32

254 55 6
                                    

***

"Oh? Eonni?" Lisa sempat panik sebab Dami lah yang membukakan pintu untuknya. "Jiyong oppa ada di sini? Aku menghubunginya, tapi dia-"

"Bisa aku menemuinya? Ada masalah penting yang harus aku bicarakan dengannya, sangat penting," potong Lisa, tidak cukup sabar untuk menunda lagi informasinya. Lisa sudah menelepon Jiyong sedari ia selesai menelepon Seunghyun, tapi pria itu tidak menjawabnya. Lisa mengiriminya pesan pun, Jiyong tidak menjawabnya.

"Tentu saja, dia ada di kamarnya," kata Dami, sedikit ragu membiarkan Lisa masuk.  Sebab sebelumnya Jiyong berpesan untuk tidak mengganggunya, untuk tidak membangunkannya meski ada bencana sekali pun. Pria itu sedang luar biasa kesal hari ini, karena pertengkarannya tadi siang.

"Bukankah kalian bertengkar hari ini?" tanya Dami, melangkah mengantar Lisa ke kamar adiknya. Berlaga tidak tahu kalau Lisa sudah sering berkunjung ke sana. "Kenapa kalian bertengkar? Benar-benar karena Seunghyun?" tanyanya sekali lagi, sedang Lisa membungkuk, tersenyum pada orangtua Jiyong di ruang tengah.

"Ya?" bingung Lisa, tidak pernah ia duga Jiyong akan menceritakan pertengkaran mereka pada keluarganya. "Soal bertengkarnya memang benar, tapi aku rasa kami tidak bertengkar karena Seunghyun oppa?"

"Kalau begitu naiklah, dia ada di atas," suruh Dami, yang kemudian menepuk dan mengusap bahu Lisa. "Berbaikan lah, jangan terlalu lama bertengkar," sarannya. Lisa tersenyum, sedikit canggung.

Dengan santai Dami berjalan menghampiri orangtuanya. Sedang Lisa masih berdiri di dekat tangga, menunggu kesempatan untuk berlari naik. "Mereka benar-benar bertengkar, sepertinya dia cemburu pada Seunghyun. Sejak tahu Yongbae akan punya anak, anak itu jadi sensitif, sepertinya iri. Eomma dan appa harus cepat-cepat menikahkannya," kata Dami, di tengah-tengah langkahnya kembali ke sofa. Tanpa rasa bersalah membicarakan adiknya sendiri di depan Lisa yang sekarang jadi semakin canggung.

Dami menoleh, melihat Lisa yang masih berdiri canggung di dekat tangga. Masih menggaruk-garuk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Melihat wajah yang sangat canggung itu, Dami terkekeh. "Naiklah, menginap pun tidak apa-apa," susulnya. Membuat ada semakin banyak mata yang menoleh ke arahnya sekarang— Tuan dan Nyonya Kwon, juga Kim Minjoon.

"Kau bisa memakai kamar tamu yang kemarin kalau mau menginap," susul Nyonya Kwon, sembari diam-diam menepuk kaki Dami, menyuruh anak sulungnya itu untuk berhenti menggoda Lisa. Seolah ia tahu betul kalau Lisa tidak akan nyaman berada dalam situasi itu.

"Iya, terimakasih," jawab Lisa, yang selanjutnya buru-buru melarikan diri, masuk ke kamar Jiyong tanpa mengetuk pintunya lebih dulu.

Malam ini belum larut, jam baru menunjuk pukul setengah delapan malam. Biasanya Jiyong tidak menutup rapat pintu kamarnya, agar Iye dan Zoa bisa bebas berkeliaran di rumahnya. Tapi malam ini pria itu menutup rapat pintunya, memberi tanda kalau ia tidak ingin diganggu.

Jiyong dengar ketika bel rumahnya ditekan, dan ia tidak pernah tertarik untuk melihat siapa yang datang. Jiyong juga dengar handphonenya berdering, notifikasi pesannya berbunyi, tapi ia belum ingin melihatnya. Yang sedang pria itu lakukan sekarang hanya berbaring di ranjang, menonton variety show komedi di TV-nya. Mencari sesuatu yang lucu untuk menghibur dirinya sendiri.

"Ya! Sudah aku bilang, aku-"

"Oppa!" seru Lisa, memotong omelan Jiyong, karena pintu kamarnya tiba-tiba di buka. Gadis itu menutup pintu kamar Jiyong, perlahan-lahan agar tidak membuat orang-orang dibawah penasaran. Lantas ia langkahkan kakinya ke ranjang. Langsung duduk di tepian ranjangnya, mengabaikan fakta kalau mereka sedang bertengkar. "Ibuku mengundurkan diri!" lapornya tiba-tiba.

"Ya?" bingung Jiyong, menegakan punggungnya, untuk mendengar sekali lagi informasi barusan.

"Ibuku keluar dari agensi, dia mengundurkan diri," kata Lisa, sekali lagi memperjelas ucapannya.

"Kenapa? Kenapa dia mengundurkan diri?"

"Tidak tahu, oppa tidak bisa mencaritahunya?" tanya Lisa, lantas mengajak Jiyong untuk pergi ke agensi bersamanya. Untuk mencaritahu jawaban atas pertanyaan mereka barusan.

Pria itu akhirnya bangun. Turun dari ranjangnya, menyuruh Lisa menunggu kemudian pergi ke kamar mandinya. "Ambilkan bajuku," suruhnya, membuat kekasih bergegas lari ke lemarinya. Lisa bergerak lebih cepat dari biasanya sekarang, sebab ia terlalu penasaran untuk bisa menahan dirinya.

"Ayo cepat," ajak Lisa, menggandeng Jiyong yang masih bercermin. "Siapa yang mau oppa lihat di sana? Kau sudah tampan, ayo cepat," bujuknya, membuat lawan bicaranya hanya bisa melirik sinis padanya.

Jiyong di tarik sampai ke tangga, baru setelah orang-orang di ruang tengah menoleh ke arah mereka, Lisa melepaskan tangan pria itu. "Aku mau ke agensi, ada yang perlu diurus," pamit Jiyong, berjalan lebih dulu meninggalkan Lisa yang masih tersenyum, berpamitan, menyapa keempat orang di ruang tengah.

Lisa ditanyai, kenapa mereka terburu-buru pergi. Namun gadis itu hanya bisa tersenyum, mengaku kalau ada yang mencari Jiyong di agensi, di studio. Jiyong sudah sampai ke pintu depan, menunggu Lisa berpamitan di sana, menjaga pintunya tetap terbuka. Sedang gadis itu sekali lagi berpamitan, lantas berlari kecil mengejar Jiyong. Saking terburu-burunya, Lisa hampir terjatuh saat memakai sepatu ketsnya. Untung saja ada Jiyong di sana, menahan tubuh gadis itu agar tidak membentur lantai.

Ia disuruh menyetir sekarang, sementara Jiyong melangkah ke kursi penumpang di sebelahnya. Lisa tidak keberatan, akan ia lakukan apapun untuk mendapatkan keinginannya— informasi tentang ibunya. Namun baru Jiyong membuka pintu mobilnya, yang biasa Lisa pakai, pria itu menghela nafasnya. Di kursinya ada beberapa tas belanjaan.

"Untuk apa ini?" tanya Jiyong, memindahkan vitamin untuk ibu hamil ke kursi belakang. Lisa juga membantunya, memindahkan barang belanjaannya yang lain ke kursi belakang. "Kau hamil?" tanyanya kemudian.

"Huh? Untuk istrinya Yongbae oppa," jawab Lisa. Tidak sempat memprotes pertanyaan Jiyong yang asal-asalan itu.

"Oh Hyorin noona? Lalu whiskeynya?"

"Untuk Daesung oppa," cepat Lisa, mulai mengemudi begitu ia juga penumpangnya siap di dalam mobil.

"Dengan siapa kau membeli semua itu?"

"Tentu saja sendiri," balas Lisa. "Menurutmu kenapa ibuku mengundurkan diri? Apa dia ketahuan berkencan dengan Mino? Atau ketahuan selingkuh dengan tetangganya? Apa jangan-jangan dia hamil?" tanyanya, menebak-nebak.

"Siapa yang bilang padamu dia keluar?"

"Seunghyun oppa, tapi! Jangan salah paham dulu. Aku tidak menemuinya hari ini, aku bilang padanya kau cemburu jadi kami tidak bertemu-"

"Ya! Siapa yang cemburu?!"

"Tidak tahu, aku hanya perlu alasan untuk menolak bertemu dengannya," santai Lisa. "Pokoknya, aku tidak bertemu dengannya hari ini. Dia memberitahuku barusan, lewat telepon. Lalu aku langsung ke rumahmu, aku meneleponmu, tapi oppa mengabaikanku, jadi aku bertanya pada ibumu," jawabnya, membuat Jiyong lantas berpaling, menahan malu karena ketahuan cemburu. Menahan malu karena merasa baru saja bertingkah kekanakan. Bisa-bisanya Lisa menelepon ibunya, hanya karena ia mengabaikan satu panggilannya.

Jiyong berdecak, mengeluh karena ia baru tahu Lisa menelepon ibunya. Jiyong jadi terlihat sangat kekanakan karenanya. "Mau bagaimana lagi? Aku tidak tahu dimana oppa berada. Setelah mendengar ibuku keluar dari agensi, mana mungkin aku bisa tenang?" katanya. "Maaf, aku minta maaf... Tapi hari ini, apa oppa juga PMS? Kenapa pemarah sekali?" herannya kemudian. "Sampai tadi pagi, oppa baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba cemburu sampai begitu? Aku tidak akan melakukan apapun dengan Seunghyun oppa, kenapa kau bertingkah seolah kekasihmu pernah direbut olehnya?"

"Memang pernah-"

"Ya?! Pernah?!" potong Lisa, langsung menginjak pedal remnya, karena mereka terlambat melewati lampu hijau di persimpangan. Bukan hanya terkejut karena jawaban Jiyong, tapi juga terkejut karena ia hampir menerobos lampu merah.

"Ya! Berhati-hati lah!" seru Jiyong, refleks mengulurkan tangannya ke samping untuk menahan tubuh Lisa— agar tidak membentur roda kemudi. Sedang tangannya yang lain diulurkan ke depan, menahan dirinya sendiri agar tidak menabrak dashboard mobil itu.

"Siapa? Mantan pacarmu yang direbut Seunghyun oppa?" tanya Lisa, sekarang suaranya melemah, terdengar penasaran, tapi juga takut mendengarnya. Takut kalau gadis yang mereka bicarakan, masih beraktivitas di sekitar mereka, masih berhubungan dengan Jiyong.

***

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang