54 - Hukum Alam

11.2K 768 115
                                    

Kemarahannya atas apa yang Drake lakukan pada sang istri lenyap saat Drake telah menjadi abu. Dexter memejamkan matanya, menaruh setangkai bunga ke rumah abu kembarannya. "Selamat jalan, Drake. Aku tidak tahu, apa kau akan menjalani hukuman yang semestinya di tempat lain atau tidak tapi yang pasti, semoga kau bahagia di tempat baru."

Dexter tersenyum tipis, dia memejamkan mata dengan melipat tangan di depan dada. Setelahnya, Dexter pergi meninggalkan rumah abu dengan memasang kembali kaca mata hitamnya. Dia kembali ke rumah sakit, melihat istrinya yang terlelap dengan tenang. Perasaannya yang sensitif saat hamil, membuatnya takut mengingat kejadian beberapa tempo lalu.

"Eugh, Dex."

"Iya, sayang. Mau minum, hm?" Dexter langsung meraih kedua tangan Amareia, menggenggamnya dengan erat sembari mengecup beberapa kali penuh sayang.

"Aku mau pulang,"

"Iya, kita pulang setelah kondisi kamu lebih baik ya."

"Aku sudah baik-baik saja, aku mau pulang, aku kangen anak-anak."

"Baiklah, kita pulang sekarang ya, sayang."

Amareia mengangguk, Dexter pun memanggil Dokter untuk menanyakan perawatan apa yang Amareia dapatkan jika pulang lebih dulu. Mendengarkan penjelasan dengan baik, Dexter akhirnya bisa mendorong kursi roda sang istri. Tepat saat menuju mobil, beberapa pihak kepolisian yang memang menunggu langsung mendekat.

"Tuan, Nyonya, saya minta waktunya sebentar untuk menanyakan beberapa hal terkait kejadian beberapa hari lalu."

Dexter ingin mengusir tapi Amareia menggeleng, Amareia menceritakan semuanya persis seperti apa yang Shamaira ceritakan. Kepolisian akhirnya menyetujui jawaban Shamaira yang bukan omong kosong, mereka berucap terima kasih dan pamit pergi, Dexter juga segera membawa istrinya ke dalam mobil.

Di kepolisian.

Dale Chesner menjadi tersangka pembunuhan karena dirinya yang menembak tepat di kepala, iya, Shamaira mau pun Amareia sama-sama tidak menceritakan tentang Shamaira yang melempar pistol ke arah Dale Chesner dan meminta Dale Chesner untuk menembak Drake. Mereka tak bekerja sama, tapi jawaban bisa persis.

Atas kasus yang menyeret namanya dan semua kesaksiannya di tolak karena di anggap bohong, Dale Chesner benar-benar ingin gantung diri saja rasanya. "AKU JUGA KORBAN!! AKU KORBAN!! BUKAN TERSANGKA!!"

Seseorang yang berada satu sel dengan Dale Chesner mendengus sembari memutar bola matanya begitu malas, "Tidak ada maling yang mengaku maling, mana ada tersangka mengaku tersangka."

Mendengar suara dari belakangnya, Dale Chesner yang tengah tak terkendali dalam emosi langsung mendekat, mencekik lehernya, mendorong hingga tunggu seseorang itu menghantam dinding. Tak terima di dorong, dia balas menendang Dale Chesner. Melompat, menginjak dadanya hingga Dale Chesner terbatuk dengan mata melotot.

"HEI! HENTIKAN!!"

***

Shamaira menatap kosong hasil pemeriksaan kesehatan dirinya, wanita itu terkekeh miris, meremas kertas hingga terkepal, dia melemparnya lalu menjambak rambutnya dengan frustasi.

"ARGH! Tuhan ...."

Positif mengidap Human Immunodeficiency Virus atau HIV, apa ini hukuman atas apa yang dirinya lakukan selama ini? Dia menyentuh perutnya yang pernah tertembak, tangisnya tergugu, hatinya hancur berantakan saat mendapati fakta jika dirinya menjadi pengidap penyakit yang tak ada obatnya.

"Aku tidak akan bisa sembuh," Air mata terus menetes. Dia tak bisa berpikir jernih hingga segala penyesalan mulai merayap di relung hatinya. "Amareia, Leo, Lea ...." Dia menangis semakin keras, mengingat kejahatannya pada ketiga orang yang langsung memenuhi kepalanya.

Harusnya, Shamaira tidak menggoda Dexter sampai rumah tangga pria itu berantakan.

Harusnya, Shamaira tidak berurusan dengan Drake hingga Leo dan Lea tak perlu menjadi korban.

Harusnya, Shamaira menjadi wanita terhormat yang menjaga diri hanya untuk satu pria kelak, suaminya.

Harusnya dan akan terus menjadi seharusnya, sebab nasi sudah menjadi bubur. Diagnosa virus yang menyerang dirinya, sudah menjadi hukuman mutlak yang menyadarkan otaknya. Akal sehat yang sempat tak ingin bekerja, kini bekerja kembali. Satu hal yang ingin Shamaira lakukan sebelum kematian tiba, memohon maaf meski sadar perbuatannya tak bisa di maafkan.

Apalagi, saat Shamaira keluar dari rumah sakit dan langsung memohon maaf pada Amareia. Dia pikir, Amareia akan menertawakan penyakitnya atau mengejek dirinya tapi yang terjadi .... "Aku hanya manusia biasa, aku bukan Tuhan. Tapi jika Tuhan saja maha pemaaf, masa manusianya tidak? Shamaira, dunia sudah memberi banyak pelajaran untuk kita. Saling memaafkan bukan aib yang perlu di tutupi atau hindari, aku selalu memaafkan kesalahan mereka padaku di saat mereka sudah mengakui kesalahan itu."

"K-kau, kau memaafkan aku?"

Amareia tersenyum, dia mengangguk. "Tentu saja, hukum alam jauh lebih dahsyat bukan? Jika kau sudah mengakui atas kesalahanmu, berarti Tuhan berhasil membuatmu tersadar. Aku selalu memaafkan dirimu, maafkan aku juga atas kesalahan yang sengaja atau tidak sengaja aku perbuat padamu."

Shamaira menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, "Boleh aku memelukmu?"

"Tentu saja,"

Shamaira pun memeluk Amareia, dia menangis dalam pelukan wanita yang pernah di sakiti olehnya. Wanita, yang rumah tangganya sempat retak karena ulah Shamaira dan wanita yang harus kehilangan beberapa hal karena Shamaira. "Kau terlalu baik, Amareia. Kenapa kau tidak memaki aku saja? Hina aku, Amareia, seperti aku menghina dirimu dulu."

"Sudah tidak ada manfaatnya jika dirimu saja sudah menyadari kesalahanmu, perbaiki hidupmu, nikmati hidupmu dengan baik mulai sekarang. Jauhi hal negatif, kamu sekarang tahu, tiap hembusan napas akan terasa sangat berarti setelah tahu kematian semakin dekat. Jangan ulangi kesalahan yang sama,"

"Kamu benar, Amareia. Setiap bernapas, aku selalu ketakutan, aku takut tak bisa bernapas beberapa menit kemudian. Aku selalu dihantui kematian, padahal dulu, aku selalu mendekatkan orang-orang pada kematian. Sekarang aku tahu perasaan mereka saat kematian itu semakin dekat,"

***

SPAM KOMENT UNTUK SELANJUTNYA!!

Bye seng

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang