Prolog

988 80 7
                                    

***

Pada tahun 2051 ini, usianya genap 27 tahun. Bulan lalu, ia baru saja merayakan ulang tahunya. Tanpa kue tart, tanpa lilin, tanpa hadiah bahkan tanpa ucapan selamat, ulangtahunnya berlalu begitu saja. Sejak tiga tahun lalu, ia tinggal seorang diri. Hidup mandiri di sebuah apartemen sederhana dengan dua kamar tidur.

"Pulang lah ke rumah, hari ini ulangtahun adikmu, jangan lupa bawa hadiah," sebuah pesan masuk ke handphonenya. Pesan singkat dari ibunya. Wanita yang melahirkannya, tapi tidak ingat kapan putrinya itu lahir.

Ia, Lalisa Kim, sekarang menghela nafasnya. Bertanya-tanya apa ia harus datang? Atau sekedar mengirim hadiah dengan kurir? Lama ia menimbang-nimbang, sampai akhirnya diputuskannya untuk berangkat. Dibelinya sebuah sepatu dari toko, lalu dengan taksi yang berhasil ia hentikan, ia bawa dirinya datang ke rumah itu.

Ibunya tinggal di sebuah rumah besar, dengan halaman super luas. Ia perlu berjalan setidaknya lima menit dari gerbang depan untuk sampai ke pintu utama rumahnya. Rumah yang terlampau besar itu, ibunya tinggali bersama suami serta anak tirinya- adik tirinya, yang hari ini berulangtahun.

Seorang pelayan menghampirinya saat ia datang. Lalisa Kim, mengulurkan tangannya, menyerahkan hadiah yang seharusnya ia berikan sendiri pada si tokoh utama pesta. "Tolong sampaikan salamku, aku akan langsung pergi," katanya, tapi belum sempat ia melangkah, sebuah mobil sudah lebih dulu berhenti di depannya.

Supir mobil itu keluar, berlari, cepat-cepat membukakan pintu untuk tuannya. Tidak lama berselang, Lisa lihat ayah tirinya turun dari sana. Berdiri menatapnya dari atas sampai kaki, kemudian berdecak.

"Apa kau tidak bisa membeli sesuatu yang lebih layak?" pria itu bertanya, tidak benar-benar peduli, hanya ingin menghinanya. "Uang yang ibumu berikan tidak cukup?" tanyanya kemudian.

"Tidak, aku sudah bekerja, aku tidak menerima uang dari ibuku lagi," katanya. Berusaha sopan meski dadanya sesak mendengar suara ayah tirinya itu.

"Ah... Iya, aku lupa, Direktur Kim sudah menerimamu, iya kan?" susulnya, lantas bertanya kenapa Lisa tidak berterima kasih padanya- karena sudah dibantu mencarikan pekerjaan. Lebih tepatnya mencarikannya posisi di sebuah perusahaan ternama. "Tsk... Kau sama saja seperti ibumu, tidak tahu terimakasih," komentar pria itu, lantas melangkah masuk. Tanpa sedikit pun ia lihat Lisa, tanpa menawarinya masuk untuk ikut berpesta di halaman belakang.

Keberadaannya tidak diterima di sana. Seharusnya, ia memang tidak pernah datang.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang