya udah gapapa, Ir. Kamu yang semangat kerjanya, ya. Aku bisa pergi sendiri, kok. Atau mungkin ajak temen yang lain. Kerjaan kamu tuh lebih penting.”

“Iya, Rev. Kamu bisa ajak aja temen-temen kamu, biar gak pergi sendiri. Atau gak, ajak bunda kamu aja coba.”

“Boleh juga, sih. Ntar coba kuajak bunda, deh.”

“Maaf ya, Sayang.”

“Irsyad... gapapa kali. Kita masih bisa pergi jalan-jalan lain kali, kan.”

“Oke, Rev. Lain kali, aku pasti luangin waktu buat kamu, deh.”

“Okey.”

“Kamu have fun di sana, ya. Love you, Sayang.”

“Love you too, Ir. Selamat bekerja! Aku tutup dulu, ya. Daa Irsyad!”

Revina tak bisa egois dengan meminta Irsyad meninggalkan pekerjaannya. Terlebih, Irsyad baru saja memulai kariernya. Selama ini, Revina selalu mensupport karier pekerjaan Irsyad. Ia pun bukan tipe cewek manja yang ingin kemauannya selalu dituruti. Irsyad merasa beruntung, Revina masih bisa mengerti dengan kesibukannya sekarang.

Revina pun mencoba mengajak bundanya.

“Bunda, di deket alun-alun ada pembukaan bazar, loh. Banyak jajanan enak di sana, Bun. Ke sana yuk, Bun.”

“Kamu aja sana, ya. Ntar bunda nitip aja. Beli kudapan yang banyak.”

“Loh, kok gitu sih, Bun? Kan aku pengin ajak Bunda bareng ke sana. Jalan-jalan sekalian, seru tau, Bun.”

“Bunda lagi mager, Vin. Ntar siangan bunda juga ada janji mau ketemu orang pesen catering.”

“Kan bentar aja, Bun.”

“Udah deh, pergi sendiri aja. Atau... kenapa gak ajak Irsyad aja, Vin?”

“Bundaku-Sayang, sebelum ajak Bunda, aku juga udah ajak Irsyad duluan. Dianya lagi gak bisa, Bun. Masih ada urusan kerjaan katanya.”

“Yah, kasihan banget anak bunda.”

“Makanya, ayok. Sama Bunda aja, ya.”

“Gak bisa Vina. Kamu sendiri juga gapapa, kan. Anak bunda kan mandiri. Atau bisa ajak temen kamu yang lain. Kan lebih seru kalo jalan-jalan sama temen-temen kamu.”

Terjebak Kenangan Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang