42

260 60 4
                                    

***

Jiyong tidak menerima maupun menolak ajakannya. "Kita bicarakan nanti," kata pria itu. Menolak untuk bicara serius tentang pernikahan. Meski tidak ada teriakan, tidak ada perdebatan, keduanya tahu mereka bertengkar sekarang. Jiyong kelihatan marah malam ini. Pria itu tidak memeluknya. Meski Lisa memeluknya, Jiyong tidak berbalik, tetap memunggunginya, seolah tengah lelap dalam tidurnya.

Paginya, ketika Lisa bangun pria itu tidak di sana. Masakan cina milik Jiyong semalam pun tidak di sana, kotak makannya sudah bersih, tertumpuk di sebelah tempat sampah. Ini hari Kamis, ia tidak harus bekerja sekarang. Tapi respon Jiyong semalam, juga kepergiannya pagi ini, membuatnya tidak bisa berlibur. Membuatnya tidak bisa beristirahat.

"Aku pulang dulu, sekarang sudah sampai di rumah," sebuah pesan dari Jiyong masuk ke handphonenya.

Lisa merespon pesan itu dengan helaan nafasnya yang berat. Lalu dipilihnya untuk mengabaikan pesannya, tanpa membuka pesan itu. Anggap saja aku masih tidur— pikirnya. Lantas kembali berbaring, memikirkan lagi keraguannya semalam. Apa harus mereka menikah, sebelum ia menghilang? Kalau dia pergi nanti, apa pernikahan itu akan jadi kenangan indah untuk Jiyong? Atau justru akan merubah kekasihnya jadi seperti Kim Junghyun? Melihat respon Jiyong sekarang, rasanya pernikahan bukan hal yang pria itu inginkan.

Rencananya ia akan tetap di rumah hari ini. Merenung, sebelum menemui kekasihnya lagi. Tidak ada ibu yang bisa memberinya saran, tidak ada juga teman yang bisa dipercayainya. Bercerita pada Yongbae— yang tahu keadaannya— juga rasanya salah. Ia menghindari pria beristri, khawatir dirinya akan jadi seperti ibunya atau dicap seperti ibunya.

Tapi tepat di jam makan siang, Choi Seunghyun meneleponnya. Mengajaknya untuk bertemu, mengajaknya untuk makan siang bersama. Tanpa banyak berfikir, Lisa mengiyakannya. Ia beri tahu Seunghyun restoran yang diinginkannya, lalu mengakhiri panggilan mereka setelah ia katakan kalau dirinya akan bersiap-siap sekarang.

Sambil mandi, gadis itu menelepon kekasihnya. Diletakannya handphonenya di atas rak sabun, dekat dengan pancuran tempatnya berdiri sekarang. "Oppa?" sedikit mengigil, merasakan air dingin menyentuh rambut dan tubuhnya.

"Ya? Ada apa?" tanya Jiyong, tidak penasaran dengan suara air yang jadi latar belakang telepon mereka sekarang.

"Hari ini aku mau makan siang dengan Seunghyun oppa," lapor gadis itu, bukan meminta izin kekasihnya. "Dia mengajakku makan siang, katanya ada yang ingin dia bicarakan tentang pekerjaannya. Aku rasa ada yang ingin dia katakan padamu, tapi sebelum menghubungimu sendiri, dia mau bertanya dulu padaku," susulnya.

"Suruh dia langsung bicara padaku, kenapa menghubungimu?" balas Jiyong, meski tahu larangannya tidak akan membuat Lisa batal berangkat. Gadis itu sudah mandi sekarang, ia akan tetap pergi apapun alasannya. Tidak akan ia biarkan mandinya itu sia-sia.

"Oppa mau ikut datang? Kami akan makan siang di cafe tempat ibuku bekerja," tanya Lisa. "Dijam makan siang, mereka menjual chicken steak dan spaghetti, mungkin ada pasta lainnya juga. Tapi rasanya... biasa, seperti pasta instan," katanya kemudian.

Jiyong berdecak mendengarnya. Seperti yang sudah ia duga, Lisa akan tetap pergi. Gadis itu bukan menelepon untuk minta izin, panggilan kali ini hanya pemberitahuan. Agar tidak ada kesalahpahaman nanti, kalau resiko terburuknya, Lisa dan Seunghyun dipotret seseorang.

"Aku punya janji dengan Yongbae siang ini, kalau dia mau aku akan mengajaknya ke sana," kata Jiyong, tidak ada celah untuk berdebat. "Akan aku hubungi nanti, kalau jadi berangkat ke sana," susulnya.

"Baik, tolong matikan teleponnya aku- augh! Perih! Aku masih mencuci rambutku, tolong matikan teleponnya," katanya, lagi-lagi membuat Jiyong berdecak sebelum pria itu mengakhiri panggilannya.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang