***
Lisa bisa dengan mudah menemukan Jiyong sebab Seunghyun mengirimnya sebuah pesan. Aku baru menelepon Jiyong, dia ada di lounge sekarang, sepertinya mabuk— begitu kata Seunghyun, karenanya Lisa segera menyusul kekasihnya itu ke sana. Khawatir Jiyong akan membuat masalah saat mabuk sendirian. Khawatir pria itu diganggu seseorang saat mabuk sebelum jam makan siang.
Sekarang, di dalam lift, Lisa menekan dua tombol di dindingnya. Satu tombol menuju lantai kamar Jiyong, tombol lainnya mengarah ke lantai kamarnya. "Aku... Uhm... Kita benar- tidak, kau benar-benar harus pindah kamar?" canggung Jiyong, dengan banyak kekhawatiran di kepalanya sekarang. Masih sama seperti beberapa waktu lalu, Lisa tetap kelihatan marah.
"Kalau mau minum-minum, lakukan di kamarmu. Jangan ke lounge sendirian," kata Lisa. "Bagaimana kalau ada seseorang yang memotretmu dengan perempuan seperti tadi?" susulnya, tidak menjawab pertanyaan Jiyong. Lift berhenti sekarang, di lantai Jiyong seharusnya turun. Dengan tatapannya, Lisa memberi tanda agar Jiyong segera kembali ke kamarnya.
Jiyong menahan pintu liftnya sekarang, tidak segera meninggalkan kekasihnya. "Bicara dulu sebentar denganku," pinta Jiyong, terdengar lebih seperti perintah. Memberi tanda agar Lisa segera keluar dari liftnya. "Jangan buat penerbangan kita pagi ini sia-sia, cepat keluar," titah pria itu, membuat Lisa mendengus, lantas melangkah keluar dari lift.
Gadis itu kemudian mengekor, masuk ke kamar suite yang mereka pesan sebelumnya. Jiyong membuka pintu kamar itu, mempersilahkan Lisa untuk masuk lebih dulu, baru setelahnya ia mengekor di belakang. Di dalam, Jiyong menunjuk sofanya, menyuruh Lisa untuk duduk di sana sementara pria itu melangkah ke lemari es. Ia ambil lagi sebotol air mineral di sana, langsung menenggaknya tanpa menuangkannya ke dalam gelas.
"Tadi Seunghyun-"
"Dia bohong," potong Lisa. "Semua yang dikatakannya bohong," tegas gadis itu, memaksa Jiyong untuk mempercayainya. Meski keduanya tahu, sekarang Lisa lah yang berbohong. Ah... Tidak bisa benar-benar dianggap berbohong, sebab Lisa menolak untuk memeriksanya. Tidak akan ada seorang pun yang tahu kebenarannya, kalau Lisa terus menolak memeriksakan perutnya.
"Baiklah, Seunghyun hyung berbohong," kata Jiyong, menyetujui Lisa.
Pria itu kemudian menghampirinya, duduk di sebelahnya dan memeluknya. "Apapun kenyataannya, apapun kebenarannya, kita lakukan apa yang ingin kau lakukan," kata pria itu, lebih lembut daripada sebelumnya.
Jiyong di dorong sekarang. Tidak seberapa keras, Lisa hanya ingin melepaskan pelukan pria itu dari tubuhnya. Hanya itu, maka Jiyong berikan apa yang gadis itu inginkan.
"Aku mau kembali ke kamarku," jawab Lisa, membuat lawan bicaranya tidak bisa mengatakan apapun lagi.
"Hanya malam ini, ya? Setelah malam ini, kau akan kembali ke sini, okay?"
"Aku tidak mau tidur denganmu lagi," pelan Lisa, diam-diam melirik raut wajah lawan bicaranya. Ingin melihat bagaimana pria itu akan bereaksi. Akankah ia marah? Atau kecewa?
"Kalau begitu aku akan tidur di sofa, aku juga bisa minta extra bed," tenang Jiyong, berjanji kalau dia tidak akan tidur bersamanya, berjanji ia tidak akan menyentuhnya, berjanji ia akan membuat jarak diantara mereka.
"Oppa bisa melakukannya?"
"Aku memang ingin punya anak, maaf karena memaksamu menuruti keinginanku, tapi kalau kau sangat tidak menginginkannya, apa boleh buat? Tidak apa-apa."
"Kalau aku menolaknya, kau akan melakukannya dengan perempuan lain?"
"Berarti aku harus melakukannya malam ini? Mumpung kau tidak di sini. Wah... aku belum menyiapkan apapun," jawab Jiyong, membuat Lisa langsung memasang wajah kesalnya. Jauh lebih kesal dari sebelumnya. Sangat kesal seolah ia bisa menelan Jiyong hidup-hidup sekarang. "Bercanda. Mana bisa aku melakukannya dengan sembarang orang? Perempuan tadi saja membuatku takut. Benar-benar takut," katanya, sebelum Lisa benar-benar salah paham.
"Aku mau kembali ke kamarku saja," ketus Lisa, sekarang berdiri. Akan keluar dari kamar pria itu, kembali ke kamarnya sendiri.
"Kita masih bisa makan siang bersama kan? Sebentar lagi jam makan siang."
"Aku mau tidur siang," jawab Lisa, sekali lagi membuat Jiyong harus memutar otaknya, harus memikirkan cara untuk menenangkan gadis itu. Meluruhkan amarahnya, memenangkan lagi hatinya.
Jiyong mengiyakannya, lalu ia ikut bangkit dari duduknya. Mengatakan kalau ia ingin mengantar Lisa kembali ke kamarnya sekarang. Seolah ingin menunjukan emosinya, sekali lagi Lisa menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah Jiyong. Tanpa memberi pria itu kesempatan untuk berpamitan.
"Ya, selamat tidur," kata Jiyong, menghela nafasnya pada pintu yang baru saja tertutup di depan wajahnya.
Kali ini, alih-alih kembali ke kamarnya, Jiyong memutuskan untuk berkeliling. Ia langkahkan kakinya keluar dari hotel, masuk ke dalam mobil sewaannya, berkendara mencari tempat yang cocok untuk kencannya hari ini. Ingin ia hibur kekasihnya yang marah itu. Ingin ia dapatkan kembali kencan menyenangkan mereka tadi pagi.
Sedang di kamarnya, Lisa duduk di ranjang, menatap keluar jendela, ke arah balkon yang kosong. Melihat awan-awan yang bergerak di luar. "Kalau aku benar-benar hamil, lalu melahirkan di sini... Nanti, saat aku kembali, apa Jiyong oppa akan menyayangi anakku? Bagaimana kalau dia jadi seperti Kim Junghyun? Bagaimana kalau hidup anakku nanti akan sama seperti hidup ibuku?" ia bertanya-tanya. Luar biasa mengkhawatirkan hidup seorang anak yang bahkan belum ia ketahui keberadaannya. Anak yang ia bicarakan belum tentu ada di dalam perutnya. Ia terlalu takut untuk memeriksanya.
Apapun hasil pemeriksaannya nanti, ia tidak akan menyukai keduanya. Kalau ternyata ia memang hamil, Lisa mengkhawatirkan semua masalah yang akan muncul di depannya. Juga, kalau ternyata ia tidak mengandung apapun di perutnya, ia khawatir Jiyong akan sangat kecewa karenanya. Ia khawatir Jiyong akan meninggalkannya. Ada terlalu banyak kekhawatiran dalam dirinya, ketakutan yang akhirnya menelan semua senyumnya.
Satu pekan di New York, dan selama itu juga Lisa mengabaikan semua orang. Meski sudah dibujuk, meski sudah dihibur, gadis itu menolak kembali ke kamar suite kekasihnya. Ia terus tinggal di kamar kecilnya, hanya keluar untuk bekerja. Jiyong mengkhawatirkannya, tapi semua yang dilakukannya tidak menghasilkan apapun. Lisa tidak mau mendengarkannya, Lisa tidak mau mempercayainya, gadis itu bahkan tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya mengganggunya. Lisa menutup rapat-rapat dirinya, menutup rapat-rapat telinganya, mulutnya, kepalanya.
Memohon sampai mengancam, tidak satu pun cara berhasil membuat gadis itu membuka dirinya. Bahkan di pesawat, dalam perjalanan pulang mereka, Lisa masih mengabaikan semua orang. Kecuali masalah pekerjaan, Lisa menolak untuk bicara pada siapapun. Ia tutup matanya, ia sumpal telinganya. Menjauh dari semua orang, tidak mau lagi bicara karena merasa semua orang hanya akan mengadukannya pada Jiyong— seperti yang Seunghyun lakukan.
"Hari ini tidur lah di rumah. Aku akan pulang naik taksi," kata Lisa, sebelum mereka keluar dari pesawat.
"Lisa, sayang, ini sudah satu-"
"Tolong, aku mau sendirian," potong Lisa, membuat Jiyong tidak bisa lagi berdebat dengannya.
Kali ini berbeda dengan masalah-masalah sebelumnya. Lisa tidak punya niatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Jiyong merasa seolah dirinya tengah berjuang seorang diri, meski hanya sepekan. Meski baru sepekan Lisa menjauhinya, menjauhi semua orang. Rasa takut, berhasil membuatkannya sebuah dinding. Setumpuk batu disusun, membuat ia tidak lagi tersentuh orang lain.
***
Itungin kurang berapa bulan lagi sebelum Lisa lahir dong 🤣🤣
Di itunganku sih ini masih 2022, si Eden lahirnya Februari 2022 soalnya 🥲
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashes
FanfictionI can't hold you like the ashes You're spreading out Searching for your scent to call you back I can't see you through the flash My eyes are blurred Searching for your flashback in my mind 🎶 Ashes - Zior Park ft. Ai Tomioka