22

293 62 3
                                    

***

Jiyong jadi sasaran kemarahan orang-orang sekarang. Mereka yang tidak tahu apapun menghinanya, memarahinya, sudah pasti mengatainya bodoh karena pernah berkencan dengan gadis yang sekarang masih diselidiki polisi itu. Pihak agensi, orang-orang yang bekerja dengan Jiyong pun sekarang kelimpungan. Sekarang Kwon Jiyong menghindari semua orang.

Pihak agensi mencarinya, ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Ingin menyelesaikan masalah yang tiba-tiba muncul ini. Tapi pria itu menolak menemui siapapun. Ia juga menolak menjawab telepon siapapun, termasuk teman-teman dekatnya. Sama seperti semua orang yang ingin segera menyelesaikan masalah itu— Jiyong juga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sama seperti semua orang, ia juga terkejut melihat berita yang baru saja keluar itu.

Lantas, karena Jiyong menolak bertemu bahkan menjawab telepon, sekarang Lisa yang dicari orang-orang itu. Pihak agensi, bahkan reporter sekarang menghubungi Lisa. Membuat gadis itu harus berdiri di garis paling depan, mewakili Jiyong menjelaskan situasinya. Mewakili Jiyong menjelaskan ketidaktahuannya.

"Kami tidak tahu apapun tentang perempuan itu, satu yang pasti, G Dragon tidak pernah memakai narkoba," yakin Lisa, mengulang-ulang terus kalimat yang sama pada semua yang bertanya padanya.

Awalnya, Jiyong juga menghindari Lisa. Ia juga pergi dari keluarganya. Tapi gadis itu berhasil menemukannya, di tempat parkir dekat minimarket yang biasa mereka kunjungi saat berjalan-jalan. Di minimarket dekat rumah Lisa. Gadis itu sudah pergi ke rumah Jiyong, tapi orangtua pria itu mengatakan kalau putra mereka sudah pergi sejak pagi. Lisa lantas pergi ke agensi, tapi di sana semua orang juga mencari Jiyong. Semua jadwal hari itu dibatalkan, dan tidak seorang pun menemukan Jiyong.

Lisa menghubungi semua teman pria itu. Bertanya pada mereka, kemana Jiyong mungkin pergi di saat begini. Ia berencana pergi ke Pocheon, tempat dimana villa pria itu berada. Soohyuk yang memberitahunya, mungkin pria itu ada di sana. Karena katanya, Jiyong biasa pergi ke setiap kali merasa sedih. Lisa berencana pergi ke sana, tapi ia mampir ke minimarket untuk membeli bekalnya. Lalu di sana lah ia melihat mobil Jiyong.

Lisa turun dari mobilnya— mobil yang Jiyong pinjamkan padanya— lalu melangkah menghampiri mobil Jiyong. Pria itu duduk di mobil, menyandarkan dahinya ke roda kemudi. Jiyong baru mengangkat kepalanya dan melihat Lisa ketika gadis itu mengetuk bagian depan kap mobil Jiyong. Yakin kalau Jiyong masih hidup dan bisa mengangkat kepalanya, Lisa menghela nafasnya.

Hal pertama yang Lisa lakukan tentu menghubungi orangtua pria itu. Mengirimi Nyonya Kwon pesan. Mengatakan kalau ia sudah menemukan Jiyong dan pria itu baik-baik saja sekarang. Kemudian berjanji kalau ia akan membawa Jiyong pulang secepatnya.

Pria itu menghela nafasnya ketika ia melihat Lisa di sana. Lantas, ia nyalakan mesin mobilnya. Bermaksud untuk pergi setelah sadar kalau Lisa menemukannya. Lisa tidak bisa menahan mobil Jiyong agar tidak melaju pergi, gadis itu hanya berdiri, melihat kemana Jiyong akan mengemudi pergi. Tapi karena Lisa tidak melakukan apapun, tidak juga menahannya, Jiyong justru menghentikan niatannya. Pria itu membuka kunci mobilnya sekarang, membuat Lisa bisa dengan mudah membuka pintu di sebelahnya.

"Aku pikir, aku ditinggalkan lagi," kata Lisa, berdiri tepat di sebelah Jiyong kemudian mengusap rambut pria itu. "Untuk apa membeli briket? Mau memanggang sesuatu?" susulnya, melihat sekantong belanjaan di sebelah pria itu.

Jiyong menggeser belanjaannya, menjatuhkan kantong belanja itu ke lantai mobilnya. "Kenapa kau ke sini?" tanya Jiyong. Hanya ingin mengalihkan pembicaraan.

"Aku mau membeli bekal jalan-jalan, ke Pocheon," santai Lisa. "Tapi kalau oppa sudah punya briket, bagaimana kalau kita makan daging panggang di rumahku saja? Daripada menyetir ke Pocheon," susulnya.

"Tidak, aku harus-"

"Aku lapar," potong Lisa. "Aku belum makan sejak pagi... Sekarang sudah jam- oh? Jam lima sore? Pantas saja rasanya lemas sekali... Tidak bisakah kau memberiku makan dulu? Sebelum pergi?"

"Lisa, aku-"

"Aku tunggu di rumahku ya? Menyetir lah ke sana. Aku juga akan langsung ke sana," potong Lisa, sembari menunjuk mobil yang harus ia kendarai sendiri.

Lisa harus membeli beberapa daging sebelum sampai ke rumah. Meski sekarang gadis itu luar biasa gugup setelah melihat arang di dalam mobil Jiyong, gadis itu tetap mampir ke supermarket terdekat. Berlari ke bagian freezer daging, membeli apapun yang ada di sana.

"Cepat lah, aku buru-buru!" serunya, mengomeli si petugas kasir yang harus menerima pembayarannya. Ia tidak ingat apapun tentang makanan pendampingnya, atau pun sausnya.

Hanya ia beli sekeranjang daging, membawanya dalam kantong belanja besar kemudian menyetir pulang dan berlari ke rumahnya. Tiba di sana, setelah ia keluar dari tangga darurat dan melihat Jiyong di sana, gadis itu baru bisa menghela lega nafasnya. Rumahnya masih terkunci, Jiyong berjongkok di sebelah pintunya. Menunggu dengan kepala tertunduk.

Lisa yang terengah-engah, mengatur nafasnya sekarang. Ia tidak sabar menunggu lift, karenanya gadis itu berlari lewat tangga darurat. Meski hanya tiga lantai dari tempat parkir, kaki gadis itu tetap gemetar. "Maaf," tenangnya. Berusaha keras untuk tidak terdengar lelah. "Aku lupa kalau tidak punya daging di rumah, jadi aku membelinya dulu," susulnya, sembari membuka pintu rumahnya. "Oppa tidak menunggu terlalu lama kan?" tanyanya, kali ini melangkah ke rumahnya, mempersilahkan Jiyong untuk masuk juga.

Jiyong hanya menggumam untuk mengiyakannya. Perlahan pria itu bangkit, berdiri kemudian melangkah masuk. Pintu di tutup sekarang, Lisa meletakan semua daging yang ia beli di atas meja dapur, lalu memperhatikan Jiyong yang bergerak masuk, duduk di meja makannya.

"Briketnya?" tanya gadis itu, karena Jiyong datang dengan tangan kosong.

"Lisa, aku tidak-"

"Mana briketnya?" tanya gadis itu, enggan memberi Jiyong kesempatan untuk beralasan. "Bagaimana kita bisa makan daging kalau briketnya tidak dibawa ke sini?" katanya sekali lagi. Ingin membuang jauh-jauh kekhawatirannya. Ingin percaya kalau Jiyong membeli briket itu hanya untuk memasak, untuk memanggang daging bersamanya.

"Aku tidak membelinya untuk memasak, aku-"

"Augh! Sialan! Apa kau harus menjelaskannya?! Aku tahu! Aku tahu untuk apa kau membelinya!" bentak Lisa, sekarang marah. "Kau sangat ingin mati? Benar-benar tidak tahan sampai mau mati? Kalau begitu mati lah," kesal gadis itu, sekarang melempar sebuah pisau ke lantai, di dekat kaki Jiyong. Menunjuk pisau itu dengan dagunya, mengatakan kalau Jiyong bisa langsung mati jika menusukan pisau itu ke lehernya. "Jangan di tanganmu, lakukan di lehermu, tidak akan sakit, kau bisa langsung mati. Lakukan di depanku. Nanti akan aku katakan pada orang-orang kalau aku yang melakukannya, jadi mereka tidak akan terlalu sedih. Mereka hanya akan sibuk menyalahkanku, membenciku, lakukan lah, tidak apa-apa."

Lisa berusaha untuk tidak kelihatan takut. Ia berusaha keras menahan tangisnya sekarang. Gadis itu tidak ingin Jiyong terluka, tapi ia luar biasa marah melihat briket di mobil pria itu. Ia berusaha menahan dirinya, berusaha untuk tetap tenang, tidak ingin memprovokasi Jiyong, tapi rasa marah itu tidak bisa dibendungnya. Akhirnya, ia tetap menangis. Menangis tersedu-sedu ketika Jiyong menunduk untuk mengambil pisaunya.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang