2

435 68 6
                                    

***

Hari ini tepat satu pekan sejak ia meninggalkan pangkalan militer tempatnya bertugas. Akhirnya Kwon Jiyong dibebas tugaskan. Tugas wajib militernya sudah ia selesaikan. Hari-hari pertama bebas tugasnya, pria itu amat gembira. Tidak ada lagi latihan pagi, tidak ada lagi senjata dan semua aktifitas menguras tenaga. Kebebasan ada di depannya sekarang.

Namun kegembiraan itu tidak berjalan lama. Tahun lalu, ketika ia masih bertugas, hubungannya berakhir. Kekasihnya mengkhianatinya. Tidak terlalu buruk sebab ada banyak sekali aktifitas yang akhirnya membantunya sembuh. Tapi hari ini, ia rasakan kesepiannya, setelah euforia beberapa hari terakhir.

Hari ini akhir pekan, hari Minggu. Malam sebentar lagi datang, dan dikemudikannya Rolls Roycenya mengelilingi pusat kota. Tidak ada tujuan untuk perjalanannya kali ini. Hanya ia kemudikan mobilnya sembari mendengarkan radio. Mendengarkan siaran-siaran berita, kemudian sesekali mengganti frekuensinya, mencari sesuatu yang lain untuk didengarkannya.

Ia terus mengemudi, terus mendengarkan musik-musik yang diputar di radionya. Terus begitu, sampai tidak ia sadari kalau sekarang mobilnya berada di pinggiran kota. Ia tiba di kawasan kumuh yang tidak seberapa ramai sekarang. Daerah yang katanya akan dibangun ulang, tapi mangkrak karena kehabisan modal. Cepat-cepat mobilnya ia pacu, meninggalkan tempat mengerikan itu. Berharap tidak akan ada bahaya di depannya.

Nothing ever lasts forever
In the end, you changed
There is no reason, no sincerity
Take away such a thing as love
Tonight, I’ll be crooked

Lagunya— Crooked— berputar di radio. Hebat sekali, di saat hatinya sedang tidak seberapa senang, lagu itu yang justru diputar penyiar radionya. Ia akan mengganti frekuensi radionya sekarang. Sebelah tangannya sudah terulur, menekan tombol untuk mencari saluran baru. Sesekali ia melirik, melihat angka yang ada di layarnya. Tapi sepertinya, ia terlalu lama melirik, hingga tidak dilihatnya ada seorang perempuan di depannya. Seorang perempuan yang tidak ia tahu kapan dan darimana datangnya.

Beruntung laju mobilnya tidak terlalu cepat sekarang— meski ia terburu-buru. Kwon Jiyong masih sempat menginjak rem mobilnya. Ia injak dalam-dalam rem mobilnya, membuat tubuhnya berguncang ke depan, hampir membentur roda kemudi. Tapi ia bersumpah kalau kecelakaan bisa dihindarinya. Tidak ia tabrak siapapun, meski di depannya sekarang, ada seorang perempuan yang terkapar di tanah.

Kwon Jiyong terdiam sekarang. Menatap dari tempatnya duduk, menebak-nebak keadaan perempuan di depannya. Gadis itu terkulai di depan mobilnya, dengan jaket juga celana pendek yang masih menutupi lututunya. Ia memperhatikannya, terus menatapnya sembari menimbang-nimbang.

Haruskah aku turun?

Bagaimana kalau aku turun lalu seseorang menyerangku?

Apa dia mati?

Ada apa dengannya?

Apa ini jebakan?

Ia duduk dalam keragu-raguannya. Tapi gadis di depannya tidak juga bergerak. Akhirnya, setelah beberapa menit ia bimbang, kemanusiaan membawanya keluar. Jiyong buru-buru keluar dari mobilnya sekarang, memanggil sambil melihat keadaan perempuan di depannya. Gadis itu pingsan, tapi tidak ada luka apapun di tubuhnya.

Merasa kalau memanggil ambulance akan memakan banyak waktu, Jiyong membawa gadis tadi ke dalam mobilnya. Ia ingat, tiga kilo meter dari sana, ada sebuah rumah sakit kecil di kiri jalan. Ia mengangkat tubuh gadis itu, membaringkannya di kursi belakang mobilnya, lantas kembali untuk berkendara ke rumah sakit.

Sesekali pria itu melirik ke belakang, melihat gadis yang masih berbaring di sana. Rambut gadis itu tidak seberapa panjang, sedikit lebih panjang dari bahunya, dengan potongan layer cut yang rapi. Ada poni di dahinya, tapi tidak seberapa tebal. Rambutnya hitam lebat, terlihat sehat dengan wajah dan kulit yang juga halus, terlihat sangat sehat.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang