14

293 62 11
                                    

***

Acara hari ini sebagian besarnya diperuntukkan untuk para trainee. Agar mereka bisa berlatih dan menunjukan hasil latihannya diluar. Beberapa senior, mereka yang sudah lebih dulu debut, termasuk Jiyong hanya datang untuk menonton, juga menilai potensi anak-anak pelatihan itu.

Lama mereka mengobrol di mobil, sekarang Jiyong dan Lisa kembali ke villa. Saat kembali acara pertunjukan bakatnya sudah di mulai. Ada panggung kecil di sana, lalu satu persatu anak pelatihan menunjukan bakat mereka. Ada yang tampil berempat, ada juga yang naik panggung berlima.

"Aku sedikit lapar, boleh aku ke food truck lagi?" bisik Lisa, yang tadi belum sempat menghabiskan makanannya.

Mereka sudah duduk di depan panggung sekarang. Di atas kursi-kursi piknik yang sebenarnya punya bir juga camilan di atasnya. Ada kentang goreng, juga buah-buahan di sana. Tapi tidak ada makanan berat.

"Hm... Pergilah, atau masak mie di dapur kalau food trucknya sudah habis. Tadi aku melihat banyak mie instan di sana, mungkin untuk tengah malam nanti," kata Jiyong, mengangguk tapi enggan untuk menemani Lisa pergi.

"Kabari aku kalau sudah giliran ibuku, ya?" pinta Lisa, berbisik sangat pelan, dan Jiyong menganggukan kepalanya.

Gadis itu melangkah pergi. Ia berjalan ke arah food truck, tapi begitu tiba orang-orang di sana sudah merapikan makanannya. Tidak ada lagi yang bisa ia makan di sana. Lisa bisa saja makan mie instan sekarang, tapi gadis itu membencinya. Ia benci mie instan.

Tidak ada makanan, tidak juga ingin kembali ke keramaian. Lisa memilih untuk duduk di tepian kolam renang. Ia duduk di salah satu kursi santainya, kemudian berbaring di sana melihat langitnya yang gelap. Tidak ada banyak bintang di sana. Bosan melihat layar gelap penuh dengan adegan-adegan menyedihkannya, ia memejamkan matanya sekarang.

Apa aku dikirim ke sini untuk menggagalkan kelahiranku? Agar ibuku bisa debut dan tidak jadi pengemis di rumah orang kikir itu?— Lisa bertanya-tanya. Tetap ia pejamkan matanya, berlaga tidur bahkan saat di dengarnya suara Jennie berteriak.

"Ya! Kau pikir aku tidur denganmu karena aku menyukaimu?!" suara gadis itu kedengaran marah sekarang. Disusul suara beberapa pukulan di bahu. "Hoyeon? Kau memilih Hoyeon untuk album barumu?! Bagaimana bisa kau bersikap begitu?! Kau bilang, kau akan memilihku kalau aku tidur denganmu! Bajingan berengsek!" marah Jennie. Sedang orang yang ia pukuli tidak mengatakan apapun. Hanya diam, membiarkan Jennie berteriak semaunya, tanpa menyadari keberadaan Lisa di sana. Di sudut gelap berselimutkan handuk cokelat yang kebetulan ada di sebelah kursi santainya.

Jennie terus berteriak. Tapi pria yang ia bentak tetap tidak mengatakan apapun. "Batalkan rencanamu, batalkan albummu!" suruh Jennie, seolah kata-katanya bisa mempengaruhi pria itu. Seolah amarahnya bisa mengendalikan pria itu.

Lama kelamaan suara itu hilang. Apa mereka berhenti? Atau Lisa yang terlelap tidur seolah tengah dinyanyikan lagu pengantar tidur. Seolah ibunya pernah menyanyikannya lagu pengantar tidur. Lisa tidak pernah mendengar lagu pengantar tidur seumur hidupnya. Ia selalu terlelap karena kelelahan.

"Kau benar-benar tidur?" sekarang suara seorang pria yang Lisa dengar. Bukan suara Jiyong, tapi pemilik suara itu kedengaran familiar. Dengan hati-hati Lisa membuka matanya, lantas ia mengumpat karena ada wajah seorang pria tengah menatapnya dari dekat, seolah akan menciumnya.

Pria itu kembali berdiri tegak setelah mendengar umpatan Lisa. Setelah ia melihat mata gadis itu terbuka. Setelah untuk beberapa detik mereka sempat bertatapan. Ia Song Mino, yang sekarang berdiri menyimpan kedua tangannya di dalam saku.

"Tidak tidur?" katanya, memperhatikan Lisa yang perlahan-lahan duduk di kursinya. "Kau mendengarnya?" susulnya ingin tahu.

"Apa?" balas Lisa, berlaga tidak mengetahui apapun.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang