31

271 51 6
                                    

***

Di salon, rambut Jiyong ditata untuk keperluan pemotretannya. Rambutnya akan diwarnai sedikit coklat pagi ini. Sedang di sebelahnya, Lisa duduk, juga menata rambutnya. Gadis itu tidak pernah punya rencana untuk menata rambutnya, tapi Jiyong bilang ia kelihatan sedikit berantakan sekarang, jadi pria itu menyuruhnya untuk merapikan rambutnya.

Sambil membaca beberapa berkas lewat tabletnya, gadis itu membiarkan rambutnya disentuh dan dipotong. Sebab tidak punya rencana apapun, Jiyong juga yang memutuskan bagaimana rambut gadis itu akan dipotong sekarang. Jiyong yang menentukan model rambutnya, Lisa hanya perlu duduk dan pasrah dengan apapun yang akan terjadi pada kepalanya.

Di kursi sebelah, Jiyong memejamkan matanya. Menunggu rambutnya selesai di warnai, sembari ia menghemat energinya. Sesekali pria itu membuka matanya, hanya untuk melihat rambut gadis di sebelahnya. Hanya untuk memastikan gadis itu tetap cantik dengan model rambut barunya. Ia tetap mempesona bagaimana pun bentuk rambutnya.

"Poninya jangan terlalu pendek, poni yang bisa ditarik ke samping, apa namanya? Yang hanya di kanan dan kiri dahinya," komentar Jiyong, menunjuk pantulan wajah Lisa di cermin. Bahkan gadis yang rambutnya sedang dipotong itu, sama sekali tidak tertarik intuk melihat wajahnya sendiri. Lisa terlalu fokus pada berkas di depannya, sesekali mencoret layar tabletnya dengan pena khususnya.

"Bukankah kau terlalu berlebihan?" komentar Taehyun, wanita yang sudah sedari lama mengurus rambut Jiyong. Bahkan sebelum pria itu debut, di salon yang masih sangat sederhana. "Posesif sekali, sampai mengatur rambut kekasihmu. Dia bisa kabur kalau kau begitu," katanya, seolah Lisa tidak ada di sana, seolah ada dinding yang membatasi mereka.

"Aku tidak melakukannya karena aku ingin," balas Jiyong. "Dia yang menyuruhku melakukannya. Hampir semua pakaiannya, aku yang memilihnya. Karena dia tidak mau repot-repot memilih. Kalau dia belanja sendiri, dia hanya akan pulang dengan kemeja dan celana jeans, bukan blouse, kemeja standar," ceritanya.

"Mungkin memang itu seleranya? Tidak semua orang punya selera sepertimu," kata Taehyun.

"Tidak," bantah Jiyong. "Kemeja standar, masih terlihat santai untuk dipakai bermain, tapi tetap layak dipakai bekerja. Celana jeans juga begitu, bisa dipakai kemana saja. Mengajarinya berpakaian lebih sulit daripada mengajari anak kecil membaca," komentar pria itu.

"Oppa pernah mengajari anak kecil membaca? Mustahil," celetuk Lisa, sedari tadi mendengar obrolan itu namun enggan untuk bergabung.

"Jangan menguping pembicaraanku, baca saja pekerjaanmu," kata Jiyong, sembari menggerak-gerakkan tangannya, agar Lisa tidak bergabung dalam obrolannya.

Mendengar Jiyong bilang begitu, Lisa memamerkan jari tengahnya. Diberi sikap begitu, Jiyong terkekeh. Mengatakan kalau cincin di jari tengah Lisa kelihatan cantik pagi ini. Jiyong yang membelikan cincinnya, tapi tidak ada maksud apapun ketika ia memberikannya— hanya aksesoris, bukan cincin pasangan apalagi lamaran.

Lisa berdecak, lalu melanjutkan pekerjaannya. Terus begitu sampai rambutnya selesai lebih dulu. Gadis itu bercermin setelah jubah salonnya dibuka, ia meletakkan tabletnya di atas meja, baru kemudian menilai rambutnya sendiri.

"Hm... Tidak buruk," kata Lisa, tersenyum melihat rambut barunya.

Ia menyukai rambut barunya itu. Sangat menyukainya. Tapi ia tidak bisa mengakuinya, ia merasa perlu untuk menjahili kekasihnya sekarang. Menggoda Jiyong yang memilih potongan rambut itu untuknya. Kalau di rumah, Jiyong terus memeluk dan menciuminya, di luar mereka justru lebih banyak berdebat. Lisa menolak diperlakukan romantis di luar rumah— malu— katanya. Meski kadang-kadang Jiyong tidak bisa menahannya. Kalau rambutnya tidak sedang diwarnai sekarang, ia pasti sudah bangkit, memeluk Lisa yang memunggunginya.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang