12

290 70 7
                                    

***

Jiyong memanggil Lisa hanya untuk mendapatkan kembali kunci mobilnya. Sebab ia perlu mengambil charger handphonenya di sana. Pria itu tidak pernah meminta Tiffany untuk mencarikan Lisa untuknya. Jiyong hanya bangkit dari duduknya, kemudian berkata, "aku akan mencari Lisa dulu, kunci mobilku ada padanya."

Begitu mereka bertemu, tidak ada yang spesial, Jiyong tidak jadi pergi ke mobil karena Lisa yang akan ke sana. Akan gadis itu ambilkan charger yang dibutuhkannya. Tapi, karena panggilan yang tidak seberapa penting itu, orang-orang di sekitaran kolam mulai bergunjing.

Lisa adalah anak trainee baru— atau calon anak trainee— yang Jiyong bawa, Jiyong temukan entah dimana. Cepat atau lambat, gadis itu akan jadi saingan untuk orang-orang di sekitaran kolam renang. Lalu bagian yang paling mengganggu, Lisa mungkin bisa dengan mudah debut karena ada G Dragon yang mendukungnya.

Rumor dan bisikan tersebar diantara para trainee, sampai pada jam makan malam, ketika para senior datang ke food truck— setelah anak-anak trainee makan lebih dulu— tanpa memikirkan apapun, Jiyong memanggil Lisa. Pria itu tidak tahu dimana Lisa berada setelah mengambilkannya charger. Kini ia telepon gadis itu, kemudian memanggilnya. "Lisa-ya, dimana kau sekarang? Cepat ke sini, ayo makan," panggil Jiyong, yang kemudian terkekeh saat rekan-rekannya mulai menggodanya.

Pandangan anak-anak trainee pada Lisa kini jadi semakin buruk. G Dragon terlalu memperhatikannya, padahal pria itu tidak pernah sekalipun melirik anak-anak trainee di agensinya. Agar bisa ikut serta di album pria itu saja, sebagai penyanyi featuring, anak-anak trainee perlu merekam puluhan video, puluhan musik untuk dinilai. Mereka luar biasa iri melihat si gadis baru, yang kelihatan seumuran dengan mereka, bisa dengan mudah mendapatkan perhatian pria itu.

Lisa ada di tempat parkir ketika Jiyong meneleponnya. Gadis itu sedang duduk di mobil, menenangkan dirinya setelah ia hampir bertengkar dengan seorang anak trainee. Ia baru saja keluar dari mobilnya, ketika sebuah van lain datang mendekat, lalu berhenti di sebelah mobilnya. Tanpa mempedulikan penumpang van itu, Lisa melangkah kembali ke villa. Jiyong bilang food truck-nya ada di lapangan depan villa.

"Ya! Song Mino! Kau benar-benar mengencaninya? Jennie Kim? Anak trainee itu?" Lisa berencana mengabaikan dua orang pria yang datang barusan, tapi mendengar nama ibunya di sebut, gadis itu langsung menoleh. Menatap seorang pria yang sekarang berjalan di belakangnya. Baru saja keluar dari van, melangkah buru-buru, meninggalkan orang yang bertanya padanya.

Mereka bertatapan sekarang. Lisa memperhatikan pria itu dari atas sampai bawah, lalu pria bernama Song Mino itu juga melakukan hal yang sama. Aku pernah melihat foto pria ini di kamar ibuku, apa dia ayahku?— pikirnya sekarang, mulai penasaran.

"Apa?" Song Mino bersuara, lebih dulu menegur Lisa yang masih memperhatikannya.

"Ah? Halo, aku Lalisa-"

"Anak trainee baru? Ah yang katanya dibawa Jiyong hyung? Berapa usiamu? 17 tahun? 16?" tanyanya, tidak membiarkan Lisa menyelesaikan kalimatnya.

Lisa sempat terdiam. Lalu rasa penasaran yang tiba-tiba muncul itu membuatnya menganggukan kepalanya. Mengawali kebohongannya. Aku tidak berbohong, aku hanya menganggukan kepalaku, memang Kwon Jiyong itu yang membawaku ke sini, aku tidak berbohong— yakin gadis itu, membenarkan kebohongannya sendiri.

"Kita lihat kemampuanmu nanti," kata pria itu, dengan santai menyentuh bahu Lisa, kemudian meninggalkannya.

Melewati Lisa yang sekarang menatap punggungnya. Bertanya-tanya apa dia benar-benar ayahnya. Tapi kenapa dia meninggalkan aku dan ibuku? Dia tidak kelihatan jahat? Apa mungkin dia tidak tahan bersama ibuku? Tentu saja, pasti itu alasannya, dia tidak tahan hidup bersama Nyonya Kim— di sepanjang langkahnya Lisa tidak bisa berhenti menebak-nebak.

Tiba di food truck, Jiyong tidak ada di sana. Lisa tidak tahu kemana pria itu membawa makanannya, tapi tidak juga berencana mencarinya. Hanya ia ambil makanannya, lalu duduk di salah satu meja. Tidak seorang pun menemaninya, ia duduk seorang diri di sudut tenda depan food truck itu.

Ia memakai handphonenya untuk mencari siapa itu Song Mino sembari menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. "Internet di sini payah," komentarnya, dengan mulut penuh makanan. Tidak ia perhatikan sekitarnya, matanya sibuk menatap Song Mino di handphonenya. Mencari informasi tentang pria yang katanya mengencani ibunya.

"Ewh! Kenapa dia duduk di sini? Merusak nafsu makanku saja," seorang gadis bersuara. Lisa melirik ke arahnya, dan sekarang ia baru menyadarinya— mungkin empat piring makanan di sebelahnya milik empat gadis itu. Jennie Kim dan tiga temannya.

"Aku bisa mendengarmu," pelan Lisa, tidak merubah aktifitasnya. Tidak merubah posisinya. Tidak mengira kalau suaranya bisa jadi masalah di sana.

"Ah? Kau mendengarnya?" kali ini suara familiar itu terdengar masuk ke telinganya— ibunya, Jennie.

Lisa mengangkat kepalanya sekarang, melihat pada arah suara itu. "Kalau kau mendengarnya, pergi, bitch," usir Jennie sebelum Lisa sempat menanggapinya. "Otaknya hanya pajangan," komentar gadis itu kemudian, mengundang tawa tiga lainnya.

"Eomma!" Lisa yang terkejut dikatai begitu oleh ibunya, tidak sengaja bersuara.

Sekarang ia menyesalinya. Ia jelas terlihat gila sekarang. Bagaimana bisa ia memanggil seorang gadis 18 tahun begitu? Di depan semua orang? Rasanya Lisa ingin menghilang saja. Terlebih karena sekarang semua tawa di sana lenyap. Keempat gadis itu menatap heran pada Lisa. Menunjukan ketidaksukaan mereka dengan sangat jelas.

"Eomma! Akan aku adukan kalian ke ibuku!" seru Lisa kemudian, berusaha mengatasi rasa canggung yang menyerangnya. Tapi ia terlalu malu untuk tetap tinggal.

Lisa belum menyelesaikan makanannya, ketika langkahnya terburu-buru pergi meninggalkan tenda makan malam itu. Ia bahkan tidak sempat mengembalikan piring makanannya, membuat kesan akan dirinya jadi semakin buruk di depan anak-anak itu. Ia meremas kuat handphonenya, melangkah ke arah villa, tanpa punya satu pun tempat tujuan. Beruntung di sana ia bertemu dengan Jiyong. Gadis itu hampir menabrak Jiyong, mengejutkan pria yang langsung memegangi tangannya. Menghentikan gerak terburu-burunya.

"Kenapa? Ada apa denganmu?" bingung Jiyong. Bersama teman-temannya, pria itu akan meninggalkan villa, mencari tempat nyaman untuk mengobrol dan merokok di halaman villa besar itu.

"Bisa kita bicara berdua? Sebentar?" tanya Lisa, masih gemetar karena malu. Masih gugup karena menyesali tingkahnya barusan.

Seolah tidak ada tempat lainnya, Lisa menarik Jiyong sampai ke tempat parkir. Sampai mereka masuk ke dalam mobil pria itu, kemudian menutup rapat pintunya. Jiyong yang kebingungan, sekali lagi bertanya apa yang terjadi. Di tanya begitu, Lisa semakin panik. "Bagaimana ini? Aku melakukan kesalahan," rengek gadis itu, terus mengulang-ulang kata yang sama bertingkah seperti seorang gadis kecil yang baru saja memecahkan piring kesayangan ibunya.

Normalnya Jiyong kesal menanggapi basa-basi seperti ini. Ia tidak punya waktu juga tenaga untuk merespon seseorang yang tidak segera menceritakan masalahnya, tapi terus bertanya apa yang harus dilakukannya— seperti Lisa sekarang. Tapi malam ini pria itu menunggunya, menikmati wajah panik dan malu yang Lisa tunjukkan sekaligus.

Saat sadar kalau dia terdampar ke tahun 2020, Lisa tidak bersikap begini. Ketika sadar kalau dirinya akan jadi gelandangan, gadis itu tetap tenang seolah tidak merasakan apapun. Ia cantik, tapi tidak berperasaan. Ia manis, tapi terlalu dingin, wajah dan tingkah lakunya bertolak belakang— begitu Jiyong menilainya selama beberapa hari terakhir. Sejauh pertemuan mereka.

"Kita memang tidak boleh menilai seseorang hanya dari luarnya saja," komentar Jiyong, menikmati perubahan emosi yang Lisa tunjukan sekarang. Lalu tawanya meledak setelah Lisa ceritakan apa yang terjadi di tenda tadi. "Kau akan mengadukan ibumu pada ibumu? Haha! Yang benar saja!" pria itu tertawa terbahak-bahak di dalam mobilnya, menanggapi cerita Lisa, merespon gerutu malu gadis itu. "Harusnya aku ada di sana dan melihat sendiri kau bilang begitu," katanya masih tertawa.

"Berhentilah menertawakanku, aku sudah sangat malu sekarang," pinta Lisa, tapi Jiyong tidak juga berhenti tertawa. "Ya! Berhenti tertawa!" bentak gadis itu, baru Jiyong menutup mulutnya sekarang.

"Ya, ya, ya, aku diam," kata Jiyong, sesekali masih terkekeh. Menutup rapat bibirnya tapi ia tidak bisa menghentikan bibir itu untuk mengulas senyuman, menahan tawa bukan keahliannya.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang