43 - Aku Lelah, Sayang

15.1K 844 351
                                    

"Film erotis?"

"Benar, Tuan."

"Dia ingin mempermalukan nama baikku ternyata,"

Dexter dalam perjalanan kembali ke perusahaan setelah rapat di luar perusahaan, pria tampan dengan pakaian formalnya itu memijat pelipisnya yang berdenyut. "Buat konferensi pers, Sarah. Katakan pada media, jika aku telah bercerai dengan Shamaira dari lama namun sengaja menutup berita karena tak ingin memunculkan semakin banyak rumor. Katakan juga, jika aku sudah rujuk dengan istriku."

"Akan saya lakukan, Tuan. Ada lagi?"

"Ah, satu lagi. Setujui kontrak kerja sama dengan Dumont Entertainment,"

"Anda yakin, Tuan? Bukankah Anda sendiri yang menolak kerja sama?"

"Itu dulu, sekarang tidak. Setujui, buat janji temu antara aku dan Damian. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya,"

"Baik, Tuan. Ada lagi?"

"Tidak, kita kembali ke perusahaan."

"Baik, Tuan."

Tiba di perusahaan, Dexter berjalan lebih dulu dengan Sarah yang mengikutinya dari belakang. Mereka menempati lift berbeda, Sarah di lift umum dan Dexter seorang diri di lift khusus petinggi. Lift berdenting di lantai teratas, Dexter segera melangkah menuju ruangannya. Dia sungguh lelah, ingin lekas pulang lalu memeluk istrinya tapi pekerjaan yang menumpuk, membuatnya tak bisa pulang cepat.

Dia membuka pintu ruangannya, mengerjap saat melihat seorang wanita tertidur di sofa ruangannya. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya terangkat. Dexter mendekat, dia berjongkok di samping sofa, tepat di depan wajah cantik Amareia yang tenang saat terlelap. Tangan besarnya pun terulur, mengusap sangat lembut pada pipi istrinya turun, mengusap lembut perutnya.

Amareia yang merasa sentuhan di perutnya, langsung membuka mata. Dia mengerjap beberapa kali menatap Dexter, "Dex?"

"Ya, sayang? Pindah ke kamar ya,"

"Kamar?"

"Hm," Dexter langsung berdiri, dia mengangkat tubuh istrinya yang terasa ringan ke gendongan. Dia pun berjalan, menendang dengan kakinya hingga lemari bergeser, terlihatlah sebuah pintu besar di sana. Dexter hanya cukup menatap pendeteksi mata, pintu secara otomatis terbuka setelah mengenali retina matanya. Dia masuk, membaringkan Amareia ke atas ranjang ukuran besar.

"Aku baru tahu kalau di ruangan kamu ada kamarnya,"

Dexter melepas jas, melepas kemeja hingga bertelanjang dada, lalu berbaring di samping istrinya dengan membawa sang istri ke dalam dekapannya. "Memang ada, sayang. Aku selalu tidur di sini,"

"Di sini?"

"Ya, hanya tempat ini yang bisa membuatku merasa tenang juga jauh dari Shamaira. Aku muak harus melihat wajahnya,"

"Jadi kalian tidak serumah?"

"Aku hanya pulang untuk melihat anak-anak, sayang. Mereka prioritas utamaku,"

Amareia tersenyum, tangannya terulur, mengusap lembut rahang tegas suaminya. "Suamiku hebat sekali, aku bangga pada suamiku ini. Suamiku yang selalu memprioritaskan istri dan anak-anaknya, terima kasih sudah hadir dalam hidup kami, Dex. Kau, suami dan Ayah terbaik bagi kami."

Kedua mata Dexter yang biasa tajam penuh intimidasi, kini berubah sendu dengan bayangan berkaca-kaca tatkala mendengar ucapan tulus dari istrinya. "Aku terbaik?"

Amareia mengangguk, dia tersenyum sangat tulus dengan tatapan yang tak kalah tulus. "Bagi kami, kamu yang terbaik. Suami terbaikku dan Ayah terbaik untuk anak-anak kita, mereka juga bangga sekali memiliki dirimu sebagai Ayah mereka. Dex, kau rela mengorbankan segalanya untuk keamanan kami. Kau rela menjadi samsak untuk melindungi kami, Dex, kami sangat menyayangimu dan aku sangat mencintaimu."

Embun di matanya meneteskan air, untuk kali pertama, Dexter menangis sebab merasa terlewat bahagia bisa membanggakan istri dan anak-anaknya. "Sayang,"

"Iya suamiku?"

"Aku lelah," Dexter menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Amareia dan Amareia yang mendengar keluhan Dexter, hanya mampu terdiam dengan tangan yang tetap mengusap lembut belakang kepala suaminya. Dia ingin menjadi pendengar, sebab dia menyadari, tatapan lelah dari mata tajam suaminya sejak tadi. Dia tahu, beban suaminya semakin lama semakin bertambah.

"Aku ingin bahagia denganmu dan anak-anak, hanya itu. Kenapa sulit sekali, sayang? Kenapa selalu saja, ada kendala yang membuatku terpaksa menjauh dari kalian? Aku lelah, sayang. Lelah dengan segalanya, aku ingin menyerah, tapi kamu dan anak-anak menjadi alasan aku bertahan."

Amareia tersentuh, mendengar ketulusan yang suaminya sampaikan tanpa kebohongan. "Dex, dunia adalah tempat lelahnya manusia dan tidak ada tempat tenang yang manusia cari. Ketenangan tak ada, Dex. Sejatinya, hidup itu perjalanan menuju gelombang, entah datar atau dahsyat. Entah mampu menahan deburan atau jatuh terbawa hanyut ke tengah lautan. Semua kembali ke bagaimana cara kita menjalani kehidupan, menikmati lelah, dan menyelesaikan masalah."

".... Jika aku dan anak-anak menjadi alasanmu bertahan, maka bertahanlah lebih lama. Karena kami, tak ingin pertahananmu selesai sebelum kami semakin bangga pada dirimu. Bertahan lebih lama ya? Kami menyayangimu, kami selalu menunggumu pulang ke rumah. Jangan buat kami menunggu sesuatu yang menyakitkan saat kamu tak pulang ke rumah tapi pulang ke tempat yang sangat jauh,"

Tangis Dexter semakin pecah dengan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Amareia, "Sayang. Mereka jahat padamu kan? Mereka melukai kamu kan? Sayang, aku tidak bisa melihatmu terluka."

"Maka jaga aku, Dex. Bertahan lebih lama, jadikan aku tempatmu berpulang satu-satunya, peluk aku saat kamu lelah, cium aku saat kamu ingin menyerah, jangan pergi tanpa kabar dan membuat kami mengharapkan hal semu."

Dexter mengangkat wajahnya, pria itu memegang tengkuk leher istrinya, menyatukan kening lalu menempelkan bibirnya tepat di bibir sang istri. Dia mencium bibir Amareia dengan lembut, dia melakukan apa yang Amareia katakan. Menciumnya saat ingin menyerah, tidak .... Dexter tak akan menyerah semudah itu, dia hanya ingin menceritakan isi hatinya pada pemilik penuh hatinya, Amareia Yvette.

Saat ciuman terlepas, Dexter menatap dalam istrinya. "Sayang,"

"Tidak jadi menyerah kan? Kamu sudah menciumku,"

Dexter kembali mencium bibir Amareia, kali ini, dia juga mengubah posisi menjadikan Amareia di bawah kendali tubuh kekarnya. Ciuman yang panjang, membuat Amareia melingkari tangannya di leher Dexter. Menyambut ciuman suaminya tak kalah menuntut, seperti tak ada hari esok, Dexter benar-benar mencium bibir Amareia. Dia mengajak lidah Amareia untuk saling bertaut, membelit, juga berbagi saliva yang kini membasahi sudut bibir.

Di luar ruangan, Sarah melakukan tugas yang Tuannya berikan. Dia menghubungi banyak wartawan yang kini memenuhi aula perusahaan. Sarah mengambil kendali atensi, dia mengatakan sesuai apa yang Tuannya perintahkan. Banyaknya pertanyaan, namun Sarah tak berhak menjawab. Para wartawan di kumpulkan di aula perusahaan hanya untuk menjadikan mereka media penghantar.

"Nyonya Sarah! Apa benar, alasan Tuan Mason bercerai dengan Nyonya Dante karena Nyonya Yvette?"

Kali ini, Sarah menatap yang bertanya dengan intens. "Tidak! Tuan dan Nyonya saya dekat bahkan jauh sebelum Shamaira menjadi istrinya, kedekatan Tuan dan Nyonya saya bukan alasan perceraian terjadi."

Alasan utamanya, karena Dexter dan Shamaira memang tak pernah menikah. Dexter hanya ingin memberi penegasan namun tak mengakui bahwa Shamaira bukanlah istri atau pun mantan istrinya. Shamaira orang asing, yang kebetulan memiliki manfaat dengan menjadi tameng.

***

300 komentar untuk selanjutnya!!!

Bye sengku

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang