65

233 54 3
                                    

***

Jiyong datang dengan semua yang dibawanya ketika kecelakaan. Mobil, handphonenya, pakaian bahkan barang-barang di mobilnya, semua lengkap terbawa sampai ke tahun 2051. Sementara Lisa, ia datang tanpa membawa apapun. Bahkan cincin pernikahan yang selalu ada di jarinya, tidak lagi ada di sana.

Alice tidak ada di sana, kondisinya pun tidak memungkinkan mereka untuk menemui siapa pun— Lisa masih terlalu sakit, terlalu lelah untuk bisa bergerak pergi dari rumahnya. Meski luka-lukanya sudah 90% sembuh, gadis itu masih tidak cukup bertenaga untuk pergi kemana-mana.

"Rumah sakit di sini benar-benar luar biasa, kau baru saja koma empat hari tapi sudah boleh pulang? Bahkan tidak ada bekas operasi di kakimu," komentar Jiyong, melihat Lisa berbaring di ranjangnya, dalam kamar tidurnya.

"Tapi masih sakit, seluruh tubuhku rasanya sakit," kata gadis itu. "Peluk aku, oppa peluk aku, aku sakit," katanya, meski baru beberapa menit Jiyong melepaskan pelukannya. Pria itu baru saja kembali dari kamar mandi. "Aku bahkan dikira gila karena membicarakanmu," susulnya kemudian.

Jiyong terkekeh, lantas ia peluk gadis itu. Berbaring di sebelah Lisa, memeluknya dengan hati-hati. Lisa balas memeluk, sembari membiarkan Jiyong mengusap-usap rambutnya. "Oppa, maaf, kamarku tidak senyaman milikmu," katanya kemudian.

"Kamarmu persis seperti yang kau katakan, aku tidak terkejut," jawab Jiyong. "Dan di sini nyaman, karena kau ada di sini," susulnya. "Saat menyetir pulang dari studio Seunghyun hyung, aku khawatir sekali— bagaimana kalau saat aku datang kau sudah tidak di sana? Bagaimana aku bisa tidur sendirian di kamarku tanpamu? Meskipun berjanji aku akan baik-baik saja demi Alice, aku tetap takut sekali," akunya, masih sembari memeluk gadis yang mengaku kesakitan itu. Lisa baik-baik saja, meski tubuhnya terasa sedikit tidak nyaman. Tapi satu yang membuat gadis itu kesakitan— perasaannya. Berbagai perasaan yang memenuhi dadanya lah yang membuat Lisa jadi tidak berdaya sekarang.

"Aku terlalu sedih karena memikirkan Alice, tapi aku juga senang sekali karena ibuku benar-benar melahirkanku. Aku juga senang karena melihatmu di sini, meski sempat sangat hancur saat Eden bilang kau sudah meninggal," balas Lisa. "Sepertinya tubuhku tidak bisa mengatasi semua perasaan itu. Sekarang aku lelah sekali, sakit sekali," susulnya.

"Sekarang beristirahat lah, kita akan melewatinya bersama," tenang Jiyong. "Tidur lah sebentar, lalu kita luruskan satu persatu masalahnya," suruhnya kemudian.

Lisa sempat khawatir, kalau ia tidur dan beristirahat, Jiyong akan menghilang. Seperti teman khayalan, atau pria yang hanya datang dalam mimpinya. Gadis itu masih merasa kalau Kwon Jiyong, pria yang sekarang memeluknya, tidak lah nyata. Untungnya, ketika Lisa terlelap kemudian kembali terbangun, Jiyong masih di sana. Ikut terlelap bersamanya.

Bukan hanya Lisa yang kelelahan. Jiyong pun sama. Kekhawatiran, ketakutan, lalu rasa bersalahnya pada Alice, putri mereka, juga memenuhi dada Jiyong. Terlebih karena selama beberapa hari terdampar di sana, Jiyong tidak bisa menemukan Lisa. Pria itu pun kelelahan. Sama lelahnya seperti Lisa, saking lelahnya, mereka tidur sampai matahari terbenam lalu kembali terbit lagi.

Melihat Jiyong masih menumpangkan lengan di pinggangnya, Lisa menghela lega nafasnya. Gadis itu bergerak mendekat sekarang, memeluk erat pria yang sudah pernah ia nikahi itu. Ia bangunkan Jiyong dengan pelukannya. Tapi tidak seorang pun berusaha melepaskan pelukan itu. Meyakinkan hati masing-masing, kalau mereka bisa melewati situasi ini sekali lagi.

Pelukan pagi ini tidak selama biasanya. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, suara Jennie mengudara dan ketiganya langsung terkejut ketika menyadari keberadaan satu sama lain. Lisa tidak dengar ibunya datang pagi ini. Bunyi kunci pintu rumahnya tidak terdengar sampai ke kamar, tidak berhasil membangunkannya.

"Siapa dia?" tanya Jennie, akhirnya bisa bicara dengan tenang setelah Lisa juga Jiyong duduk di meja makan bersamanya. Bersama semua sarapan yang sudah Jennie siapkan— bukan makanan mewah dari rumah suaminya, tapi makanan yang sang ibu siapkan sendiri. Sarapan sederhana, dengan nasi dan beberapa lauk.

"Kekasihku," pelan Lisa, sedikit menundukan kepalanya sebab gugup melihat ibunya marah.

"Siapa namamu?" tanya Jennie, kali ini pada Jiyong.

"Kwon Jiyong," tentu saja Jiyong menjawabnya, meski rasanya luar biasa aneh melihat Jennie Kim, bocah yang pernah bernyanyi bersama jadi kelihatan sangat tua— meski tetap cantik.

"Usiamu?"

"Tiga puluh lima-"

"Putriku masih dua puluh tujuh tahun, kapan, dimana dan bagaimana kalian bertemu?" potong Jennie, seolah tengah menginterogasi Jiyong. Tentu saja Jennie penasaran, sebab Jiyong tidak pernah datang menjenguk Lisa di rumah sakit. Sebab Eden lah yang merawat Lisa di sana.

"Eomma hentikan," Lisa menyuruh ibunya berhenti, tapi wanita itu masih menuntut jawaban. Kali ini menatap tajam pada putrinya sendiri, menyuruh Lisa yang menjawab semua rasa penasarannya.

Tentu Lisa mengarang cerita sekarang. Mengatakan kalau ia sudah tiga tahun berkencan dengan Jiyong, mereka bertemu di tempat kerja, saling menyukai kemudian berkencan. Lisa pikir ibunya akan puas mendengar pertanyaan itu, tapi Jennie justru mengajukan pertanyaan lainnya.

"Kau sudah menikah kan? Kau menjadikan putriku simpanan?" tanya Jennie, menunjuk cincin di jari Jiyong dengan dagunya. Sial, Jiyong tidak tahu kalau ia harus melepaskan cincin pernikahannya. Jiyong tidak memperhatikannya, kalau Lisa tidak lagi memakai cincin pernikahan mereka. Bahkan Lisa pun tidak menyadarinya.

Tidak hanya masalah cincin, Jennie pun menanyakan ocehan Lisa kemarin, di rumah sakit. "Dia yang kau cari kemarin? Kwon Jiyong yang kau bilang pamannya Eden? Suamimu?" tanya Jennie, mulai memakai otaknya, mengumpulkan ingatannya setelah Lisa beralasan kalau ia kehilangan cincin pasangannya. Tidak mungkin Lisa mengatakan itu cincin pernikahan mereka. "Lalu siapa itu Alice? Kalian tidak diam-diam menikah dan punya anak di belakangku, kan?" desak Jennie, belum selesai dengan interogasinya.

Lisa semakin gugup sekarang. Ia tekan kuku-kuku jarinya, mulai kehabisan ide untuk menjawab semua rasa pernapasan ibunya. "Ku...cing? Alice itu kucing peliharaan kami, dirawat di rumah Jiyong oppa," bohong Lisa, sebab mustahil kalau ia bilang Kwon Alice, si penyanyi itu adalah putrinya. Putri yang satu tahun lebih tua darinya, siapa yang akan percaya?

"Lalu dimana rumahmu? Kenapa baru muncul sekarang? Saat purtiku di rumah sakit kenapa kau tidak menjenguknya?" Jennie belum kehabisan pertanyaan.

"Daejeon, dekat kampusku," bohong Lisa, sekali lagi. "Kemarin Jiyong oppa juga kecelakaan, di dekat kampus," lagi-lagi ia berbohong. Mengatakan kalau justru Jiyong lah yang pertama kecelakaan. Lisa harusnya menjenguk kekasihnya, tapi ia tidak jadi pergi karena Jennie menyuruhnya datang ke acara ulangtahun adik tirinya. Bahkan Jiyong terkejut dengan semua kebohongan yang Lisa ucapkan. Meski akhirnya, semua kebohongan itu akan menjadi kenyataan sebab kelihatannya tidak seorang pun mengenalinya. Bahkan Jennie tidak merasa wajahnya familiar. Gadis itu benar-benar sudah melupakan G Dragon yang dulu pernah menjadi mentornya. Kini, Jiyong hanya seorang pria yang Lisa kencani, tinggal di dekat kampus bersama kucing mereka bernama Alice.

***
Tamat

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang