35

274 63 1
                                    

***

Dua botol soju dan tiga kaleng beer di letakan di atas meja. Di taruh tepat di sebelah Lisa. Dengan santai, gadis itu membuka botol sojunya. Dengan santai juga, ia tuangkan soju itu untuk Jiyong. Jennie tidak tertarik melihatnya, toh dia yang baru 19 tahun tidak akan diberi barang setetes pun. Jiyong tidak akan memberinya alkohol, terlebih ditempat umum.

Lisa meletakan botolnya, membuat Jiyong kemudian meraih botol itu, akan menuang minuman yang sama untuk Lisa tapi ia menutup gelasnya. "Siapa yang akan menyetir pulang kalau aku juga minum?" tanya Lisa, membuat Jiyong mengangguk, lantas membatalkan rencananya. Ia letakan lagi botol sojunya. Kembali membagi daging panggangnya, untuk dirinya sendiri, untuk Lisa juga untuk Jennie. Hanya memindahkan daging-daging yang sudah matang ke tepian grill pannya.

"Apa perempuan hamil boleh minum alkohol?" komentar Jennie, tentu tidak seberapa keras. Tapi cukup untuk membuat Lisa menginjak kaki Jiyong. Menyalahkan pria itu atas kebohongan bodoh yang dikatakannya.

"Kenapa kau mengundurkan diri?" Jiyong bertanya padanya sekarang. Alih-alih menjawab pertanyaan Jennie.

"Aku sudah terlalu tua," pelan Jennie.

"Tua? Kau baru sembilan belas tahun," kata Jiyong. Bicara pada Jennie seolah ia tidak tahu kalau perempuan itu adalah ibu dari kekasihnya. Untuk sekarang, Jiyong tidak perlu terlalu menghormati Jennie, bukan? Gadis itu belum melahirkan kekasihnya. Lagi pula rasanya seperti lelucon kalau ia memanggil dan memperlakukan wanita itu sebagai ibu mertuanya.

Jennie tidak langsung menjawabnya. Ia melihat pada Jiyong yang tidak menatapnya, pada pria yang sibuk melihat daging-daging di tengah meja. Kemudian ia palingkan wajahnya, melihat pada perempuan yang sedari tadi memperhatikannya. Lisa menatapnya dengan tatap yang tidak bisa ia artikan.

"Kau menyerah?" Lisa bertanya sekarang. Tidak bisa menahan dirinya.

"Menyerah?" ulang Jennie, tidak segera menanggapinya.

"Kenapa menyerah pada mimpimu? Padahal selama ini kau berusaha keras untuk debut," Lisa mengulangi pertanyaannya, tidak bisa menunggu Jiyong yang mencaritahu jawabannya.

"Siapa yang bilang padamu kalau aku bermimpi untuk debut?" tanya Jennie, masih tidak ingin menjawab pertanyaan Lisa. "Oppa bilang begitu padanya? Aku tidak pernah bilang ingin debut," susulnya, kali ini bertanya pada Jiyong.

Jiyong menurunkan tangannya. Di bawah meja ia menggenggam tangan Lisa. Memberi tanda, memintanya untuk berhenti. "Lalu apa yang kau inginkan?" Jiyong yang sekarang bertanya.

"Kalian membawaku ke sini untuk mengintrogasiku?" terus Jennie jawab semua pertanyaan yang diberikan padanya dengan pertanyaan lainnya.

Sampai Lisa akhirnya menghela nafasnya kemudian menuangkan segelas soju untuk Jennie. "Minum lah, kalau mau," kata gadis itu. Ia tidak tahu kalau sekarang, tapi di 2051, ibunya selalu minum alkohol. Kapan pun ia punya kesempatan. Hanya menyesap satu sampai tiga teguk, setiap ada kesempatan.

Jennie menenggak alkoholnya. Lalu Lisa menuangkan segelas lagi untuknya. "Kalau oppa ingin merokok, pergilah ke mobil," kata Lisa, bicara pada Jiyong sementara Jennie tengah menahan alkohol dari minuman yang ia minum. Gadis itu tidak menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Ia menyesapnya, sedikit demi sedikit, sampai akhirnya Jiyong mengangguk dan pergi ke mobil. Mengaku kalau ia akan merokok di sana. Meski sebenarnya, pria itu hanya ingin memberi ruang pada Lisa juga ibunya di sana.

"Jadi trainee sulit ya?" tanya Lisa, saat Jennie hampir menghabiskan dua gelas pertamanya. Lisa pikir, ibunya sudah mabuk-mabukan sedari muda, tapi hari ini ia lihat wanita itu tidak bisa mengatasi pahit minumannya. Jennie bukan seorang yang sudah terbiasa menenggak soju. Tidak seperti yang Lisa duga.

"Tidak," santai Jennie, lantas menggelengkan kepalanya. "Jadi trainee mudah, kalau aku mau, aku sudah debut sejak beberapa tahun lalu," susulnya, sudah merasa pusing hanya dengan beberapa tetes soju.

"Oh ya? Lalu kenapa tidak debut?"

"Aku tidak mau debut," kata gadis itu. "Kau pasti tahu apa yang akan terjadi kalau kau terkenal."

"Apa?"

"Semua orang akan mencaritahu tentangmu, semua tentangmu... Aku juga mencari semua hal tentangmu... Tapi tidak ada. Bagaimana kau bisa menyembunyikan semuanya?" tanyanya, belum mabuk, tapi mulai merasakan sensasi berbeda di tubuhnya. Hangat dari alkoholnya mulai menyebar di seluruh pembuluh darahnya, dadanya pun mulai berdebar-debar.

Lisa tidak menjawabnya. Tapi gadis itu menjauhkan semua alkohol di meja mereka dari Jennie. Tidak ingin gadis itu pingsan karena minum terlalu banyak. "Aku membencimu," Jennie menatap Lisa sekarang. "Aku benci orang-orang sepertimu. Kenapa kau tidak memberitahu orang-orang kalau aku tidur dengan Song Mino agar dia memberiku lagunya? Kau bahkan tidak memerasnya. Kenapa? Kau merasa jadi orang baik karena tidak melakukannya? Atau kau mengasihaniku?" tanyanya, berlaga mabuk meski ia tidak merasa begitu. Jennie ragu, dirinya akan mabuk berat sampai berani membongkar rahasianya sendiri hanya karena dua gelas soju.

"Kau ingin aku membongkar rahasiamu?" tanya Lisa, balas menatap lawan bicaranya.

"Hm... Aku ingin kau melakukannya," jawabnya. Mengatakan juga kalau ia sengaja mendorong Lisa. Bukan untuk menakuti-nakuti gadis itu, tapi untuk membuatnya marah. Membuat Lisa marah, kemudian menunggu gadis itu balas dendam dan membongkar aibnya.

"Kenapa harus aku?"

"Kau bertanya karena tidak tahu? Ada G Dragon di belakangmu," santai Jennie. "Dengan kekuatan sebesar itu, eonni bisa dengan mudah menyingkirkanku. Eonni bisa dengan mudah membuat seluruh dunia membenciku," katanya. Tanpa mengatakan kalau kebencian itu mungkin bisa jadi satu-satunya caranya, untuk Jennie mendapatkan cinta ayahnya. Siapa tahu, kalau seluruh dunia membencinya, sang ayah akan merasa iba kemudian mencintainya. Sang ayah akan mengasihaninya, kemudian menyayanginya.

Lisa sengaja membuat ibunya mabuk. Ia buat Jennie pingsan, membayar makanan mereka, lantas memapahnya kembali ke mobil. Di tempat parkir, Jiyong melihat mereka mendekat. Karenanya buru-buru ia buka pintu mobilnya, membantu Lisa menaruh Jennie di kursi belakang.

Sambil menunggu, Jiyong menenggak beberapa kaleng bir di sana. Menghabiskan juga beberapa batang rokok, karenanya sekarang Lisa yang akan mengemudi. Tapi sebelum ia masuk ke dalam mobilnya, gadis itu berdiri di depan Jiyong, memeluknya. Mengatakan kalau ia butuh kekuatan untuk mendengar semua keluhan ibunya. Mengatakan kalau ia butuh Jiyong, untuk menguatkannya. Cerita ibunya ketika mabuk, terlalu menyedihkan untuk bisa Lisa atasi sendirian.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang