57 - Keikhlasan Hati Leo

10.1K 759 76
                                    

"Ma,"

"Siapa dia, Shamaira?"

"Putriku,"

Sang Ibu membekap mulutnya terkejut, melihat seorang bocah perempuan yang tertidur di atas ranjang putrinya. "Apa maksudmu?! Bukankah anakmu hanya Leo?!"

Shamaira menangis, dia tiba-tiba memeluk Ibunya. Penyesalan kembali datang, dia dulu tak ingin mendengarkan apa pun yang orang tuanya katakan karena terlalu terobsesi pada Dexter. "Ma, tolong jaga Lea. Dia anak kandungku dan Drake, tolong jaga Lea, Ma."

Ibunya yang masih bingung tapi tetap membalas pelukan sang anak tak kalah erat, "Memangnya kamu mau ke mana? Mau mendekati Dexter lagi? Berhenti, Nak. Dexter sudah memiliki kebahagiaannya sendiri, jangan kacau kan. Kamu juga bisa mencari kebahagiaan itu sendiri, Mama yakin, Nak."

Tangis Shamaira semakin pecah dalam pelukan Ibunya, dia tak kuat, tak mampu jika harus jujur tentang penyakitnya. "Pokoknya, Mama harus jaga Lea selama aku tidak ada."

"Kamu mau ke mana? Sudah, di sini saja sama Mama. Kita jaga anak kamu sama-sama ya? Mama yakin, putri Mama ini masih memiliki hati lembut yang tersisa. Hapus obsesinya ya, Nak."

Sangat lembut, tutur katanya tak menghakimi sama sekali. Hati Shamaira semakin tercubit, memang ya, penyesalan selalu datang di akhir. Di saat-saat mendekati kematian, penyesalan itu berdatangan silih berganti tanpa henti. "Ma," Shamaira menggenggam kedua tangan Ibunya erat. "Aku titip anakku ya, Ma. Lea pasti aman sama Mama, untuk Leo, Leo juga aman di keluarga Mason, Ma. Aku titip Lea ya?"

"Kamu mau ke mana?"

Hidupnya sudah tidak lama lagi, Shamaira tak ingin menambah kesedihan Ibunya, dia sudah memutuskan, akan kembali ke negaranya membuat masalah untuk mati di sana, itu lebih baik. "Ada banyak urusan yang harus aku selesaikan, Ma. Mama tolong jaga Lea ya, jangan cari aku seperti biasanya, aku akan datang sendiri." Ke mimpi Mama, setelah mati, aku tak akan pernah bisa datang lagi, Ma. Sambungnya dalam hati.

Sang Ibu sudah biasa dengan tabiat putrinya, dia pun menghela napas berat. "Lea aman sama Mama tapi kamu juga harus janji, jaga diri kamu baik-baik."

"Iya, Ma. Aku sayang Mama,"

"Mama juga, Nak."

***

"Tidak bisa sembuh ya? Hehe,"

Shamaira menatap tangannya yang di infus, kembali dari negaranya, Shamaira tumbang dan akhirnya di larikan ke rumah sakit. Penyakit yang dirinya derita, tak bisa di sembuhkan. Shamaira hanya menunggu, kapan kematian itu tiba. Dia menatap ke arah jendela ruangannya, bahkan saat sakit, Shamaira sendirian.

Tak ada seorang pun yang menemani dirinya, sekedar menyemangati dirinya untuk melalui masa-masa yang sulit meski tahu akhirnya tak akan bisa sembuh. Semua ini adalah timbal balik atas apa yang dirinya lakukan, di tanya sebab mengidap HIV sudah pasti karena gaya hidupnya yang terlalu bebas.

Berhubungan badan dengan banyak pria untuk mencapai tujuannya.

Selain itu, dia juga pantas mengidap penyakit mematikan karena selalu menyiksa anak kandungnya sendiri.

"Tuhan, hukumanmu sangat adil. Aku terharu,"

Sementara itu di tempat lain, Amareia mendatangi rumah abu Drake dengan di temani Leo. Pria kecil itu mendongak menatap sang Ibu yang hanya diam, "Mommy?"

Amareia menunduk, "Iya, sayang?"

"Mommy kenapa?"

Amareia berlutut, dia menyentuh kedua bahu Leo. "Sayang tahu siapa Uncle Drake?"

"Adiknya Daddy kan Mommy?"

Amareia mengangguk, "Juga Ayah kandung Leo."

Pria kecil itu mengerjap, "Ayah Leo hanya Daddy."

"Uncle Drake juga Ayah Leo, sayang."

"Kenapa bukan Uncle yang katakan langsung? Kenapa harus Mommy yang katakan di saat Uncle sudah menjadi abu?"

Amareia tersenyum sangat lembut, dia ingin menjawab karena memang, sebelum membawa Leo untuk menjelaskan segalanya, dia sudah merangkai banyak sekali kalimat yang mudah di mengerti oleh Leo. Tapi mendengar ucapan Leo selanjutnya, hati Amareia tertegun, tatapannya berubah nanar pada sang anak tampan.

"Uncle benci Leo seperti Mama benci Leo ya? Karena itu, Mommy yang jelaskan di saat Uncle sudah menjadi abu, agar Uncle tidak bisa pukul Leo."

Hati Ibu mana yang tidak sakit mendengarnya? Meski bukan Ibu kandung, luka yang Leo dapatkan dari orang tuanya sudah sangat melampaui batas. "Sayang,"

"Mama sekarang sudah baik, Mommy. Mama minta maaf pada Leo padahal yang salah Leo karena lahir dari perut Mama, Uncle juga kalau masih hidup apa bisa baik seperti Mama?"

Amareia langsung membawa Leo ke dalam dekapannya, mengecup puncak kepalanya berkali-kali dengan penuh luka. "Sayang dengar Mommy, Mama dan Papa Leo sangat menyayangi Leo melebihi apa pun. Hanya saja, cara mereka menyayangi Leo memang sedikit berbeda. Leo menaruh rasa kesal pada Mama dan Papa?"

Dengan wajah lugu dan tatapan polos, Leo menggeleng. "Leo tidak ingin membenci, seperti kata Mommy, hati tempatnya mencintai bukan membenci. Mama dan Papa mungkin hanya salah memilih langkah, makanya sedikit kesal pada Leo. Leo tidak apa-apa, Leo baik-baik saja, Mommy."

"Ya Tuhan, sayangnya Mommy."

Leo membalas pelukan Amareia tak kalah erat, "Leo selalu berdoa pada Tuhan, semoga Mommy, Daddy, dan Kakak bisa hidup bahagia selamanya. Leo menyayangi kalian semua,"

"Mommy lebih menyayangi Leo,"

Di usianya yang masih sangat belia, Leo sudah di paksa dewasa. Di paksa mengerti agenda dewasa yang begitu rumit memusingkan. Amareia tak pernah merasakan posisi Leo, dia puas dengan kasih sayang dari orang tuanya karena itu, dia menjadi Ibu yang diidam-idamkan banyak anak di luar sana.

***

300 komentar untuk selanjutnya!

Bye seng

Jerat Takdir Dua MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang