Dylan Thomas pergi meninggalkan hotel menuju sebuah restoran VVIP untuk menikmati makan siang, pria itu memesan beberapa menu makanan dengan beberapa botol alkohol. Dia mendengus, mengingat gagal beradu akting dengan Amareia Yvette. Padahal Dylan sungguh mengincar wanita satu itu, lebih tepatnya, ingin merasakan wanita cantik itu.
Semua orang mengakui kecantikan yang Amareia miliki, tak terkecuali aktor usia 42 tahun ini. Sembari memegang gelas berisi anggur merah, Dylan memerhatikan foto Amareia yang sengaja dia simpan di galeri pribadi ponselnya. "Kau cantik sekali, kau juga sangat jual mahal, tapi kenapa aku semakin tertarik? Kau satu-satunya aktris yang menolak bermain peran denganku, sialnya, aku semakin penasaran dengan dirimu."
"Lagi minum saja kau sangat cantik, Amareia. Kau memberikan apa padaku sampai bisa tergila-gila seperti ini?!"
Dylan mengacak rambutnya frustrasi, menenggak anggur merah di gelasnya hingga tandas tak bersisa. "Kau janda kan? Tidak ada larangan untukku mendekatimu," Dylan tersenyum miring seakan baru saja mendapatkan rencana cemerlang untuk mendapatkan Amareia, wanita yang entah sejak kapan, membuat perhatiannya 100 persen teralih kan.
Dia membuka akun Instagram pribadi milik Amareia yang sudah lama tidak ada foto yang wanita itu publikasikan, Dylan larut berselancar, mengambil tangkapan layar akan semua foto di Instagram Amareia tanpa terkecuali. Terakhir, Amareia mempublikasikan foto pemandangan itu pun beberapa Minggu lalu. "Kau jarang aktif di sosial media, tapi pengikutmu semakin bertambah setiap saat. Aku semakin mengagumi dirimu,"
Pengikut yang mencapai angka ratusan juta, membuat Dylan kembali berdecak. Karier Amareia sebagai publik figur juga model benar-benar bersinar, dia sukses memerankan segala peran dan mengambil pasar modeling. Hampir semua iklan besar, menggunakan kecantikan Amareia sebagai iklan besar-besaran mereka. Karena Amareia, tak pernah gagal membuat bisnis mereka melambung tinggi.
Hanya ada 50 postingan, rata-rata foto pemandangan dan makanan, jarang yang memperlihatkan wajah Amareia tapi Dylan tetap mengambil tangkapan layar foto-foto pemandangan dan makanan itu. Dia menyimpannya di album khusus galeri ponselnya, "Kau akan abadi di ponselku asal ponselku tidak hilang." Dia senyum-senyum sendiri melihat wajah cantik Amareia yang menjadi wallpaper ponselnya.
"Em, bagaimana kalau aku buat rumor tentang kita? Aku tak sabar, melihat penggemar kita heboh."
Dia menyeringai, kembali mendapatkan ide cemerlang untuk mendekati Amareia.
***
Seperti rencana, pada saat jam makan siang, Amareia sudah dalam perjalanan menuju perusahaan suaminya. Wanita itu menatap keluar jendela dengan wajah sumringah, dia sungguh tak sabar ingin menjahili suaminya yang saat ini masih sibuk bekerja di perusahaan. Belum melakukan, Amareia sudah membayangkan bagaimana wajah jengkel suaminya tapi tetap sabar karena yang melakukan adalah dirinya.
"Suamiku pasti lucu sekali,"
Sopir yang mengemudi tampak tersenyum kecil mendengar ucapan sang Nyonya, sudah lama dia mendampingi Nyonya sebagai sopir pribadi. Terutama, sejak kabar perceraian Nyonya dengan Tuan. Dirinya sangat tahu, bagaimana kehidupan sehari-hari sang Nyonya yang padat akan syuting dan pemotretan, Nyonya tak ada waktu untuk dirinya sendiri, bahkan jarang sekali tersenyum atau memandang berbinar pada sesuatu.
"Pak Bian!"
"Saya, Nyonya."
"Menurut Pak Bian, suami saya itu bagaimana orangnya?"
Suami? Pak Bian tersenyum mendengarnya, "Tuan sosok yang baik namun terkesan dingin dan cuek, Nyonya."
"Pak Bian benar, apa suamiku terlihat seperti pria yang suka mendekati banyak wanita? Atau, pria yang suka memakai wanita bayaran?"
"Saya yakin, Anda lebih mengenal Tuan dari pada saya, Nyonya."
Amareia mengangguk-angguk, dia setuju. Di banding Pak Bian, tentu dirinya yang paham seluk beluk sang suami karena mereka tumbuh bersama sejak kecil dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Dexter, sangat berbeda dengan kembarannya yang bajingan. Dia tak suka bermain wanita, malah malas berurusan dengan wanita selain Ibu dan istri cantiknya yang satu ini, siapa lagi kalau bukan Amareia.
Mereka kenal sejak kecil, menikah pun karena saling mencintai, bukan karena perjodohan atau paksaan di awal. Tapi bisa-bisanya Amareia tak mempercayai suaminya dan lebih terhasut ucapan wanita asing yang datang dengan membawa kabar kehamilannya. "Menurut Pak Bian, cantik saya atau Shamaira?"
Kening Pak Bian berkerut, pertanyaan aneh sang Nyonya membuatnya terheran-heran. "Ya, Nyonya? Bahkan orang yang awam dan tak mengenal Anda sebagai publik figur pun akan memilih Anda, Anda jelas lebih cantik dari Shamaira."
Amareia mengulum senyum, puas dengan jawaban Pak Bian. Dia sendiri tak tahu kenapa, tapi rasanya menyenangkan. "Pak Bian,"
"Iya, Nyonya."
"Pak Bian kan mantan Kapten angkatan laut, kenapa mau jadi sopir pribadi saya?"
"Kan mantan, Nyonya. Sudah bukan kapten, jadi tidak ada alasan untuk saya tidak bekerja dengan Anda."
"Pak Bian kenapa tidak jadi Kapten angkatan Laut lagi?"
"Kalau saya tetap, saya tidak akan jadi sopir Anda, Nyonya."
"Iya juga,"
Amareia mengalihkan pandangannya ke luar kaca jendela, "Pak Bian tahu tidak?"
"Perihal apa, Nyonya?"
"Orang tuaku yang kekeuh meminta aku menerima Pak Bian sebagai sopir, aku merasa, Pak Bian ini mata-mata orang tuaku. Hayo ngaku,"
Pak Bian yang gantian mengulum senyum, dia sudah tua, melihat Amareia seperti melihat anaknya sendiri apalagi menanggapi tingkahnya yang kadang kekanak-kanakan dan tak sesuai usia. Pak Bian tak keberatan, dia sudah terbiasa. "Jika Anda berpikir seperti itu, anggap saja seperti itu, Nyonya."
"Ck! Pak Bian tidak asik, apa selama ini, Pak Bian mengadukan semua kegiatanku pada orang tuaku? Makanya mereka tidak lagi meneleponku ratusan kali seperti sedang meneror,"
"Nyonya, Anda anak kesayangan mereka. Sudah pasti Anda prioritas utama mereka sekali pun Anda sudah dewasa, sudah punya suami, bahkan sudah punya anak. Di mata orang tua, Anda tetap anak kecil yang perlu mereka perhatikan."
Amareia jadi mengingat kedua anak kembarnya, jika tak kembali ke masa lalu, Amareia tak akan pernah tahu keinginan terbesar kedua anaknya. Ingin kedua orang tuanya kembali harmonis, mereka ingin memiliki keluarga yang utuh lagi. Amareia kembali ke masa lalu dan mampu mewujudkan, bahkan tanpa sengaja mengubah masa depan yang sudah pernah dilaluinya.
Sekarang, Amareia sangat bersyukur bisa kembali ke masa lalu dan mengubah masa depan.
Dia bisa membahagiakan kedua anaknya, juga membahagiakan dirinya sendiri yang sempat terbelenggu luka pengkhianatan dari sang suami padahal yang sebenarnya, tak pernah ada pengkhianatan, hanya kesalahpahaman.
"Pak Bian, tolong sampaikan juga pada orang tuaku kalau Pak Bian memang mata-mata. Katakan pada mereka, aku dan Dexter tidak pernah bercerai. Kabar perceraian itu hanya asumsi untuk mengalihkan perhatian musuh, agar aku dan kedua anakku bisa baik-baik saja dari serangan tak terduga. Katakan juga pada orang tuaku, mereka tak perlu mengkhawatirkan aku. Aku sudah dewasa,"
"Akan saya sampaikan, Nyonya."
"Terima kasih, Pak Bian."
***
300 komentar untuk selanjutnya!!
Bye seng
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat Takdir Dua Masa
خيال (فانتازيا)(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraiannya 6 tahun silam dengan Dexter. Dengan bekal nama-nama mereka yang ikut campur dalam kehancuran ruma...