60 - Si Bungsu Mason

10.1K 783 13
                                    

Tiga puluh menit setelah sang Tuan tiba dirumah sakit, Hans ikut tiba dengan membawa kantong kertas di tangannya. Dia ingin masuk ke ruangan sang Nyonya, bertepatan dengan Dexter yang keluar dari dalam ruangan. Dia pun melangkah maju mendekati Tuannya.

"Tuan, ini pakaian untuk Anda. Anda harus ganti handuk kimono itu dengan pakaian yang sudah saya bawa,"

Dexter mengangguk, dia terlalu panik tadi sampai tak ada kepikiran berpakaian selain memakai apa pun yang ada di dekatnya. Tidak kaget jika sepanjang dia membawa istrinya ke rumah sakit tadi dengan mendorong brankar, banyak sekali pasang mata yang menatapnya penuh puja, mungkin dada bidangnya yang berbulu tak sengaja terekspos.

"Aku ganti pakaian dulu, Hans. Jaga di sini,"

"Baik, Tuan." Hans duduk di kursi depan ruangan Amareia, dia baru tahu jika di dalam tengah ada Dokter, pantas Dexter tadi keluar ruangan meninggalkan Amareia karena ada Dokter. Jika tak ada Dokter, mustahil Dexter meninggalkan Amareia sendirian.

Di dalam ruangan, Dokter tengah memeriksa pembukaan karena Amareia yang memang ingin melahirkan normal. Saat melahirkan si kembar pun, Amareia melahirkan mereka secara normal. "Sudah pembukaan delapan, Nyonya. Pasti cepat menuju pembukaan sepuluh, semangat ya, Nyonya."

Amareia mengangguk, dia selalu ingin makan Dexter tiap kontraksi itu datang tapi tak tega. Selepas Dokter pergi, Dexter masuk dengan pakaian yang sudah berganti, bukan handuk kimono lagi dan Amareia yang memang berganti memakai pakaian pasien rumah sakit. "Bagaimana, sayang? Sudah pembukaan berapa, hm?"

"Delapan, Dex."

Dexter duduk di tepi ranjang, dia memijat kaki Amareia. Dengan telaten memijat jari-jari kaki dan tangan, mengusap pinggangnya saat kontraksi itu hadir, Amareia merindukan saat-saat seperti ini yang pernah dia rasakan saat hamil si kembar. "Tuhan, apa tidak bisa transfer saja rasa sakit kontraksinya padaku? Aku sungguh tak tega melihat istriku kesakitan," Lirihnya yang tentu saja di dengar oleh Amareia.

"Dex, kamu berlebihan."

"Bukan berlebihan, sayang. Aku hanya tidak tega melihat kamu kesakitan setelah ini, kita tidak usah punya anak lagi ya."

Kening Amareia berkerut, "Kok bicara seperti itu? Bagaimana kalau aku hamil lagi? Anak kita kelak akan merasa tak di harapkan atas ucapan Daddynya sendiri, kamu tega?"

Dexter terdiam, "Tapi kamu kesakitan saat melahirkan, sayang."

"Aku selalu menikmatinya, Dex. Aku selalu bahagia mengikuti proses melahirkan sampai kelegaan tiba saat melihat wajah polos anak kita,"

"Aku semakin mencintaimu, sulit rasanya mengurangi cinta, ingin terus ditambah tambah dan tambah."

***

Dikabarkan putri semata wayangnya akan segera melahirkan, Tuan dan Nyonya besar Yvette langsung terbang dari luar kota detik itu juga. Bahkan tak memberi izin suaminya berganti pakaian, masih lengkap memakai celana bahan selutut dengan kaos oblong. Tidak apa-apa, demi calon cucu, apa pun akan Tuan besar Yvette lakukan meski kaos pudarnya sedikit menodai wajahnya yang dingin.

"Pa! Cepat dong! Cucu Mama mau lahir ini!"

Tuan besar Yvette hanya bisa memijat pelipisnya yang berdenyut, dia juga antusias, tapi tidak berlebihan seperti istrinya. Belum lagi, mereka masih di perjalanan. "Sabar, Ma. Kalau tidak sabar, bokong Mama semakin lebar."

"Bukannya itu kesukaan Papa?"

Tuan besar Yvette mendelik ke arah istrinya dan memilih meningkatkan laju mobil, "Ayo, Pa! Cepat! Papa kan mantan pembalap, masa lelet seperti siput?"

"Ma, astaga. Harus santai asal sampai dengan selamat."

"Tidak bisa, Pa! Ayo cepat!! Mama harus mendampingi anak Mama melahirkan!!"

Di rumah sakit.

Kontraksi terasa kembali, kali ini, pembukaan sudah lengkap. Dokter memberi intrupsi agar Amareia mengatur napas dan tenaga sembari mengejan, Dexter juga tak lepas menggenggam tangan istrinya sembari membisikkan kalimat penuh cinta dan semangat. "Istriku kuat, bisa ya, sayang. Demi anak kita,"

Dia terus berdoa memohon kelancaran untuk istrinya dan bayinya bisa lahir dengan selamat. Amareia juga tak kalah banyak berdoa, dia ingin yang terbaik untuk bayinya. Berkali-kali mencoba mengerahkan segala tenaga, Amareia hampir menyerah tapi Dexter mengecup punggung tangannya sangat lembut. "Istriku sangat kuat, hebatnya istriku."

Tenaganya seperti terisi penuh kembali, dia mengerahkan sisa tenaganya membuat tangis bayi menguasai ruangan sampai menembus ke luar ruangan.

Tangisan yang di nanti terdengar, Dexter sempat terpaku, tak percaya jika dirinya telah menjadi Ayah dari tiga anak. Dia pun menunduk, mengecup kening istrinya penuh rasa bangga dan haru. Sampai air mata .... Terasa luruh.

Dan sadar suaminya menangis, Amareia yang tegar jadi ikut meneteskan air mata. Apalagi, saat sang bayi ditaruh di dadanya. Hatinya bergetar, tatapannya begitu haru menatap wajah sang bayi. Melihat anugerah seindah ini kembali dia dapatkan, Amareia terus berterima kasih pada Tuhan.

Takdirnya benar-benar berubah, terima kasih Tuhan.

Andaikan tak kembali ke masa lalu, mungkin Amareia tak akan merasakan posisi bahagia seperti ini lagi.

Dia bisa melahirkan bayinya.
Melihat tatapannya yang polos untuk pertama kali.

Menyentuh pipinya yang merah.
Merasakan kecupan penuh cinta dan bangga di keningnya dari pria berarti dalam hidupnya.

"Hebat, sayang. Kamu hebat, istriku akan selalu hebat. Terima kasih, i love you, my love."

Amareia tersenyum ke arah Dexter yang tersenyum padanya.

"I love you too, My perfect Daddy."

Di luar ruangan bersalin, Tuan dan Nyonya besar Yvette baru saja tiba. Nyonya besar Yvette mendadak mengucap syukur tapi juga sebal pada suaminya. "Tuhkan, Pa! Mama jadi tidak bisa mendampingi anak tunggal Mama melahirkan!"

Tuan besar Yvette hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Yang penting cucu kita sudah lahir dengan sehat dan selamat, Ma."

"Tetap saja! Papa salah!"

***

Jangan lupa untuk,
Follow + vote + koment!

Untuk melihat visualisasi tokoh bisa lihat dan ikuti instagram:
@_jeongsa14
@aicathleen_

Sampai jumpa, seng❤️‍🔥

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang