59

254 60 13
                                    

***

Jennie tidak bisa melanjutkan obrolannya hari ini. Ia harus segera pergi ke studio rekaman tempatnya bekerja. Choi Seunghyun yang hari ini memintanya datang untuk kerja sambilan. Pria itu yang membelikan Jennie tiket pesawat untuk langsung menemuinya di studio, sore ini sebelum matahari terbenam.

Di cafe, Lisa duduk sendirian. Beberapa kali menghela nafasnya. Penasaran siapa ayahnya, tapi disaat bersamaan, ia pun khawatir akan menghilang dari sana. Bagaimana dengan putrinya kalau ia pergi sekarang? Bagaimana dengan Jiyong kalau ia tiba-tiba menghilang? Ia melamun, mencoba untuk membayangkan bagaimana hidup orang-orang yang akan ditinggalkannya nanti, namun tidak bisa menemukan bayang-bayang menyenangkan di sana. Semua angan yang ia bayangkan sekarang, terlalu menyesakan untuk bisa diterimanya.

"Aku bahkan belum tentu bisa tinggal saat ulangtahun pertamanya," sesal Lisa, berulang kali menahan sesak, menahan tangisnya.

Kalau Jennie tidak jadi mengandungnya, apa ia bisa tetap tinggal? Atau justru akan menghilang karena tidak pernah dilahirkan? Lisa kebingungan. Tidak ada satupun petunjuk, tidak ada seorang pun yang bisa memberinya petunjuk. Dalam film-film fantasi, biasanya muncul seseorang yang tahu segalanya, seseorang yang akan memberitahunya tentang aturan permainannya. Tapi Lisa tidak menemukan seorang pun, tidak ada satu pun mahluk fantasi itu di sana. Membuat ia jadi semakin frustasi karenanya.

"Anggap saja aku akan menghilang sebentar lagi," gumamnya kemudian. "Bersiap saja untuk resiko terburuknya," yakin gadis itu, lantas ia bangkit dari duduknya. Melangkah keluar sembari menelepon Jiyong, mengajak pria itu untuk pergi, berbelanja katanya.

Lisa tiba di tempat parkir ketika Jiyong juga sudah siap di sana. Baru saja meletakan bayi mereka ke kursi khususnya, akan menutup pintu mobilnya. Ia memeluk Jiyong begitu mereka bertemu. Menyadarkan kepalanya ke dada pria itu.

"Terjadi sesuatu?" tanya Jiyong, balas memeluknya.

"Tidak, hanya ingin mengajakmu pergi belanja," jawab Lisa. "Aku ingin membeli banyak hadiah, akan aku pakai semua uangku hari ini, semua gajiku tahun lalu," susulnya.

"Hadiah? Untuk siapa?"

"Untuk semua orang. Aku akan membuatmu lelah hari ini, bersiaplah, aku yang menyetir," jawab Lisa sekali lagi.

"Tidak," Jiyong menggeleng. "Aku yang menyetir, kau temani Alice di belakang. Temani dia sebanyak yang kau bisa," suruhnya.

Wanita itu mengangguk. Langsung menyetujui Jiyong, meski dadanya terasa sangat sesak. Lisa pun tahu, bukan ia satu-satunya yang khawatir. Jiyong juga sama resahnya seperti dirinya.

Tidak ada banyak pembicaraan dalam perjalanannya. Lisa memandangi bayi di sebelahnya, sedang sesekali Jiyong hanya melihat lewat kaca tengah mobilnya. Pria itu harus lebih serius ketika menyetir- jangan sampai terjadi kecelakaan atau ia bisa kehilangan dua orang berharga di belakangnya, sekaligus.

"Oppa janji tidak akan jadi seperti Kim Junghyun kan?" tanya Lisa, memperhatikan wajah manis putrinya yang sekarang terlelap.

"Tentu saja, aku akan menyayanginya, dia putriku, kau tidak perlu mengkhawatirkan yang itu," tenang Jiyong. Berharap ketika waktunya tiba, ia bisa memenuhi janjinya.

Tiba di pusat perbelanjaan, mereka keluar dari mobil di depan pintu utamanya. Lisa turun dari mobil, melangkah memutar untuk menggendong bayinya sedang Jiyong mengeluarkan kereta bayi dari bagasi mobil itu. Seorang petugas vallet menghampiri mereka, menerima kunci mobil dari Jiyong kemudian bersiap untuk memarkirkan mobil itu setelah semuanya siap.

Jiyong yang sekarang mendorong kereta bayinya. Sementara Lisa berdiri di sebelahnya, sesekali merangkul lengan pria itu. Tersenyum padanya, seolah mereka adalah pasangan paling bahagia di sana. Melangkah bersama seolah tidak ada kekhawatiran di kepala mereka. Seolah tidak ada sesak di dada masing-masing.

AshesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang