56

262 57 2
                                    

***

Seperti yang sudah Lisa duga, Jiyong datang setelah lewat tengah malam. Pria itu datang karena khawatir, sebab Lisa memberitahunya kalau Rolls-Royce milik pria itu tergores. Tentu bukan mobilnya yang Jiyong khawatirkan. Jiyong datang karena khawatir kekasihnya terluka, karena khawatir anak diperut kekasihnya itu terlibat kecelakaan bahkan sebelum ia sempat dilahirkan.

Jiyong tidak datang sendirian, ia datang bersama pengawal dan managernya, lalu mereka menginap bersama di family room yang cukup luas itu. Jennie tidur di kamarnya sendiri— tanpa tahu kalau Jiyong datang— sementara Lisa harus berbagi kamar dengan kekasihnya, kemudian mereka memesan ranjang tambahan untuk manager juga pengawal yang ikut menginap.

Di meja makan, mereka berempat duduk bersama malam ini. Jiyong memesan layanan kamar untuk kudapan tengah malam mereka, memesan beberapa botol bir juga untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Lisa hanya minum air mineral di sana, sambil sesekali mengambil makanan yang ada di atas meja. Ikut berbincang, terkekeh bersama Jiyong dan rekan-rekannya, membicarakan bagaimana pekerjaan mereka hari ini. Tidak ada pembicaraan yang serius, hanya obrolan penuh candaan dan beberapa tawa.

"Lucu sekali, melihat Jiyong yang mual-mual sementara kau bisa makan apapun," komentar manager pria itu, setelah ia bercerita kalau Jiyong muntah karena menu makan siang mereka hari ini.

"Makan siang tadi benar-benar basi, nasinya sudah berair," kata Jiyong, membela dirinya. Ini kali pertamanya muntah sejak ia tahu Lisa sedang mengandung.

"Tidak, nasiku baik-baik saja," celetuk pengawalnya. "Kita makan makanan yang sama tadi," susulnya.

"Tapi nasiku basi. Nasinya benar-benar berair. Aku muntah karena ternyata nasinya basi. Kalian harus percaya," oceh Jiyong, enggan mengakui tuduhan orang-orang, kalau ia mual-mual menggantikan kekasihnya. "Lihat, sekarang aku bisa makan. Karena nasinya baik-baik saja," susulnya.

Mereka terus berbincang, sesekali tertawa sangat keras karena lelucon konyol di tempat kerja. Namun karena terlalu keras, mereka membangunkan Jennie. "Eonni, apa kau mengundang pria- oh?" bingung Jennie, melihat Jiyong juga rekan-rekannya ada di sana. Sempat tidak percaya kalau ucapan Lisa ternyata benar— G Dragon benar-benar menyusul mereka ke sana.

Pagi harinya, hanya Lisa dan Jennie yang bangun untuk sarapan. Tiga pria yang semalam datang, semuanya masih terlelap. Jiyong menolak untuk sarapan, meski sudah dibangunkan, dua rekannya pun sama. Karenanya, Lisa mengajak Jennie untuk pergi ke restoran hanya berdua. "Mereka bisa pesan layanan kamar nanti, kalau sudah bangun," kata gadis itu, menenangkan Jennie yang merasa perlu menunggu pria-pria itu bangun sebelum pergi.

Di restoran, lagi-lagi Lisa mengejutkan Jennie dengan porsi makannya. Gadis itu makan luar biasa banyak pagi ini. Hampir ia ambil semua makanan yang ada di bufet. Jennie tidak akan terlalu terkejut kalau Lisa gagal menghabiskan semua makanan itu, tapi Lisa menghabiskannya. Dalam sekejap, semua makanan yang Lisa ambil lenyap, masuk ke perutnya.

"Kalau kau dipecat karena kejadian kemarin, aku sudah bilang pada Jiyong oppa untuk memperkerjakanmu di cafenya," kata Lisa, setelah ia tenggak sisa susunya. Ia baru saja menghabiskan semangkuk sereal untuk menutup sarapannya pagi ini. "Tapi kalau kau ingin melakukan hal lainnya, aku tidak akan memaksamu bekerja di sana, di Jeju, cafenya ada di Jeju."

"Kenapa kau mau melakukannya? Menolongku?"

"Kasihan," kata Lisa, tanpa berusaha menyembunyikannya. "Merasa bersalah juga, sedikit, ayahmu jadi semakin kasar setelah melihatku, semakin menyulitkanmu juga," susulnya, menyembunyikan fakta kalau ia adalah putrinya. Kalau ia ingin membantu ibunya.

"Bukan salahmu kalau dia begitu."

"Aku tahu, tapi sebagai orang dewasa... Aku hanya merasa perlu menolongmu. Kalau aku melukai harga dirimu, kau bisa menolaknya."

"Aku mau bekerja di Jeju," pelan Jennie. "Sepertinya aku ingin mencobanya, pergi jauh dari ayahku. Melarikan diri dari deptcollector juga. Tapi aku tidak punya uang untuk pergi ke Jeju dan mencari tempat tinggal di sana."

"Aku memberimu banyak tip setiap kali mampir dan kau masih tidak punya uang? Whoa... Kau masih merasa keluargamu kaya?"

"Deptcollector mengambil semuanya!" seru Jennie, tidak terima kalau ia dianggap boros karena menghabiskan semua tip yang selalu Lisa tinggalkan untuknya. "Aku juga memberikan sebagian gajiku pada ayahku, dia tidak bekerja setelah rumah kami disita," susulnya, lebih pelan dari sebelumnya.

Lisa berdecak sekarang, "kau benar-benar berbakti," komentar Lisa.

"Apa kau tidak bisa memijamiku uang juga? Aku akan menggantinya saat gajian, dengan bunganya sekalian," tanya Jennie, meminta Lisa untuk membelikannya tiket pesawat ke Jeju. Setidaknya gadis itu bisa meminjaminya uang untuk pergi ke sana.

Lisa mengiyakannya. Ia tidak akan membelikan Jennie tiket pergi ke Jeju, tapi bersedia meminjaminya uang. Ia terlalu malas untuk mengurus transaksi tiketnya. Mereka berdua lama berbincang di restoran hotel. Jennie tetap harus di sana sampai Lisa selesai mengisi perutnya yang tidak juga penuh. Keduanya terlalu lama berada di restoran sampai Jiyong datang menghampiri mereka.

Pria itu menghampiri kekasihnya, merangkul bahunya setelah mereka sempat bertukar tatap, kemudian menunduk untuk mencium puncak kepala Lisa. "Aku heran, kalian sudah semesra ini, tapi masih saja ada orang yang tidak percaya kalian berkencan," komentar Jennie.

"Oppa tidak jadi memesan layanan kamar?" tanya Lisa, melihat kekasihnya yang baru saja datang itu.

"Aku sudah memesannya," angguk Jiyong, memperhatikan meja yang Lisa dan Jennie pakai. Menilai apa ia sudah bisa membawa gadisnya naik lagi ke kamar atau belum. "Hanya penasaran kenapa kau lama sekali di restoran," susulnya.

Jiyong mengajak dua gadis tadi untuk kembali ke kamar. Tidak ada sesuatu yang istimewa di kamar, hanya dua pria yang sudah bangun dan sedang makan di meja makan. Jiyong bergabung dengan pria-pria itu, sementara Lisa masuk ke tempat tidurnya semalam. Jennie pun sama, gadis itu masuk setelah menyapa dengan sopan pria-pria di meja makan. Ia sedikit, tidak, ia jadi sangat canggung karena kehadiran G Dragon dan managernya di sana. Jennie berusaha menyembunyikan rasa canggung itu, meski ia tidak benar-benar yakin telah berhasil menutup-nutupinya.

Di kamar, Lisa meraih dompetnya. Mengumpulkan semua uang tunai yang gadis itu punya. Sayang, uang tunainya tidak seberapa banyak hari ini. Tidak akan cukup untuk membeli tiket pesawat. Jadi, Lisa ambil dompet Jiyong, mencari uang tunai di sana. Tapi dompet Jiyong tidak banyak berbeda dari miliknya. Pria itu hampir tidak punya uang tunai.

"Oppa, pinjami aku uang," seru Lisa, menghampiri Jiyong di meja makan.

"Ambil di dompetku," jawab Jiyong, namun kekasihnya itu tetap melangkah sampai ke meja makan.

"Bukan oppa," katanya, sembari bergerak duduk di depan Jiyong, satu-satunya kursi yang kosong. Gadis itu menatap dua pria di sebelahnya sekarang. "Pinjami aku uang, Jiyong oppa yang akan membayarnya. Aku butuh semua uang tunaimu," susulnya, bicara pada manager juga pengawal Jiyong. Berkat semua uang itu, Lisa bisa meminjami ibunya uang untuk pergi ke Jeju, hanya untuk mengirim ibunya pergi jauh dari Kim Junghyun yang kasar itu. Meski sebenarnya, ia belum membicarakan apapun dengan Jiyong. Pekerjaan di cafe Jiyong, di Jeju, Lisa berbohong tentangnya. Ia minta juga bunga hutang 50% dari ibunya, tanpa jangka waktu.

"50%?! Kau mau merampokku ya?!" seru Jennie tidak percaya, di dalam kamar gadis itu, sementara pria-pria tadi masih duduk di meja makan.

"Itu bukan bunga majemuk, kalau mau merampokmu, aku akan memberimu bunga majemuk. Kembalikan uangku kalau kau sudah punya uang," santai Lisa, sekarang kembali menghampiri kekasihnya. "Oppa, aku akan menyetir sendiri dengan Jennie nanti, aku harus mengantarnya ke suatu tempat dulu," susulnya, tapi Jiyong tidak mengizinkannya. Jiyong minta pengawalnya untuk mengantar Lisa dan Jennie hari ini, sedang ia akan pergi berdua dengan managernya.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang