***
Di rumah Yongbae, mereka banyak mengobrol. Awalnya obrolan itu terasa formal, keempatnya duduk di meja makan, berbincang dengan secangkir kopi di depan mereka. Beberapa kudapan juga ada di sana, meski sebagian besarnya adalah buah-buahan.
Tapi sekarang suasana jadi lebih santai. Yongbae duduk di sofa single, Hyorin pergi ke ruangan lain untuk menyelesaikan kesibukannya, sementara Jiyong berbaring di sofa dan Lisa duduk di kursi pijat. Melepas lelah dari hari-harinya yang penuh kesibukan selama sepekan terakhir. Sejak hari Senin ia kembali bekerja, dan baru di hari Sabtu ini Lisa punya waktu untuk menemui Yongbae.
"Oppa, Dong Katsu tidak ada di rumah? Sedari tadi aku tidak melihatnya," komentar Lisa, dari kursi pijatnya.
"Oppa? Panggil dia kakek," komentar Jiyong, sambil bermain dengan handphone barunya— yang Lisa belikan hari Senin lalu.
"Ya! Aku tidak setua itu! Dasar pengangguran!" sebal Yongbae, dengan suara enam puluh tiga tahunnya. Meski berumur lebih dari setengah abad sekarang, Yongbae tetap tidak kehilangan kharismanya. Tidak ada banyak perubahan darinya. Pria itu masih rutin berolahraga, produk-produk kecantikan anti penuaan juga sudah luar biasa berkembang di sana. Yongbae dan istrinya bukan orang-orang tua yang ringkih.
"Putraku pulang," seru Hyorin, kali ini melangkah ke pintu depan untuk menyambut kedatangan putranya.
Hyorin tidak memberitahu siapapun sebelumnya, kalau Dong Katsu akan datang bersama kekasihnya. Karenanya ia sibuk di dapur setelah selesai mengobrol siang ini. Lisa bergegas berdiri akan duduk di sofa, sementara Jiyong duduk di sebelahnya masih sambil menatap handphonenya. Meski sudah satu minggu membaca, Jiyong belum selesai menimbun informasi tentang putrinya dari internet. Ia dengarkan semua lagu-lagu putrinya, ia tonton semua video tentang Alice, membaca tiap berita yang menyinggung nama putrinya juga. Pria itu haus akan informasi sekarang.
Dong Katsu dan Alice masuk, bergantian memeluk Hyorin, menyapa nyonya rumah itu. Sekarang Lisa masih berdiri, lantas melempar tatapan pada dua orang pria di sekitarnya— bagaimana aku harus bersikap? Teman kalian atau teman Dong Katsu?
Namun begitu anak-anak itu masuk, pertanyaan yang sebelumnya Lisa pikirkan pergi begitu saja. Lisa dan Jiyong, yang tidak tahu akan kedatangan Alice di sana, otomatis membeku. Tapi keterkejutan itu tidak berlangsung lama, sebab setelahnya Dong Katsu kelihatan marah. Dong Katsu hampir tiga puluh tahun sekarang, lalu dilihatnya Lisa berdiri di tengah-tengah ruang tamu rumahnya, membeku melihat kedatangannya. Ayahnya duduk di sofa, berpangku tangan pada sandaran tangan sofa itu, dengan kaki yang ditumpangkan satu sama lain. Di sofa lainnya, Kwon Jiyong juga duduk, dengan gaya yang sama arogannya.
"Eomma! Appa!" Dong Katsu yang lebih dulu berseru, sementara Alice menatap Lisa juga Jiyong bergantian. "Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian ikut-ikutan mengganggu anak orang lain?! Eden yang menyukai Lisa, kenapa Lisa yang kalian panggil ke sini?! Kenapa Lisa yang kalian marahi?! Memang itu salahnya kalau Eden menyukainya?! Lagi pula kalian bukan orangtua Eden, kenapa ikut campur?!" omel pria itu.
Alice menyentuh lengan Dong Katsu, ingin menenangkannya. Sedang Jiyong tiba-tiba mengangkat tangannya, menunjuk tangan Alice, seolah sedang memberi tanda agar Alice melepaskan tangan pria itu. Jiyong lupa dimana posisinya sekarang. Lisa pun begitu. Yongbae dan Hyorin juga kebingungan, mereka tidak pernah berencana memarahi anak orang lain. Mereka bahkan tidak pernah berencana ikut campur dalam masalah keluarga Kim Eden.
"Oppa, tidak begitu," geleng Lisa, memberi tanda pada Dong Katsu untuk berhenti. "Akan aku jelaskan, kita keluar sebentar," pintanya, buru-buru menghampiri Dong Katsu. Akan ia tarik tangan pria itu, tapi Alice menahannya. Hanya refleks, ada rasa tidak ingin prianya dibawa pergi perempuan lain. "Sayang- heish! Eonni? Aku pinjam sebentar kekasihmu," pamit Lisa, lantas menarik Dong Katsu pergi dari sana. Pergi keluar lewat pintu depan yang tadi dilewatinya. Lisa hanya tahu pintu itu untuk keluar.
Di luar, Lisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menahan malu karena ucapannya tadi. "Aku tidak memanggilmu sayang," kata Lisa, memunggungi Dong Katsu yang sekarang menunggunya selesai bicara. "Kau yang memberitahu Eden kalau aku masuk rumah sakit, iya kan?" tanyanya kemudian, hanya bisa menemukan basa-basi paling yang basi.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau ada di rumahku?" pria itu bertanya, mengabaikan pertanyaan Lisa barusan. "Orangtuaku menyuruhmu ke sini? Menyuruhmu berhenti menemui Eden? Lisa-ya, Eden benar-benar menyukaimu. Dia sangat menyayangimu. Kalau kau bertahan sebentar-"
"Aku sudah mengencani pria lain," potong Lisa. "Pria di dalam tadi, dia kekasihku. Temannya ayah dan ibumu. Hari ini aku ke sini karena dia ingin mengenalkanku pada teman-temannya. Aku tidak ke sini untuk dimarahi," jelas gadis itu kemudian.
Alice datang menyusul mereka, bergabung dalam obrolan di depan pintu utama rumah itu. Tuan rumahnya kemudian mengajak dua gadis di sana untuk duduk di kursi taman, dalam pekarangannya. Kursinya dari batu, tanpa sandaran dengan meja yang juga terbuat dari batu. Hanya batu-batu besar yang dipotong rata, di jadikan meja juga kursi.
Dong Katsu duduk diantara dua perempuan itu, sementara Alice meletakan tasnya di batu kosong, diantara dirinya dan Lisa. Alice dan Dong Katsu menatap Lisa sekarang, sementara gadis yang terus ditatap itu hanya bisa menundukan kepalanya. Menghindari semua pandangan yang ditujukan padanya.
"Maaf karena waktu itu aku meneleponmu, dan bilang merindukan Eden," kata Lisa, menunjuk Dong Katsu dengan dagunya. "Waktu itu aku mabuk, ibuku memintaku melakukan sesuatu, tapi aku tidak ingin melakukannya, jadi-"
"Kau menganggap itu alasan?" Alice yang bersuara. Cara bicaranya persis seperti Jiyong ketika cemburu, ketus dengan tatap sinis khasnya.
"Aku minta maaf, aku tidak punya teman," jawab Lisa. Tidak percaya kalau ia dicemburui putrinya sendiri.
"Kau sudah mengencani pria di dalam tadi, tapi masih merindukan Eden?" tanya Dong Katsu dan Alice menoleh pada kekasihnya.
"Lisa berkencan dengan pria di dalam tadi? Tapi sedari tadi pria itu terus melihatku. Setelah putus dari sepupuku, kau mengencani playboy mata keranjang sekarang?" tanya Alice, pertama pada Dong Katsu, kemudian menoleh pada Lisa. "Wah... Eden pasti terkejut, padahal sejak kalian putus, dia tidak mengencani siapapun. Meski digoda perempuan-perempuan lain," komentarnya kemudian. Tanpa sedikit pun rasa bersalah.
"Eden yang lebih dulu meninggalkanku," gumam Lisa. "Oppa juga tidak memberitahuku kalau dia pergi ke New York dengan sepupunya. Oh! Kau bahkan tidak bilang kalau mereka sepupu! Aku pikir dia pergi ke New York untuk perempuan lain," gerutunya kemudian, menyalahkan Dong Katsu yang harusnya jadi penengah di sana.
"Bagaimana bisa kau tidak tahu? Semua orang tahu kami sepupu, kau tidak pernah menonton TV? Interviewku?" heran Alice. "Akui saja kalau selama ini kau yang kurang perhatian. Jangan menyalahkan kekasihku," cibirnya kemudian.
"Aku berkencan dengan sepupumu, kenapa aku harus menonton interviewmu?" balas Lisa, tidak mau kalah berdebat dari putrinya sendiri. "Augh! Terserah! Pokoknya aku ke sini bukan karena Eden. Jangan memberitahunya kalau aku ada di sini, soal kekasihku, aku yang akan memberitahunya sendiri," katanya kemudian, lantas bangkit berdiri. Akan meninggalkan meja batu itu, kembali menghampiri Jiyong dan temannya. Rasanya luar biasa canggung berada di sana. Melihat bagaimana Alice membela Dong Katsu, membuatnya menduga-duga, apa ia juga bersikap begitu pada Jiyong? Apa ia juga kelihatan sangat menyukai Jiyong seperti Alice melihat Dong Katsu? Lisa tidak pernah memikirkan semua itu sebelumnya.
***
Bonus lainnya ada di KK ya gais...
Yang pertama 3000+ kata, yang kedua masih ngetik, kayanya sepanjang itu juga
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashes
FanfictionI can't hold you like the ashes You're spreading out Searching for your scent to call you back I can't see you through the flash My eyes are blurred Searching for your flashback in my mind 🎶 Ashes - Zior Park ft. Ai Tomioka