19 - Haus Sentuhan

20.5K 1K 362
                                    

"Keluar!"

"Suamiku, aku ...."

Dexter menatap Shamaira begitu dingin, pria itu menatapnya seakan siap mengulitinya hidup-hidup. Shamaira takut, tapi dia tak gencar pada rencananya. "Suamiku, kita perlu bicara berdua. Aku tidak mau hubungan kita terus menjauh seperti ini, kita sudah menikah bertahun-tahun, suamiku."

"Aku tidak suka mengulang kalimat yang sama,"

Dexter baru selesai mandi dan Shamaira lancang masuk ke dalam kamarnya tanpa izin, "Suamiku. Aku─" Tatapan Dexter yang semakin tak bersahabat membuat Shamaira mengepalkan tangannya erat, wanita itu terpaksa berbalik badan dan pergi keluar kamar suaminya. Ya, meski sudah menikah, Shamaira dan Dexter tak pernah tidur di satu kamar yang sama.

Berkali-kali Shamaira memaksa masuk ke dalam kamar Dexter, dia akan tetap berakhir terusir. Di dalam kamarnya sendiri, Shamaira menatap foto pernikahannya dengan Dexter. Wanita itu menatap dengan sorot penuh kebencian, "Aku memiliki ragamu tapi tidak pernah memiliki hatimu, atau bahkan, aku tidak pernah memiliki keduanya. Mengingat itu, aku semakin menginginkan kamu, Dexter."

Semakin di abaikan, bukannya semakin menjauh dan merasa tersinggung, Shamaira malah semakin semangat mendekati pria pujaan hatinya selama ini. "Dexter, untuk menjadi istrimu, aku harus mengorbankan banyak hal termasuk hamil dan membiarkan bentuk tubuhku berubah. Dari semua yang sudah aku lakukan, aku tidak mungkin menyerah begitu saja. Kau, harus bisa aku miliki sepenuhnya."

Dia bukan lagi mencintai Dexter namun masuk ke tahap obsesi, dia lebih condong tak ingin kalah dari Amareia yang berhasil memiliki Dexter sepenuhnya alih-alih ingin mencintai dengan tulus. "Dexter, aku akan hamil sesegera mungkin. Jika aku hamil, kau tak akan pernah bisa lepas dariku." Dia tersenyum, mengingat saat hamil Leo, dia bisa menikah dengan Dexter, maka sekarang, dia memiliki rasa percaya diri yang sama.

Dalam pikirannya, jika dia hamil lagi, Dexter pun akan melakukan yang sama saat dia hamil Leo. Yaitu, tak akan pernah meninggalkannya. Tapi sayang, Shamaira terlalu bodoh dan berpikir dangkal selama ini. Dia tak tahu siapa sosok sebenarnya yang ingin dia miliki sepenuhnya. Andaikan tahu, Shamaira akan memilih mundur sekarang juga.

Tatapan Shamaira beralih pada foto Leo semasa kecil, wanita itu mengambil dan menyentuhnya dengan perlahan. "Jika kau lahir tanpa memberiku keuntungan, aku pastikan kau tidak pernah hidup. Sayangnya, kau berhasil menjadi anak yang berguna untukku." Shamaira tersenyum culas, dia tak pernah tulus menyayangi anaknya sendiri yang selama ini dia jadikan alat.

"Kau harus terus berguna untukku, sampai aku tak membutuhkanmu lagi."

***

Hari ini, Amareia membawa kedua anaknya pindah ke rumah baru. Dexter juga turut membantu karena pria itu tiba-tiba datang bersama dengan Leo, Amareia ingin dekat dengan Leo, namun melihat Leo, membuatnya mengingat tentang Shamaira. Dia pun menghela napasnya berat, menatap kedua anaknya yang tampak sibuk mengagumi kediaman baru mereka lalu beralih menatap Leo yang sangat pendiam.

"Leo, mau jalan-jalan dengan Aunty?"

Leo menatap sang Ayah yang mengangguk, barulah bocah laki-laki itu meraih tangan Amareia yang terulur ke arahnya. Amareia tersenyum, "Dex, aku bawa Leo sebentar. Tolong lihat si kembar,"

"Iya," Dexter mengangguk dan membiarkan Amareia pergi dengan bergandengan tangan bersama Leo. Melihat keduanya, Dexter tak bisa menyembunyikan senyum di wajah tampannya.

Kembali ke Amareia, wanita itu membawa Leo ke taman di depan kediaman. Dia duduk dengan Leo yang menghampiri bunga-bunga cantik di sana, "Leo suka bunga?"

Leo menatap ke arah Amareia dengan mata berbinar, "Suka! Bunga cantik seperti Aunty!"

Amareia pun tertawa kecil mendengarnya, "Lebih cantik Aunty atau bunga?"

"Aunty dong!"

"Manisnya," Amareia mendekati Leo untuk mengusap lembut puncak kepalanya, Leo yang mendapat perlakuan lembut langsung tersipu malu. "Leo,"

"Iya, Aunty?"

"Leo bahagia?"

Bocah laki-laki itu terdiam menatap ke arah Amareia, "Leo bahagia bersama Aunty."

"Bersama Aunty? Bagaimana dengan Ibumu?"

"Mama tidak suka Leo,"

Amareia terdiam, "Mama tidak suka Leo? Kenapa, sayang?"

"Mama bilang, Leo hanya alat, Leo tidak boleh kekanak-kanakan. Leo tidak boleh manja, jika sudah ada pengganti Leo, Mama akan membuang Leo."

Satu tangan Amareia terkepal erat mendengarnya, bisa-bisanya Shamaira berkata sekasar itu pada anak kandungnya sendiri. Andaikan dia bicara kasar pada anak sambungnya, Amareia akan memaklumi, tapi ini, dia bicara sangat kasar pada anak yang dia kandung sembilan bulan bahkan dia sendiri yang melahirkan Leo ke dunia.

"Daddy tahu tentang ucapan Mama yang barusan?"

"Tidak, Mama melarang Leo mengadu pada Daddy. Jika Leo mengadu, Mama akan memukul Leo. Sakit, Aunty."

"P-pukul?" Amareia terkejut bukan main, apalagi saat Leo mengangkat bajunya di bagian belakang, terlihat banyaknya bekas pukulan membiru di sana. Sebagai seorang Ibu, nalurinya berkobar. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh hati-hati, "Sakit, sayang?"

"Sakit Aunty," Leo biasanya bisa bersikap kuat, tapi di hadapan Amareia, mata bulatnya tampak berkaca-kaca. "Mama tidak bolehkan Leo buka baju di depan Daddy, nanti Mama pukul Leo lagi. Leo takut di pukul,"

"Sayangnya Aunty," Dengan sangat hati-hati, Amareia memeluk Leo dengan mengecup lama puncak kepalanya. Shamaira ternyata lebih dari sekedar iblis, dia terlalu keji untuk di sebut seorang Ibu.

Sedangkan Shamaira yang terus mendapat kutukan dari Amareia, wanita itu malah tengah menikmati sentuhan terbaik dari pria yang dia panggil. Dengan berbaring di atas meja, melebarkan kedua pahanya, Shamaira tidak henti mendesah kan nama Dexter padahal yang menyentuhnya jelas-jelas orang berbeda.

Pria yang di bayar untuk memuaskan Shamaira hanya menjalankan tugasnya tanpa repot mengurus siapa pria yang Shamaira sebutkan sejak mereka memulai percintaan ini. "Ahh .... Dexter, suamiku sayang .... Lebih cepat, sayang .... Aku harus hamil anak kamu ...."

Dalam hati, si pria tampak menatap miris pada Shamaira yang menurutnya hilang akal sehat. Dia ingin hamil, tapi memanggil gigolo yang jelas tak akan bisa membuatnya hamil karena tak lagi subur. Si pria juga tak ingin banyak bicara, dia melakukan tugasnya, mendapat bayaran, bonusnya ikut mendapat kenikmatan.

Setelah berjam-jam bergelut dengan penuh nikmat, gigolo itu pun menyelesaikan tugasnya. Dia memakai pakaiannya kembali, pergi meninggalkan Shamaira yang duduk di pinggir ranjang tanpa pakaian. Wanita itu tengah mengembuskan kepulan asap rokok, dengan di temani segelas wine. "Kau tidak perlu datang lagi, kurang memuaskan."

Pria itu mendengus, "Cih! Pelacur!"

Setelah pria bayarannya pergi, Shamaira melempar rokoknya ke atas lantai, wanita itu menjatuhkan tubuhnya ke belakang hingga terlentang di atas ranjang. "Dexter, kapan kau mau menyentuhku? Jika sekali saja kau mau menyentuhku, aku bersumpah, aku tidak akan menyewa pria-pria sialan itu lagi. Kumohon, suamiku."

***

300 komentar untuk selanjutnya!!

Bye seng!

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang