69 - Penyerangan

4.5K 412 8
                                    

Dor!

"Tuan, lapisan kaca mobil akan segera hancur jika kembali mendapat tembakan."

Sopir di depan memberi informasi, membuat Dexter menarik tangan Hans agar berhenti menembak musuh dari celah jendela. "Cari tempat sepi, jangan sampai ada korban lain yang bukan mereka incar."

"Baik, Tuan!"

Sopir melajukan mobil sesuai intrupsi sang Tuan, belum tiba di tempat tujuan, ban mobil untuk kesekian kali di tembak. Bersamaan pula dengan kaca jendela belakang yang kini hancur, suara pecahan kaca dengan hujaman peluru, seakan memberi titah untuk Dexter mau pun Hans bersembunyi.

"Tuan, biar saya yang melawan mereka."

Dexter menahan Hans, "Jangan bodoh! Ini atas kelalaianku yang tidak mengerahkan pengawalan ketat karena aku anggap aman, kau jangan gegabah, pikirkan istri dan calon anakmu di rumah!"

"Tuan, Anda juga memiliki Nyonya, Nona muda, dan para Tuan muda, Tuan."

Dexter menatap Hans, "Meski begitu, aku sudah cukup puas merasakan cinta kasih kebersamaan kami. Tapi kau belum pernah merasakannya, Hans. Nikmati perasaan membuncah itu saat anakmu sudah lahir ke dunia, jangan membuat aku menyesal telah membawamu ke dunia mengerikan ini."

"Tuan, tolong jangan terlalu baik."

"Aku jahat, Hans. Rasanya, ingin sekali aku menendangmu yang keras kepala ini keluar!"

Sempat-sempatnya sang Tuan bercanda, tapi tak urung Hans tersenyum tipis, merasa terharu juga terhibur. "Tuan, kita lawan mereka bersama-sama kalau begitu. Pulang dalam keadaan selamat atau pun tidak, setidaknya posisi kita sudah sama-sama berjuang."

"Terserah dirimulah, Hans!"

Hans tersenyum kecil, kembali mengarahkan ujung pistol ke mobil musuh, begitu pun dengan Dexter. Pertarungan sengit membuat keduanya tak memperhatikan kondisi sopir yang mendapat serangan dari samping, Dexter mengumpat, dia melihat kepala sopirnya ditembus peluru.

"Sial! Hans, aku harus ke kursi kemudi!"

"Biar saya, Tuan!"

"Hans!"

"Saya saja, Tuan!"

Hans langsung mendorong sopir yang telah tewas itu hingga jatuh ke atas aspal, dia menggantikan posisi mengemudi, membuat Dexter kembali mengumpat. Posisi di kursi kemudi berbahaya, tak ada perlindungan, mau tak mau, Dexter menembak siapa pun yang ingin menarget kan kepala Hans.

Dalam hati membatin, aku tak membawa banyak cadangan senjata. Aku benar-benar merasa lalai hari ini, Dexter mengusap wajahnya dengan begitu kasar, sayang dan anak-anak kesayangannya Daddy, maafkan Daddy jika tak bisa menepati janji untuk pulang dalam keadaan baik-baik saja.

Peluru terakhir.

Dor!

"Hans, fokus menyetir!"

Dexter menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan napas terengah, tak ada lagi peluru yang bisa dia gunakan. "Tuan, maafkan saya, harusnya saya inisiatif memenuhi cadangan peluru di mobil."

Dexter menggeleng, "Tak perlu menyalahkan inisiatif karena aku sendiri yang terlalu menggampangkan sesuatu. Hans tolong fokus, jangan sampai─"

Dor!

"Hans!"

***

Sebuah brankar di dorong cepat menuju ruang tindakan, ceceran darah membasahi lantai putih yang begitu bersih kini ternoda. Di belakang, diikuti beberapa pria berpakaian hitam dengan senjata lengkap yang berkali-kali mengusap wajah dengan kasar. Merasa gagal karena datang dalam waktu yang terlambat.

"Maaf, batas kalian hanya sampai di sini."

Mereka duduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk, "Harusnya, aku datang lebih cepat."

"Ini salah kami juga, ketua. Maafkan kami yang lamban mendapat informasi perjalanan Tuan dan asisten Hans,"

"Bukan waktunya menyalahkan diri, sekarang yang jadi pertanyaannya, bagaimana cara kita mengabari keluarga Tuan dan asisten Hans?"

Yang di sebut ketua langsung berdiri dari duduknya, "Biar aku yang memberi kabar."

"Anda yakin, ketua?"

"Ya, aku pergi dulu."

***

Deg.

"Tolong jangan bercanda,"

"Maafkan kelalaian kami, Nyonya."

Amareia hampir terhuyung jatuh jika tidak cepat berpegangan pada tepi meja, wanita yang baru menyelesaikan memandikan si bungsu itu mendadak lemas tak bertenaga, mendapati kabar buruk terkait suaminya. "Di mana lokasinya? Katakan!"

"Nyonya, saya harap Anda berpikir jernih. Kami yang akan memindahkan Tuan ke rumah sakit di sana, di sini masih tidak aman apalagi untuk Anda yang berniat menyusul. Saya mohon pengertian Anda, Nyonya."

Amareia menggigit bibir bawah menahan tangis, "Lalu bagaimana kondisi suamiku?!"

"Berdoa semoga Tuan baik-baik saja, Nyonya. Saya izin menutup panggilan,"

Di seberang sana, pria bertubuh tegap yang di panggil ketua berjalan menghampiri anak buahnya yang menunggu di ruang tunggu. "Bagaimana? Sudah selesai tindakannya?"

"Belum selesai, ketua. Mungkin─"

Semua atensi beralih saat lampu ruang operasi mati, di susul kemunculan seorang Dokter. "Bagaimana kondisi kedua pasien, Dok?"

"Salah satu dari mereka selamat,"

Deg.

"S-salah satu?"

Dokter mengangguk dengan wajah yang tak terbaca, para anak buah Dexter ikut saling pandang. Mereka tak berani menebak, siapa yang selamat dan siapa yang tidak selamat.

***

Jangan lupa untuk,
Follow + vote + koment!

Untuk melihat visualisasi tokoh bisa lihat dan ikuti instagram:
@_jeongsa14
@aicathleen_

Sampai jumpa, seng❤️‍🔥

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang