25

315 66 6
                                    

***

Selama satu tahun Jiyong sudah memberinya banyak hal. Meski sesekali bertengkar— tidak sebesar dan seintens kemarin— pria itu menunjukkan rasa sayangnya dengan begitu jelas. Selama ini Jiyong mencurahkan semua perasaannya, meski berkali-kali Lisa mengatakan agar ia tidak menyukainya. Setelah semua perasaan itu, mana mungkin Lisa tidak menyukainya? Jiyong terasa seperti pelangi dalam badainya, mana mungkin Lisa tidak menyukainya?

Lisa menyukainya. Sangat menyukainya, karena itu selalu ia katakan pada Jiyong, "jangan menyukaiku," begitu katanya, berharap, kalau Jiyong menuruti perkataannya, ia pun bisa berhenti menyukai pria itu. Berharap kalau perasaannya tidak terbalas, perasaan itu akan lenyap dengan sendirinya.

Tapi Jiyong bukan tipe pria penurut. Meski sudah berkali-kali Lisa mengatakannya, "jangan menyukaiku," pria itu tetap menyukainya. Jiyong sama sekali tidak mendengarkannya. Ia tidak pernah mendengarkannya.

"Aku menyukaimu," Lisa akhirnya menyerah. Mungkin karena suasananya yang mendukung. Mungkin juga karena ia tidak bisa berfikir jernih sekarang. Atau karena ia tidak lagi bisa menahan perasaannya? Bisa jadi karena ia merasa sangat kesepian. Apapun alasannya, malam ini akhirnya Lisa mengakui perasaannya. Ia akhirnya menyerah pada perasaan itu.

"Aku sudah berusaha menahannya," aku gadis itu kemudian. "Kim Eden senjata terakhirku. Aku pikir oppa akan berhenti menyukaiku, lalu aku juga tidak akan menyukaimu lagi, kalau oppa tahu siapa yang pernah aku kencani. Hari ini, aku pergi ke tempat yang biasa kami datangi, karena aku tidak pernah mengencani siapapun, biasanya aku mengingatnya ketika duduk di sana. Tapi hari ini, aku justru melihatmu di sana. Sepanjang hari aku hanya mengingatmu, karena itu aku kembali ke sini, karena aku ingin melihatmu," katanya, tanpa melihat pada pria yang terus memandanginya.

"Kau tidak boleh menarik lagi kata-katamu," balas Jiyong, setelah lama mereka membisu. Setelah sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Sekali lagi Jiyong memeluk gadis di sisinya. Berbisik kalau ia juga menyukainya. Mengatakan kalau ia menyesal atas semua yang dilakukannya kemarin. Lisa mengangguk, lantas setelahnya Jiyong suruh gadis itu mengganti lagi pakaiannya. Pakaiannya sekarang sudah terlalu basah karena rambut yang tidak diseka.

Lisa kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya, sedang Jiyong melakukannya di depan lemari, di dekat sederet pakaiannya yang belum sempat Lisa antar pulang. Sesekali Jiyong meninggalkan pakaiannya di sana, karena sesekali juga pria itu menginap di sana. Begitu keluar, Jiyong membantu gadis itu mengeringkan rambutnya. Meski Lisa tidak kelihatan lelah seperti malam ini, Jiyong selalu ingin mencobanya, mengeringkan rambut kekasihnya.

Lisa duduk di meja rias dengan wajah lelahnya yang pucat sekarang. Membiarkan Jiyong berdiri di belakangnya, membiarkan pria itu mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. "Kau tidak tidur sejak kemarin?" tanya Jiyong, dan Lisa mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. "Tidak makan juga?" tanyanya sekali lagi dan Lisa juga sekali lagi menganggukan kepalanya. "Kau tidak mencoba menabrakan dirimu ke mobil kan?" susul pria itu, kali ini mengkhawatirkannya.

"Tidak, aku tidak melakukannya," jawab Lisa, tanpa mengatakan alasannya— takut.

"Aku juga tidak melakukannya," kata Jiyong, menyinggung tentang briketnya kemarin. "Saat pertama kali aku membaca beritanya, aku memang merasa ingin sekali melakukannya. Aku pergi membelinya, karena aku ingin melakukannya. Tapi aku tidak melakukannya. Aku bahkan tidak mencoba melakukannya. Aku mengingatmu, kau sendirian di sini, bagaimana aku bisa melakukannya lalu meninggalkanmu? Bagaimana kau bisa tinggal di sini sendirian kalau aku melakukannya? Aku terus memikirkanmu, lalu memutuskan untuk tidak melakukannya. Karena itu aku ke sini, untuk menemuimu. Tapi aku hanya akan membuatmu khawatir kalau datang tanpa apapun, karena itu aku hanya bisa duduk di mobil, mencari sesuatu untuk aku katakan padamu," ceritanya, sesekali melirik gadis yang ia keringkan rambutnya lewat cermin di depan mereka. Lisa hanya mendengarkannya, tidak berkomentar sama sekali.

"Aku ingin menjelaskannya sejak kemarin, tapi baru sekarang dapat kesempatan," kata Jiyong kemudian, karena Lisa terus diam. "Aku bisa mengerti responmu kemarin, kau pasti terkejut, khawatir juga. Maaf, aku membuatmu khawatir kemarin," susulnya, sekali lagi bicara karena Lisa masih diam.

"Semua orang yang dekat denganku menderita," kata Lisa, akhirnya bersuara, setelah Jiyong menyelesaikan tugasnya. Setelah pria itu meletakan hairdryernya di atas meja. "Aku merasa begitu, karena itu aku sangat takut kemarin," susulnya, mengatakan alasannya marah dan menangis kemarin.

"Aku tidak akan membuatmu merasa begitu lagi, beri aku kesempatan lagi," sekali lagi Jiyong memeluknya. Pria itu perlu membungkuk agar bisa memeluk Lisa tepat di bahunya. Agar ia pun bisa menyandarkan dagunya ke bahu gadis itu.

Lisa menganggukan kepalanya. Lalu pelan-pelan gadis itu bergerak melepaskan pelukan Jiyong. Ia mengganti arah duduknya, lantas sekali lagi ia peluk perut pria itu. Menyandarkan kepalanya ke perut Jiyong lalu memejamkan matanya. Merasa seakan-akan momen itu tidak akan berlangsung lama.

"Oppa akan menginap, kan?" tanya Lisa, masih memeluk Jiyong.

"Hm... Aku akan tetap di sini, kalau kau menginginkannya," kata Jiyong, akan menuruti apapun yang Lisa inginkan sekarang.

Malam ini mereka tidur bersama. Di ranjang yang sama, tapi tidak ada seks di sana. Keduanya terlalu lelah untuk melakukan itu. Mereka hanya berbaring, bertukar pelukan lalu terlelap hanya setelah beberapa detik berbaring di ranjang. Ini hari yang sangat panjang bagi keduanya. Hari yang sangat melelahkan hingga mereka sama-sama terlambat bangun.

Keduanya baru sama-sama bangun, setelah hari berubah jadi siang. Untungnya, semua jadwal Jiyong sudah dibatalkan, karena kasus kemarin. Jadwal-jadwal itu akan ditunda, sampai waktu yang belum ditentukan. Sampai suasananya jadi cukup tenang untuk syuting iklan.

"Kau harus cepat-cepat menyingkirkan ranjang di sebelah," kata Jiyong, sebagai ganti ucapan selamat paginya.

"Hm? Apa?" bingung Lisa, belum benar-benar memahami maksud pria itu. Saking lelahnya, Lisa bahkan belum bisa benar-benar membuka matanya.

"Singkirkan ranjang satunya, kita tidak memerlukannya lagi," ulang Jiyong, lantas menarik Lisa lebih dekat padanga, memasukan gadis itu dalam pelukannya sekali lagi. Lalu menciumi puncak kepalanya. Menunjukan perasaan yang tidak bisa ia tutupi lagi. Tidak bisa ia tahan lagi.

"Biarkan saja, kita membutuhkannya, kalau bertengkar," pelan Lisa, balas memeluk pria itu.

"Tidak, buang ranjangnya. Kalau bertengkar aku akan pulang ke rumah," tegas Jiyong, seakan tengah memberi perintah.

"Oppa sudah tidak punya hak menyuruhku begitu, oppa sudah memecatku, oppa bukan bosku lagi," balas Lisa, kali ini berhasil membungkam Jiyong. Pria itu tidak ingat kalau ia sudah memecat asistennya. Jiyong tidak ingat apa saja yang sudah ia katakan kemarin— saat marah.

***
Selamat tidur

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang