53 - Menuju Kremasi

11K 810 187
                                    

"Luka gores akibat pecahan kaca di beberapa bagian tubuh Nyonya sudah kami tangani, tidak ada luka serius lain, Tuan. Nyonya hanya syok hingga membuatnya kehilangan kesadaran,"

"Bagaimana dengan anak kami di kandungan istri saya?"

"Kandungan Nyonya baik-baik saja, Tuan. Calon bayi Anda sangat kuat, pasti lahir dengan selamat kelak."

"Amin,"

Setelah Dokter pergi, Dexter masuk ke dalam ruangan istrinya. Pria itu berkali-kali mengecup punggung tangan Amareia, "Maaf, sayang. Maaf jika aku lalai, maaf aku tidak menjagamu dengan baik. Maaf, karena aku terlalu ceroboh pada musuh yang ternyata sangat dekat di antara kita."

Dexter menarik napas, mengembuskan dengan begitu berat. Dia tahu, Drake mencintai istrinya tapi tak tahu jika Drake akan membawa serta Shamaira juga Dale Chesner ke hadapan Amareia. Bahkan berniat membunuh keduanya untuk membalaskan perbuatan mereka terhadap Amareia. Drake ingin membalaskan tapi berakhir pembalasan untuk dirinya sendiri.

"Kamu pasti takut banget ya, sayang? Maafkan aku," Rasa bersalah yang sangat besar semakin menyeruak. Dexter tak mampu membayangkan, betapa istrinya ketakutan dan mual melihat darah. Istrinya tengah hamil, perasaannya jauh lebih sensitif dari biasanya. Jika tak hamil, Amareia ahli bersikap tenang tapi berbeda saat dia hamil.

Dexter sangat paham akan hal satu itu.

"Setelah bangun, aku berharap pada Tuhan agar ingatanmu yang buruk hilang saja. Aku lebih rela kau tak ingat apa pun dari pada ingat semuanya tapi membuat dirimu terjerat traumatis."

Tangan Dexter beralih mengelus lembut perut istrinya, jika sesuatu terjadi pada bayinya dan Amareia, Dexter bersumpah, dia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri atas segala kelalaian yang dirinya lakukan. "Sayangnya Daddy, terima kasih sudah mau bertahan, Nak. Maaf jika Daddy membuatmu merasa ketakutan di dalam sana, bertahan sampai lahir nanti ya, Nak. Daddy menyayangimu,"

Dexter memberikan kecupan penuh rasa bersalah dan kasih sayang pada perut Amareia, "Anak Daddy sangat kuat, hebat." Dia tak henti memuji bayinya yang ada di dalam kandungan Amareia.

***

"Ma,"

Matanya memerah, air mata kembali berjatuhan di pipinya. Tak kuasa menahan hancur di hati meski kejahatan sang anak tak bisa ditolerir. Sebagai seorang Ibu, seburuk apa pun sang anak, posisinya tetap penting di hidup dan hatinya sepanjang hidup. Dan sekarang, melihatnya berakhir di peti mati, hati Ibu mana yang tidak hancur?

Nyonya besar Mason baru sadar dari pingsannya setelah mendapat kabar kematian sang anak, tatapannya kosong, air mata terus turun tiap melihat peti mati putranya. Tuan besar Mason sendiri, tak pernah jauh dari sisi istrinya. Kehancuran dan kehilangan yang istrinya rasanya, juga dirinya rasakan, sama persis namun Tuan besar Mason mampu mengimbangi dengan sikap tenangnya.

"Pah, anak kita ...."

Tuan besar Mason membawa istrinya ke dalam dekapan, dirinya sudah mendengar cerita dari Hans. Tentang Drake yang di tembak di dua titik, dada kanan dan kepalanya. Yang membuatnya tewas di tempat, tembakan di kepalanya. Pelaku yang menembak ke kepala, Dale Chesner, telah di amankan di kantor kepolisian untuk di tindak lanjuti.

Sedangkan Shamaira, dia bersaksi jika menembak adalah upayanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri serta Amareia. Polisi pun hanya menunggu Amareia mau di tanyai, untuk mencocokan jawaban Shamaira dan jawaban Amareia. Jika sama, maka Shamaira tak berbohong dan tindakannya tak akan berdampak pada hukuman penjara.

Tembakan yang dia layangkan akan menjadi bukti pembelaan diri, upaya melindungi dirinya sendiri dari serangan serupa meski akhirnya tetap mendapat tembakan di bagian perut.

"Mama kuat?"

Nyonya besar Mason mengangguk dengan tubuh lemas, "Mama ingin melihat anak kita setiap detiknya sebelum kehilangannya untuk selamanya."

Mereka pergi ke ruang kremasi, menatap bagaimana peti mati masuk ke dalam pembakaran. Api yang menyala, membuat tangis Nyonya besar Mason kembali terdengar dengan Tuan besar Mason yang memeluknya. "Hatiku sakit, aku tidak bisa melihat anak kita berakhir di kremasi. Aku tak bisa melihat anak kita berakhir tragis,"

Tuan besar Mason semakin erat memeluk istrinya, dia juga sama hancurnya tapi bisa mengendalikan diri dengan baik. "Di mana Dexter, Pah? Ini upacara kematian saudara kembarnya, apa dia tak bisa hadir sebentar saja?"

"Ma, Dexter juga punya tanggung jawab untuk melindungi dan menemani istrinya di rumah sakit. Apalagi polisi terus menunggu ingin meminta kesaksian Amareia selaku korban dalam kejadian."

"Amareia belum bangun?"

"Sudah, Ma. Dexter yang melarang wartawan bertanya pada Amareia demi kesehatan mental Amareia, Amareia sedang hamil, emosinya tidak stabil dan perasaannya sangat sensitif."

"Tapi tetap saja, Dexter harusnya datang!"

"Aku datang, Ma."

Nyonya besar Mason menoleh, wanita baya itu langsung memeluk putranya yang kini hanya tersisa Dexter. "Dex, kembaranmu ...."

"Tuhan lebih sayang Drake, Ma."

***

Tanpa target, kira-kira akan sebanyak apa ya kalian spam koment?? Xixi

Sampai jumpa di chapter selanjutnya sengku!

Jangan lupa vote yaa!

Follow akun Wattpad dan akun Instagram aku (@_jeongsa14 dan @aicathleen_)

Bye!

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang