***
Di depan rumah nomor lima, Jennie berdiri. Di sebrang rumah itu adalah rumah nomor sepuluh. Lisa berhenti di sana, berlaga tengah menunggu seseorang keluar. Jennie berdiri dengan seorang yang familiar bagi Lisa, ayah tirinya, Lee Jaewook. Lisa tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi keduanya kemudian masuk ke rumah nomor lima.
Ia menunggu sebentar karena penasaran, tapi memutuskan pergi sebelum seseorang mencurigainya. Lisa penasaran, tapi pekerjaan kembali mengambil fokusnya. Gadis itu tidak sempat mencari tahu, berfikir kalau ia bisa melakukannya nanti, dihari Kamis pekan depan, dihari liburnya.
Tapi akhir pekan ini, diluar rencananya, gadis itu bertemu dengan Choi Seunghyun. Mereka menghadiri sebuah pameran lukisan yang sama. Jiyong juga Seunghyun diundang jadi tamu di sana. Jiyong datang lebih awal, sedang Seunghyun baru saja datang ketika Jiyong akan pergi.
"Pergilah duluan, aku akan menyusul," kata Lisa, ingin lebih dulu bicara dengan Seunghyun sebelum pergi meninggalkan pamerannya.
"Kenapa? Kau akan bertanya sekarang?" tanya Jiyong, seolah tahu apa yang ingin Lisa lakukan sekarang.
"Hm... Aku akan menyusul naik taksi nanti," angguk Lisa.
Jiyong mau tidak mau harus setuju. Sebentar, sebelum masuk ke mobilnya, pria itu memeluk Lisa. Menyuruh gadis itu untuk berhati-hati meski ada banyak kamera merekam mereka sekarang. Lisa membalas pelukannya, kemudian mengiyakan pesan kekasihnya. Gadis itu melambai pada mobil yang kemudian melaju pergi, lantas kembali masuk ke dalam galeri. Meninggalkan sederet kamera yang penasaran dengan hubungannya.
Di dalam, Lisa perlu berkeliling untuk mencari Seunghyun. Ada beberapa orang di dalam galeri itu, tapi tidak ada reporter di sana. Berbanding terbalik dengan keadaan di luar, di dalam semuanya terasa tenang. Alunan musiknya mengalun lembut, dengan pendingin udara yang sengaja dibuat berangin, untuk memberi kesan padang rumput tenang yang berangin.
Lisa berhasil menemukan Seunghyun di depan sebuah lukisan, gadis itu berdiri di sebelahnya lantas menyapanya. "Hai," sapa gadis itu. "Bisa kita bicara sebentar?" tanyanya kemudian.
"Sebagai kekasihnya Jiyong atau asistennya?"
"Sebagai diriku sendiri? Lisa," jawab gadis itu, mengulurkan tangannya, mengajak Seunghyun berjabat tangan.
Lisa sempat khawatir, Seunghyun tidak akan memberinya informasi apapun. Ia bahkan takut pria itu akan menolak bicara dengannya. Tapi siapa sangka, obrolan di galeri itu berlangsung hampir tiga jam penuh. Sampai Jiyong menelepon karena Lisa tidak juga menyusulnya.
"Aku baik-baik saja," santai Lisa, menjawab kekhawatiran Jiyong di depan Seunghyun. "Kami masih di galeri, di cafe lantai dua, Seunghyun oppa tidak punya jadwal apapun hari ini, jadi kami mengobrol," susulnya.
"Kalian mengobrol?"
"Hm... Mengobrol, mana mungkin bertengkar?" santai Lisa. "Seunghyun oppa tidak seperti yang oppa ceritakan, ternyata kami cocok saat menjelek-jelekkan orang lain," susulnya. "Ini hari liburku, aku masih boleh mengobrol di sini kan? Kalian tidak perlu aku di sana kan?" tanyanya kemudian.
"Memang apa yang aku ceritakan padamu? Tsk... Jangan membicarakanku," balas Jiyong. "Telepon aku kalau sudah selesai, aku jemput nanti," susulnya, kemudian mengatakan kalau ia harus segera kembali ke ruang meeting. Jiyong sengaja berlaga pergi ke toilet hanya untuk menelepon Lisa. Hari ini gadis itu libur, tapi ini bukan hari Kamis dan Jiyong harus bekerja, karenanya gadis itu ikut ke galeri— Jiyong mengajaknya berkencan di galeri hari ini.
Lisa tidak menelepon Jiyong setelah obrolannya selesai. Seunghyun yang mengantarnya pulang sore ini, sebab Lisa tahu Jiyong belum selesai dengan pekerjaannya. Gadis itu diantar sampai ke apartemennya, "kapan-kapan aku akan mampir, kita bisa mengobrol lagi," kata Seunghyun dan Lisa mengiyakannya.
"Kalau senggang hubungi aku, kita bisa minum wine bersama, aku punya balkon di rumah," tawar gadis itu. "Atau kita bisa makan malam di rumah orangtuamu?" susulnya, tersenyum lebar lantas terkekeh. Lisa keluar dari mobil Seunghyun sekarang. Melambai pada pria itu, kemudian melihat supir mobilnya membawa Seunghyun pergi dari sana.
Begitu sampai di unit apartemennya, Lisa menghubungi Jiyong. Ia kirimi pria itu sebuah pesan, mengatakan kalau ia sudah di rumah, lantas menanggalkan pakaiannya. Ia berencana untuk mandi sekarang, membersihkan tubuhnya kemudian mengeluarkan kudapannya dari lemari es. Menunggu Jiyong datang.
Lisa menonton TV sembari menunggu kekasihnya sampai. Tapi kali ini, tidak satupun acara di TV yang berhasil mengalihkan pikirannya. Ia terus memikirkan Jennie sekarang. Mendengar semua rumor tentang gadis itu yang Seunghyun tahu, membuat kepalanya sedikit berdenyut. Ia menyukai obrolannya. Ia menyukai pertemuannya hari ini. Tapi semua informasi itu terlalu mengganggunya.
"Sudah aku bilang, aku akan menjemputmu," suara Jiyong terdengar setelah tiga puluh menit Lisa duduk di sofanya.
Sedari suara kunci pintu yang ditekan, lalu pintu yang di dorong, Lisa sudah menoleh ke belakang. Ia sudah menatap ke arah pintu sembari merentangkan tangannya, menunggu Jiyong memeluknya. "Peluk aku, oppa akan terkejut," kata gadis itu, sama sekali tidak menanggapi omelan Jiyong.
"Kenapa? Apa yang kau bicarakan dengan Seunghyun? Lama sekali," tanya Jiyong, sekarang menghampiri Lisa setelah ia letakan sekantong belanjaan di dekat kaki meja makan. Pria itu memeluk Lisa, dari belakang sofanya. Ia membungkuk agar bisa memeluk bahu gadis itu. Agar bisa mengusap-usap kepalanya.
"Sepertinya aku keturunan orang kaya?" kata Lisa kemudian. "Keluarganya Jennie bukan pembantu di rumah orang kaya itu, dia memang tinggal di sana. Seunghyun oppa mengenalnya sejak lama," susulnya, kali ini membuat Jiyong mengerutkan dahinya. Alisnya bertaut, dan sebuah pertanyaan mengganggu kepalanya. Kalau Jennie memang kaya raya, kenapa dia harus tidur dengan Mino hanya untuk debut? Kalau dia memang mengenal Seunghyun sedari kecil, untuk apa dia menggoda Mino? Sama seperti Lisa, Jiyong pun bertanya-tanya.
"Ibuku, ayah tiriku lalu Seunghyun oppa bertetangga, sedari lama," kata Lisa sekali lagi. "Rumah mereka benar-benar bersebelahan. Rumah ibuku ada tepat di depan rumah Seunghyun oppa, lalu ayah tiriku tinggal di sebelahnya," susul gadis itu.
Jiyong melepaskan pelukan itu sekarang. Ia melepaskan jasnya, menjatuhkannya begitu saja ke lantai. Sembari dicarinya tempat untuk duduk. Pria itu duduk di sebelah Lisa sekarang. Di atas sofa yang sama, sembari memangku kaki Lisa yang ditumpangkan ke atas kakinya.
"Jadi Seunghyun hyung mengenal Jennie?"
"Hm..." Lisa menganggukan kepalanya. "Sudah lama mereka saling kenal, delapan belas tahun? Seunghyun oppa bahkan melihat ibuku lahir. Katanya itu adalah pemandangan paling mengerikan dalam hidupnya. Dia baru saja pulang setelah latihan di agensi, dia berjalan ke arah rumahnya, lalu tiba-tiba di dengarnya seorang perempuan berteriak. Ternyata itu ibunya ibuku? Nenekku? Dia meminta tolong karena mau melahirkan, kakinya berdarah-darah dan hanya ada Seunghyun oppa di sana. Jadi dia berlari ke rumahnya, membangunkan orangtuanya, lalu setelah itu orangtuanya yang mengurus sisanya. Kompleks perumahan itu benar-benar ramai malam itu, karena nenekku tiba-tiba melahirkan. Maksudnya semua orang tahu dia hamil, tapi saat itu belum waktunya dia melahirkan, ibuku ternyata prematur," cerita Lisa, mengulangi apa yang tadi ia dengar dari Seunghyun.
"Kau percaya?"
"Percaya atau tidak, ceritanya tetap seru," balas Lisa. Tidak pernah berfikir Seunghyun akan membohonginya. Apa untungnya pria itu membohonginya? "Lalu, ibuku dan ayah tiriku ternyata berkencan, tapi di agensi, ibuku juga mengencani Song Mino. Lalu di sisi lain, bagaimana Seunghyun oppa bisa mengetahuinya? Aneh kan? Sedari tadi aku memikirkan itu. Bagaimana Seunghyun oppa tahu semua rumor tentang ibuku? Oppa saja tidak tahu, padahal satu agensi bilang kalau oppa yang paling suka bergosip," katanya.
"Ya! Berani sekali kau bilang begitu tentangku?" protes Jiyong, menepuk kaki Lisa yang ada di pangkuannya. Cukup keras hingga Lisa berseru karena sakit. "Tapi, kenapa kau tidak bertanya pada ibumu saja? Ya! Eomma, siapa yang sebenarnya kau kencani? Siapa ayahku? Tanya saja padanya, tidak bisa?" susul Jiyong, ikut penasaran.
"Oppa tidak mau bertanya padanya? Anggap saja konseling sebelum debut?"
"Tidak mau," geleng Jiyong. "Sampai hari kelahiranmu, aku tidak akan bicara padanya," tolaknya, membuat Lisa menatap aneh padanya.
"Berlebihan sekali... Jangan khawatir! Aku bukan anakmu!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ashes
FanfictionI can't hold you like the ashes You're spreading out Searching for your scent to call you back I can't see you through the flash My eyes are blurred Searching for your flashback in my mind 🎶 Ashes - Zior Park ft. Ai Tomioka