47

241 59 7
                                    

***

Sekarang gadis itu marah. Ia tidak lagi bisa menikmati burgernya setelah mendengar ucapan Jiyong. Mereka kembali ke hotel sekarang, bertengkar di dalam satu kamar besar yang sudah dipesan sejak beberapa hari lalu. "Selama ini kau tahu aku tidak memakainya," kata Jiyong, membela dirinya sendiri. Meski sadar ia akan terlihat semakin buruk karenanya.

"Kalau aku tahu kau sengaja tidak memakainya, aku tidak akan membiarkanmu- augh! Kwon Jiyong! Kau benar-benar menyebalkan! Tidak cemburu?! Kepalamu sudah rusak karena cemburu pada seorang bayi! Hanya bayi!" sebal Lisa, berteriak di dalam kamar hotelnya.

"Tidak! Dengar dulu alasanku," balas Jiyong, duduk di atas ranjang hotel itu, memandangi gadis yang terus bergerak karena marah. "Melihat Yongbae punya anak, aku juga jadi menginginkannya. Lalu melihatmu bermain dengan Eden, aku jadi semakin menginginkannya. Kau memperlakukan Eden dengan sangat manis, kalau kita punya anak, kalau kau punya anakmu sendiri, kau pasti akan memperlakukannya dengan sangat baik juga. Aku terus membayangkan bagaimana kalau kau punya anakmu sendiri, anakku juga, lalu aku jadi semakin menginginkannya, sangat menginginkannya sampai tidak bisa menahan diriku sendiri," akunya, sekarang tidak berani menatap Lisa karena malu atas dirinya sendiri. Atas ia yang tidak bisa menahan dirinya sendiri.

"Oppa harusnya bilang-"

"Aku sudah berkali-kali mengatakannya!" potong Jiyong, sedikit berteriak. "Aku sudah mengatakannya, aku sudah bilang padamu, tapi kau hanya menertawakannya. Kau hanya menganggapnya bercanda," susulnya, kali ini buru-buru menurunkan volume suaranya. Kembali menjadi Kwon Jiyong yang bersalah.

"Jadi ini salahku?" ketus Lisa dan tentu saja Jiyong langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak ada yang salah-"

"Oppa yang salah!" kesal gadis itu, sebab jawaban Jiyong sama sekali tidak membuatnya senang, tidak membuatnya tenang. "Bagaimana kalau aku benar-benar hamil lalu kembali?! Atau kalau aku melahirkan di sini lalu tiba-tiba kembali ke masa depan?! Siapa yang akan merawat anakku kalau aku tiba-tiba pergi dari sini?!"

"Tentu saja aku yang akan merawatnya," pelan Jiyong. "Meski aku juga berharap kau tidak akan pernah kembali ke sana," susulnya, sama pelannya. Dan sekali lagi, jawaban Jiyong sama sekali tidak terasa menyenangkan bagi lawan bicaranya. Sama sekali tidak membuat Lisa merasa tenang.

Lisa menggerutu, lantas meraih satu kopernya. Mengatakan kalau ia akan pindah ke kamar lain. Masih terlampau kesal untuk bisa berbagi kamar dengan kekasihnya itu. Tentu saja Jiyong menahannya, mengatakan kalau Lisa tidak perlu bersikap berlebihan begitu. Tapi Lisa dan suasana hatinya, tidak ingin berada di sana. Ia tidak ingin melihat Jiyong sekarang.

"Aku mau pindah kamar, aku tidak mau melihatmu," kata gadis itu, melihat pada tangan Jiyong yang sekarang memegangi pergelangannya. "Atau aku pulang saja? Aku bisa membeli tiket pesawatnya sekarang.

Jiyong melepaskan tangannya sekarang, menghela juga nafasnya. Membiarkan Lisa melangkah keluar untuk memesan kamar baru. Ia memang bersalah— Jiyong bisa menganggap dirinya bersalah— karena berusaha menghamili kekasihnya, tanpa sepengetahuan gadis itu. Tapi rasanya kesalahan itu tidak seberapa keji, Jiyong tidak pernah memaksa Lisa untuk bersetubuh dengannya.

Mereka tidak melakukannya kalau Lisa menolak. Sepanjang permainan itu pun, Lisa tahu kalau mereka tidak memakai kondom. Meski Jiyong sedikit berbohong, mengaku mereka kehabisan benda itu. Diam-diam membuangnya, meski seharusnya Lisa mengetahuinya. Entah gadis itu mengabaikannya karena tidak peduli, atau diam-diam ia juga menginginkannya.

Lisa tidak bisa dapat kamar yang sama besar dengan milik Jiyong. Ada banyak pengunjung di hotel itu hari ini. Berjarak dua lantai mereka terpisah. Jiyong mengekor sampai ke kamar yang Lisa tempati. Staff hotelnya pasti tahu kalau mereka bertengkar sekarang.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang