33

303 57 14
                                    

***

Jiyong di dorong ke sandaran kursinya. Lisa perlu menyamping, sedikit memutar pinggangnya, sedikit bangun dari kursinya, agar ia bisa mendorong Jiyong sementara pria itu memeluk pinggangnya. Sementara bibir mereka bertaut, Lisa perlu menahan berat tubuhnya, berpegangan pada sandaran kursi di sebelah bahu kekasihnya, memastikan ia tidak benar-benar menindih pria itu. Di tempat parkir, Jiyong memakai sebelah tangannya untuk memeluk pinggang Lisa, sedang tangannya yang lain mengusap, berpegang dibelakang leher gadis itu, menekan agar tautan mereka tidak terlepas.

Lisa sangat ingin mengetahui alasan ibunya mengundurkan diri dari agensi. Tapi ia tidak bisa merubah urutannya, mereka harus berbaikan dulu, sebelum gadis itu meminta Jiyong mencarikan apa yang ingin diketahuinya. Mereka berhenti untuk mengambil nafas, Lisa ulas senyumnya, lantas gadis itu terkekeh.

"Apa yang akan oppa lakukan kalau aku selingkuh?" tanya gadis itu, hanya ingin menggoda kekasihnya.

"Akan aku kirim kau kembali ke asalmu," balas Jiyong, menarik lagi tengkuk kekasihnya, ingin menciuminya lagi. Mereka terus begitu, terus berciuman, sampai Lisa merasa perlu naik ke pangkuan kekasihnya. Pinggangnya tidak lagi bisa diputar sekarang, ia lelah menahan berat tubuhnya sendiri.

Baru saja gadis itu duduk, naik ke pangkuan kekasihnya. Baru saja Jiyong memeluk pinggangnya, menambah dalam ciuman mereka, seseorang sudah lebih dulu mengetuk jendela mobil itu. Sekarang mereka buru-buru berpisah. Lisa kembali ke kursinya, mengusap bibirnya. Buru-buru menggeser arah kaca tengan di mobil itu, melihat pantulan wajahnya sendiri. Memastikan tidak ada lipstik yang berantakan di sekitar bibirnya.

"Sialan," pelan Jiyong, juga mengusap bibirnya, kemudian lebih dulu keluar dari mobil itu. Melihat langsung siapa yang menganggu mereka di tempat parkir sepi ini.

"Lama tidak bertemu," sapa gadis itu, orang yang mengetuk jendela mobil Jiyong. Lee Joomyoung, gadis yang beberapa menit lalu mereka bicarakan sekarang berdiri di sebelah pintu kursi pengemudi, di sebelah Lisa yang masih memoles ulang lipstiknya.

"Oh? Hai," bingung Jiyong. Ingin tahu apa perempuan itu melihat ciumannya barusan? Karena itu dia menyapa? Jiyong mencoba mencari-cari alasan gadis itu menyapa, tapi Lisa sudah lebih dulu keluar.

"Oh? Aktris di 2521, aku menonton dramamu kemarin," sapa Lisa, sudah melihat siapa yang mengetuk sejak ia duduk di kursinya sendiri. "Aku suka dramanya, tapi kenapa endingnya begitu? Aku butuh episode tambahan," santai Lisa, menyelamatkan Jiyong dari rasa canggungnya. Dari sedikit keterkejutannya, sebab rasanya aneh ditangkap basah tengah bermesraan oleh mantan pacarnya sendiri.

"Ah? Ya? Oh, halo, namaku Lee Joomyoung," sapa gadis itu, mengulurkan tangannya untuk bisa Lisa genggam.

"Aku Lalisa, kekasihnya," santai Lisa, menunjuk Jiyong dengan dagunya, dengan penuh kepercayaan dirinya. Kini Jiyong tidak perlu lagi kebingungan, tidak perlu lagi mencari-cari cara untuk mengenalkan mereka. Lisa bisa melakukannya sendiri.

Joomyoung menganggukan kepalanya. Sekarang ia yang tersenyum canggung. Sesekali gadis itu melirik ke arah Jiyong. Ingin tahu apakah Lisa sudah mengenalnya? Apa gadis itu sudah tahu apa yang terjadi di antara mereka? Atau ia harus berbohong, Joomyoung belum bisa memutuskannya.

"Aku tahu, beritanya dimana-mana," canggung Joomyoung kemudian. "Asisten sekaligus kekasihnya, yang dibicarakan orang-orang, iya kan?" susulnya kemudian.

Lisa menaikan bahunya, "orang-orang bilang begitu?" tanya Lisa, berlaga merendah. Berpura-pura tidak tahu apa yang reporter dan orang-orang tulis tentangnya.

"Ada apa? Kau mencariku?" tanya Jiyong, menyela obrolan itu sebelum pembicaraan mereka jadi semakin panjang.

"Ah ya, aku hanya ingin tahu apa kau masih punya skrip film yang dulu aku tanyakan padamu. Aku sudah mencarinya kemana-mana, tapi tidak menemukannya. Aku sudah meminta managerku mencarikannya lagi, tapi dia juga tidak punya, kebetulan aku melihat mobilmu, jadi aku bertanya," katanya, melihat pada Jiyong.

"Tahun ini aku mengganti laptop dan handphoneku, sepertinya aku juga tidak punya," jawab Jiyong.

Joomyoung menganggukan kepalanya. Ia berterimakasih karena Jiyong sudah menjawab pertanyaannya— tidak tiba-tiba menghindarinya seperti sebelumnya. Tidak juga menatap tajam padanya, seperti biasanya, jika mereka tidak sengaja bertemu di lift.

"Kau sudah mencoba bertanya ke Seunghyun oppa? Mungkin dia punya?" komentar Lisa.

Sengaja membuatkan kekasihnya sebuah dinding tinggi diantara ia dan mantan pacarnya. Mengingatkan keduanya, tentang alasan mereka berpisah. Lisa tidak tahu apa yang Joomyoung pikirkan sekarang, tapi ia tahu betul kalau Jiyong masih mengingat rasa sakit hatinya waktu itu. Jiyong mengingatnya, sejak Lisa berbincang lama dengan Seunghyun di galeri tempo hari.

Setelah berpamitan, Lisa digandeng masuk ke dalam gedung agensi. Joomyoung yang lebih dulu pergi, masuk ke dalam mobilnya. "Dia melihatnya, iya kan?" tanya Jiyong, merangkul bahu Lisa, mengeratkannya, memastikan gadis itu tidak menolak, memastikan Lisa tidak cemburu.

"Pasti melihatnya," angguk Lisa. "Ah! Malu... Kenapa dia harus melihat saat aku yang menciummu? Dia tidak akan bilang ke orang-orang kalau aku yang menggodamu kan? Ah... Nama baikku," keluhnya kemudian, alih-alih kesal karena cemburu.

"Memang kenapa kalau menggodaku?" kata Jiyong. "Kau memang menggodaku, hanya diam saja, kau sudah menggodaku. Hhh... Sulit sekali menolak godaanmu," keluh Jiyong, di dalam lift yang sekarang kosong. Hanya ada mereka berdua di sana.

Lisa melirik tajam padanya. Tidak menanggapinya tapi ia singkirkan tangan Jiyong. Tepat sebelum pintu liftnya terbuka. Lift terbuka di lantai para trainee biasa latihan, mereka memang akan ke sana, jadi bukan kebetulan kalau Jennie yang sekarang berdiri di depan lift. Gadis itu menunduk, memberi salam pada Jiyong, juga asistennya.

"Kau akan pergi ke suatu tempat?" tanya Jiyong, tidak keluar dari lift bahkan setelah Jennie masuk dan lift itu bergerak kembali turun ke lobby.

"Aku?" bingung Jennie, sebab hanya ada mereka bertiga di sana.

"Siapa lagi? Bodoh, pantas saja hidupnya begitu," Lisa mencibir, sangat pelan tapi cukup untuk Jiyong dengar. Cukup juga untuk membuat Jiyong menyikut lengannya, menyuruh Lisa untuk diam. Kalau Jiyong mendengarnya, maka Jennie pun sama.

"Hm... Kau, kemana kau akan pergi sekarang? Sudah makan?" tanya Jiyong, sedikit lebih keras agar Jennie kembali melihatnya. Agar Jennie tidak tersinggung karena suara asistennya. Agar Jennie tidak kesal mendengar komentar putrinya di masa depan.

Setelah beberapa kali di ajak, Jennie akhirnya bersedia. Jiyong akan mentraktirnya makan malam— meski sudah terlambat— lalu berjanji akan mengantarnya pulang. Tentu Lisa ikut bersama mereka, tapi setelah membuat Jennie masuk ke mobil, Jiyong menegur kekasihnya.

Di depan mobilnya, setelah Jiyong menutup pintu mobil di sebelah Jennie, pria itu menghampiri dan meraih lengan Lisa. "Kuncinya," kata Jiyong, menawarkan diri untuk menyetir. Hanya ingin memuaskan sedikit rasa maskulinitasnya. Di depan Jennie, ia tidak ingin terlihat terlalu dimanjakan kekasihnya.

Lisa mengulurkan kuncinya, lantas gadis itu mengganti arah langkahnya, ke kursi penumpang di depan Jennie. "Jangan terlalu ketus padanya, jaga sedikit mulutmu. Kita ke sini untuk menenangkannya, bukan bertengkar dengannya," tegur Jiyong, sebelum membiarkan kekasihnya masuk.

"Tapi dia memang... bodoh," pelan Lisa, menunjukan sedikit rasa bersalahnya. Ia memang bersalah, Lisa akui itu. Ia bersalah karena tidak bisa menahan mulutnya, tidak bisa menahan perasaannya, jika itu berurusan dengan ibunya. "Aku pikir dia tidak jadi debut dan jadi hidup seperti itu karena dijahati seseorang, tapi apa-apaan ini? Mengundurkan diri? Menyebalkan," gerutunya, tetap pelan.

Dari dalam, Jennie tidak bisa mendengar obrolan mereka. Tapi satu yang gadis itu sadari, dari cara Jiyong menatap Lisa sampai gerak-gerik asistennya itu, Jennie tahu kalau Lisa sedang dimarahi. Ia juga bisa menduganya, kalau Lisa dimarahi karenanya.

"Haruskah aku mendekati Jiyong oppa sekarang?" gumam Jennie, melihat Jiyong mengomeli kekasihnya di tengah-tengah tempat parkir. Tentu tanpa seorang pun mendengarnya. Tanpa seorang pun menyadarinya.

***
Btw ada yang nemu akun aku dari base Wattpad di Twitter ngga? Aku tiap mau promo disana malu sendiri 🤣🤣🤣

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang