52 - Antagonis Saling Menyerang

11K 772 317
                                    

Kelemahan Drake adalah Amareia, sama seperti Dexter.

Maka Amareia menempelkan ujung pistol ke kepala bagian sampingnya sendiri, Drake pun bergegas melepas penyatuan, dia berdiri dengan menatap panik Amareia. Sedangkan Shamaira beringsut mundur, matanya memerah, dia tak menyangka, jika mendapat siksaan Drake kali ini, dirinya harus di saksikan pula oleh Amareia.

"Sayangku, jauhkan pistol itu dari kepalamu ya?"

"Tidak akan, Drake. Kau tidak akan pernah berhenti jika belum melihat mayatku kan?"

Drake menggeleng, dia mencoba mendekat namun Amareia langsung mundur. "Jika kamu mendekat, kamu akan lebih cepat melihat mayatku alih-alih bisa mendengar suaraku lebih lama."

Akhirnya, Drake berhenti melangkah. Dia tersenyum ke arah Amareia di depannya, "Baiklah, aku tidak akan mendekat tapi tolong jauhkan pistol itu dari kepalamu, sayang. Jangan lukai diri kamu ya,"

Amareia menggeleng tegas, tatapannya beralih pada Shamaira yang penampilannya sudah tidak karuan. Wanita itu menyeret kakinya, mendekati celana Drake yang terbuang. Shamaira tahu, Drake selalu menyembunyikan pistol atau senjata lain di celananya. Benar saja, Shamaira menemukan pistol di saku belakang celana Drake.

Dia langsung berdiri, dengan menodongkan pistol ke arah Drake, Amareia memelotot kaget. Dia menelan ludah dengan susah payah, Amareia belum pernah dalam situasi seperti ini, lidahnya kelu dan tenggorokannya tercekat. Namun, Drake yang menjalani pelatihan tak sebentar, menyadari hembusan gerakan dari belakang.

Pria itu langsung menunduk, membuat peluru yang akan mengenainya, meleset, menghancurkan kaca meja rias di belakang Amareia. Amareia memekik, dia tak sengaja menjatuhkan pistolnya karena kaget. Kesempatan itu, Drake gunakan untuk mengambil pistol yang terjatuh, dia dan Shamaira sama-sama saling menodongkan pistol.

"Kau semakin berani, jalang. Kau siap mati sekarang?"

Shamaira beralih menatap ke arah Amareia yang menutup kedua telinganya, Shamaira menghela napasnya kasar. "Yang harus kau siksa hanya aku, Drake."

"Apa kau ingin menjadi malaikat penolong setelah menjadi iblis, Shamaira?"

"Anggap begitu, setidaknya sebelum mati, ada satu kebaikan di antara ribuan kejahatan yang aku lakukan."

"Cih! Wanita munafik!"

Dor!

***

"Kau sudah menemukan jejak mereka, Hans?"

"Tuan, tidak ada satu pun jejak. Semua seperti sudah di rencanakan dari jauh-jauh hari, bahkan sinyal yang terdeteksi, berhenti di persimpangan jalan."

Dexter mengusap wajahnya kasar, kabar istrinya diculik benar-benar membuat Dexter kalut. Dia sudah mengerahkan seluruh anak buahnya yang terbaik untuk melacak, tapi tak ada jejak yang di temukan. "Drake pasti dalang di balik semua ini, Hans."

"Saya juga meyakini itu, Tuan."

Hans fokus memperhatikan layar komputernya, "Tuan."

"Ada apa?"

"Pergerakan sinyal ponsel Dale Chesner ada kejanggalan,"

"Telusuri! Kirim orang untuk mengikuti pria itu!"

"Baik, Tuan."

***

Tubuh Amareia gemetar hebat, dia melangkah mundur hingga kakinya membentur meja rias bahkan tak sadar, kakinya menginjak pecahan kaca. Di depannya, Shamaira tersenyum sembari terbatuk darah beberapa kali. "Drake sudah mati, Amareia. Kau bisa bersaksi di kepolisian, katakan jika aku melakukan pembelaan makanya menembak pria itu."

"Amareia, aku tak ingin di penjara."

Tenggorokan Amareia masih tercekat, kejadian di depan matanya terlalu cepat sampai dia kehabisan kata-kata. Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dia .... Dale Chesner yang datang atas perintah Drake. Iya, Drake sengaja menghubungi Dale Chesner yang turut mengusik pujaan hatinya. Drake ingin membunuhnya bersamaan dengan membunuh Shamaira.

Namun siapa sangka, jika Drake harus jatuh bersimpuh dengan darah keluar dari dada kanannya. Dale Chesner yang melihat situasi kacau, menelan ludahnya kasar. Pandangannya beralih pada Shamaira, wanita itu menyeret kakinya, mendekati pistol yang terjatuh lalu melemparnya ke arah Dale Chesner.

Refleks, Dale Chesner menangkap lemparannya. "Tembak dia sekali lagi, Chesner. Jika tidak, kita bertiga yang akan mati di sini,"

Entah kerasukan apa, Dale Chesner mengikuti ucapan Shamaira. Dia menembak kepala Drake, membuat hidup pria itu benar-benar berakhir. Amareia, kondisinya yang lemah dan sensitif karena hamil, melihat banyaknya darah, kepalanya mulai berdenyut, matanya mengabur, dalam hitungan detik, dia jatuh tak sadarkan diri di atas pecahan kaca.

Shamaira terkejut melihatnya, namun darah yang terus keluar dari perutnya, membuat Shamaira tak mampu bergerak. Tak lama, Shamaira ikut kehilangan kesadarannya. Dale Chesner ingin mendekat sebelum ....

"SIALAN! BAWA DIA BAJINGAN!!"

Puluhan pria berpakaian hitam lengkap dengan senjata masing-masing, menyergap bangunan tua ini. Dexter yang paling panik dan memimpin pasukannya, langsung menghampiri sang istri yang tak sadarkan diri di atas pecahan kaca. Kulitnya yang putih bersih, akhirnya terluka bekas goresan kaca. Dexter dengan hati-hati menggendongnya, bergegas membawanya pergi ke rumah sakit.

Hans ikut menggendong Shamaira dan membawanya pergi ke rumah sakit karena bisa merasakan napasnya yang terhembus. Dale Chesner di amankan pria bersenjata dengan kedua tangan di borgol, Drake, pria itu sudah jelas tak bernyawa. Damian yang turut datang hanya bisa menggeleng pelan, meminta para pria bersenjata untuk membawa Drake.

"Akhirnya, kau mati di tangan wanita yang kau siksa, Drake. Antagonis memang harusnya berakhir di tangan antagonis, adil."

***

"Aillard, Mommy ...."

Aysele tak berhenti menangis, kabar sang Ibu yang di culik sudah menyebar ke seluruh keluarga. Mereka semua kumpul di kediaman Dexter juga Amareia, kedua wanita baya yang tidak lain Nyonya besar Mason dan Nyonya besar Yvette, keduanya tak sadarkan diri. Merek berdua ada di kamar dalam pemeriksaan Dokter.

Dan Aillard, kabar Ibunya di culik juga membuatnya ketakutan setengah mati. Dia ingin menangis, tapi Aysele butuh pelukannya. Dia memeluk Aysele dengan menahan tangis, berusaha menenangkan Adik perempuannya. "Jangan menangis terus, Aysele. Mommy sangat kuat, Mommy akan baik-baik saja."

"Aku takut, Aillard. Demi Tuhan, aku tidak akan sanggup jika harus kehilangan Mommy. Lebih baik aku yang pergi lebih dulu dari pada Mommy, hidupku akan berantakan tanpa Mommy."

"Sama, Aysele. Jangan kamu pikir, hanya kamu yang hancur tanpa Mommy. Aku juga sama, aku khawatir, aku takut sesuatu terjadi pada Mommy dan Adik bayi di dalam perut Mommy. Tapi tidak ada gunanya menangis, nanti kamu demam, berhenti menangis ya? Mommy akan baik-baik saja karena Daddy akan menolong Mommy."

Aysele sesenggukan dalam pelukan Aillard, di sofa tunggal, dengan kepala tertunduk, Leo juga diam-diam menangis. Dirinya tak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ibu kandung, tapi Amareia memberikannya dengan tulus tanpa pamrih. Leo juga takut, takut Amareia terluka atau bahkan meninggalkan dirinya.

Hidup Leo akan sama hancurnya dengan hidup Aillard dan Aysele.

"Leo?"

Aillard tahu, Leo juga terpukul atas kabar Amareia di culik. Dia sejenak melepas pelukannya pada Aysele, berjalan mendekati Leo dan memeluknya. "Jangan memendam sendirian, kamu bisa berbagi dengan kami atas kesedihanmu."

Tangis Leo semakin pecah di dalam pelukan Aillard.

***

300 komentar untuk selanjutnya!!

Bye sengkuu

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang